Menimbang
|
:
|
a.
|
bahwa
dalam rangka penyelesaian tunggakan pinjaman Pemerintah Daerah yang
bersumber dari Penerusan Pinjaman Luar Negeri, Rekening Dana Investasi, dan
Rekening Pembangunan Daerah, perlu upaya optimalisasi penyelesaian piutang
negara pada Pemerintah Daerah;
|
|
|
b.
|
bahwa
optimalisasi penyelesaian piutang negara yang bersumber dari Penerusan
Pinjaman Luar Negeri, Rekening Dana Investasi, dan Rekening Pembangunan
Daerah pada Pemerintah Daerah pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan Pasal
18 Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan
Piutang Negara/Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 33 Tahun 2006;
|
|
|
c.
|
bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b,
perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Penyelesaian Piutang
Negara yang Bersumber dari Penerusan Pinjaman Luar Negeri, Rekening Dana
Investasi, dan Rekening Pembangunan Daerah pada Pemerintah Daerah;
|
Mengingat
|
:
|
1.
|
Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4286);
|
|
|
2.
|
Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4355);
|
|
|
3.
|
Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4437);
|
|
|
4.
|
Undang-Undang
Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Tahun 2004
Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); -
|
|
|
5.
|
Peraturan
Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang
Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Tahun 2005
Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4488),
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 33 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2006 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4652);
|
|
|
6.
|
Peraturan
Pemerintah Nomor 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4574);
|
|
|
7.
|
Keputusan
Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;
|
|
|
8.
|
Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 346/ KMK.017/2000 tentang Pengelolaan Rekening
Dana Investasi (RDI);
|
|
|
9.
|
Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 82/ PMK.06/ 2005 tentang Tambahan Atas Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 346/ KMK.017/ 2000 tentang Pengelolaan Rekening Dana
Investasi;
|
|
|
10.
|
Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 347a/ KMK.017/2000 tentang Pengelolaan
Rekening Pembangunan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 221 / PMK.05/ 2007;
|
|
|
11.
|
Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 129/ PMK.07/2008 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Sanksi Pemotongan Dana Alokasi Umum dan/atau Dana Bagi Hasil Dalam
Kaitannya dengan Pinjaman Daerah dari Pemerintah Pusat;
|
|
|
MEMUTUSKAN:
|
Menetapkan
|
:
|
PERATURAN MENTERI KEUANGAN
TENTANG PENYELESAIAN PIUTANG NEGARA YANG BERSUMBER DARI PENERUSAN PINJAMAN
LUAR NEGERI, REKENING DANA INVESTASI, DAN REKENING PEMBANGUNAN DAERAH PADA
PEMERINTAH DAERAH.
|
|
|
BAB
I
KETENTUAN
UMUM
|
|
|
Bagian
Pertama
Pengertian
|
|
|
Pasal
1
|
|
|
Dalam
Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:
|
|
|
1.
|
Menteri
adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
|
|
|
2.
|
Direktur
Jenderal adalah Direktur Jenderal Perbendaharaan Departemen Keuangan.
|
|
|
3.
|
Pemerintahan
Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
|
|
|
4.
|
Pemerintah
Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai
unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
|
|
|
5.
|
Kepala
Daerah adalah gubernur bagi daerah propinsi atau bupati bagi daerah
kabupaten atau walikota bagi daerah kota.
|
|
|
6.
|
Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah, yang selanjutnya disingkat DPRD, adalah lembaga
perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
|
|
|
7.
|
Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah, yang selanjutnya disingkat APBD, adalah
rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang ditetapkan dengan
peraturan daerah.
|
|
|
8.
|
Piutang
Negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada pemerintah pusat dan/
atau hak pemerintah pusat yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat
perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku atau akibat lainnya yang sah.
|
|
|
9.
|
Bunga atau
Biaya Administrasi dalam perjanjian pinjaman Rekening Dana Investasi dan
Rekening Pembangunan Daerah, yang selanjutnya disebut Bunga, adalah beban
yang timbul sebagai akibat atas penarikan pokok pinjaman sebagaimana
ditetapkan dalam perjanjian pinjaman.
|
|
|
10.
|
Denda
adalah beban yang timbul akibat keterlambatan dan/ atau kekurangan
pembayaran.
|
|
|
11.
|
Tunggakan
adalah piutang negara yang tidak dibayar pada tanggal jatuh tempo.
|
|
|
12.
|
Tunggakan
Pokok adalah pokok pinjaman ditambah bunga yang dikapitalisasi yang tidak
dibayar pada tanggal jatuh tempo.
|
|
|
13.
|
Tunggakan
Non Pokok adalah bunga yang tidak dikapitalisasi, biaya komitmen, dan Benda
yang tidak dibayar pada tanggal jatuh tempo.
|
|
|
14.
|
Debt
Swap adalah penghapusan
Tunggakan Non Pokok melalui pertukaran sebagian Tunggakan Non Pokok atas
pinjaman pemerintah Daerah dengan kewajiban Pemerintah Daerah untuk
mendanai kegiatan sarana dan prasarana yang dibiayai dengan dana belanja
modal yang bersumber dari APBD.
|
|
|
15.
|
Dana
Alokasi Umum, yang selanjutnya disingkat DAU, adalah dana yang bersumber
dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan
keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi.
|
|
|
16.
|
Dana Bagi
Hasil, yang selanjutnya disingkat DBH, adalah dana yang bersumber dari
pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka
prosentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi.
|
|
|
17.
|
Dana
Alokasi Khusus, yang selanjutnya disingkat DAK, adalah dana yang bersumber
dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan
untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan
sesuai dengan prioritas nasional.
|
|
|
18.
|
Dana
Penyesuaian adalah dana yang dialokasikan untuk membantu daerah dalam
melaksanakan kebijakan Pemerintah Pusat.
|
|
|
19.
|
Hibah
adalah penerimaan Daerah yang berasal dari pemerintah negara asing,
badan/lembaga asing, badan/lembaga internasional, Pemerintah, badan/lembaga
dalam negeri atau perorangan, baik dalam bentuk devisa, rupiah maupun
barang dan atau jasa, termasuk tenaga ahli dan pelatihan yang tidak perlu
dibayar kembali.
|
|
|
20.
|
Kapasitas
Fiskal adalah gambaran kemampuan keuangan daerah yang dicerminkan melalui
pendapatan daerah, tidak termasuk Dana Alokasi Khusus, Dana Darurat, dan
penerimaan lain yang penggunaannya dibatasi untuk membiayai pengeluaran
tertentu, dikurangi dengan belanja pegawai serta dikaitkan dengan jumlah
penduduk miskin.
|
|
|
21.
|
Perjanjian
Pinjaman dan/atau Perjanjian Penerusan Pinjaman adalah perjanjian pinjaman
antara pemerintah c.q. Menteri dengan Pemerintah Daerah.
|
|
|
22.
|
Cut off
date adalah tanggal
diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan ini yang digunakan sebagai dasar
penghitungan kewajiban pinjaman dalam rangka Restrukturisasi Pinjaman
Pemerintah Daerah.
|
|
|
23.
|
Percepatan
Pelunasan Pinjaman adalah pelaksanaan pembayaran kewajiban pemerintah
daerah sebelum berakhirnya jangka waktu pengembalian pinjaman.
|
|
|
24.
|
Restrukturisasi
Pinjaman Pemerintah Daerah adalah pengaturan kembali persyaratan terhadap
kewajiban pinjaman Pemerintah Daerah.
|
|
|
25.
|
Komite
Penyelesaian Piutang Negara yang Bersumber dari Penerusan Pinjaman Luar
Negeri, Rekening Dana Investasi, dan Rekening Pembangunan Daerah pada
Pemerintah Daerah, yang selanjutnya disebut Komite, adalah Komite yang
dibentuk oleh Menteri Keuangan yang terdiri dari Komite Kebijakan dan
Komite Teknis yang beranggotakan para pejabat Departemen Keuangan dan Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
|
|
|
Bagian
Kedua
Ruang
Lingkup
|
|
|
Pasal
2
|
|
|
Ruang lingkup pengaturan
mengenai penyelesaian piutang negara dalam Peraturan Menteri Keuangan ini
meliputi Piutang Negara yang bersumber dari:
|
|
|
a.
|
Penerusan Pinjaman Luar
Negeri;
|
|
|
b.
|
Rekening Dana Investasi
(RDI); dan
|
|
|
c.
|
Rekening Pembangunan Daerah
(RPD),
|
|
|
yang disalurkan oleh
pemerintah kepada Pemerintah Daerah.
|
|
|
Bagian
Ketiga
Asas
Umum
|
|
|
Pasal
3
|
|
|
Penyelesaian Piutang Negara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 bertujuan untuk:
|
|
|
a.
|
mengoptimalkan penyelesaian
Tunggakan;
|
|
|
b.
|
membantu Pemerintah Daerah
menyelesaikan Tunggakan atas pinjaman; dan
|
|
|
c.
|
membuka kesempatan bagi
Pemerintah Daerah melakukan investasi.
|
|
|
Pasal
4
|
|
|
Penyelesaian Piutang Negara
yang bersumber dari Penerusan Pinjaman Luar Negeri, Rekening Dana Investasi
(RDI), dan Rekening Pembangunan Daerah (RPD) yang disalurkan oleh
pemerintah kepada Pemerintah Daerah dilakukan melalui Restrukturisasi
Pinjaman.
|
|
|
BAB
II
RESTRUKTURISASI PINJAMAN
|
|
|
Bagian
Pertama
Kriteria Restrukturisasi Pinjaman
|
|
|
Pasal
5
|
|
|
Restrukturisasi Pinjaman
Pemerintah Daerah dilakukan dengan cara penjadualan kembali terhadap
Tunggakan Pokok yang disertai dengan:
|
|
|
a.
|
penghapusan atas seluruh
Tunggakan Non Pokok; atau
|
|
|
b.
|
kombinasi antara penghapusan
atas sebagian Tunggakan Non Pokok dan Debt Swap.
|
|
|
Pasal
6
|
|
|
Debt Swap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
huruf b dilaksanakan untuk kegiatan sarana dan prasarana di sektor
pendidikan (sekolah), kesehatan (puskesmas, puskesmas keliling, dan/atau
puskesmas pembantu) dan infrastruktur (jalan baru khususnya di pedesaan,
irigasi, jembatan, dan air bersih).
|
|
|
Pasal
7
|
|
|
Kegiatan sarana dan prasarana
yang direncanakan oleh Pemerintah Daerah untuk dibiayai dengan dana yang
bersumber dari DAK, Hibah, dan Dana Penyesuaian tidak dapat diusulkan dalam
rangka Restrukturisasi Pinjaman melalui mekanisme Debt Swap.
|
|
|
Pasal
8
|
|
|
(1)
|
Pemerintah
Daerah yang pada saat ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan ini
mempunyai Tunggakan di atas Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dapat
mengikuti Restrukturisasi Pinjaman Pemerintah Daerah berupa penjadualan
kembali Tunggakan Pokok disertai dengan penghapusan Tunggakan Non Pokok
yang perhitungannya dilakukan dengan cara sebagai berikut:
|
|
|
|
a.
|
Untuk
Tunggakan sampai dengan Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dilakukan penghapusan
Tunggakan Non Pokok yang besarnya dihitung dengan formula:
|
|
|
|
|
|
P1 =
Tunggakan Non Pokok x
Rp5.000.000.000,00
Tunggakan
|
|
|
|
b.
|
Untuk sisa
Tunggakan selebihnya sebagaimana dimaksud pada huruf a, dilakukan
penghapusan Tunggakan Non Pokok melalui mekanisme Debt Swap, yang
besarnya dihitung dengan formula:
|
|
|
|
|
|
P2 =
Tunggakan Non Pokok - P1
|
|
|
(2)
|
Pemerintah
Daerah yang pada saat ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan ini
mempunyai Tunggakan sampai dengan Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dapat mengikuti
Restrukturisasi Pinjaman Pemerintah Daerah berupa:
|
|
|
|
a.
|
penjadualan
kembali Tunggakan Pokok; dan
|
|
|
|
b.
|
penghapusan
seluruh Tunggakan Non Pokok
|
|
|
Bagian
Kedua
Pelaksanaan
Restrukturisasi Pinjaman
|
|
|
Pasal
9
|
|
|
(1)
|
Pelaksanaan
Restrukturisasi Pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ditetapkan
sebagai berikut:
|
|
|
|
a.
|
Penjadualan
kembali Tunggakan atas pokok pinjaman:
|
|
|
|
|
1)
|
Maksimum
selama 4 (empat) tahun untuk Pemerintah Daerah yang mempunyai total
Tunggakan sampai dengan Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
|
|
|
|
|
2)
|
Maksimum
selama 6 (enam) tahun untuk Pemerintah Daerah yang mempunyai total
Tunggakan lebih dari Rp15.000.000.000,00 (lima
belas miliar) sampai dengan Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah).
|
|
|
|
|
3)
|
Maksimum
selama 8 (delapan) tahun untuk Pemerintah Daerah dengan total Tunggakan
lebih dari Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah).
|
|
|
|
|
4)
|
Jangka
waktu sebagaimana dimaksud pada angka 1), angka 2), dan angka 3) berlaku
sejak tanggal ditetapkannya persetujuan Restrukturisasi Pinjaman Pemerintah
Daerah oleh Menteri.
|
|
|
|
b.
|
Jangka
waktu penjadualan Tunggakan atas pokok pinjaman sebagaimana dimaksud pada
huruf a didasarkan atas penilaian Komite terhadap kemampuan keuangan daerah
dengan mempertimbangkan kapasitas fiskal masing-masing Pemerintah Daerah
yang bersangkutan.
|
|
|
|
c.
|
Terhadap
Tunggakan atas pokok pinjaman yang dijadualkan sebagaimana dimaksud pada
huruf a, besaran tingkat suku bunga Tunggakan diberlakukan sama dengan
tingkat suku bunga pada masing-masing Perjanjian Pinjaman/Penerusan
Pinjaman.
|
|
|
(2)
|
Debt
Swap sebagaimana
dimaksud pada Pasal 8 ayat (1) huruf b dapat dilaksanakan dalam beberapa
tahun anggaran dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah namun
harus dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama sama dengan ketentuan
jangka waktu untuk penjadualan kembali Tunggakan atas pokok pinjaman
sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 1), angka 2), dan angka 3).
|
|
|
(3)
|
Dalam hal
rencana Debt Swap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf
b tidak terealisasi sebagaimana yang telah ditetapkan dalam rencana
kegiatan, jumlah Tunggakan Non Pokok yang tidak terealisasi sebagai Debt
Swap diperlakukan sebagai Tunggakan.
|
|
|
BAB
III
TATA CARA RESTRUKTURISASI PINJAMAN
|
|
|
Bagian
Pertama
Pengajuan
Permohonan Restrukturisasi Pinjaman
|
|
|
Pasal
10
|
|
|
(1)
|
Pemerintah
Daerah mengajukan permohonan Restrukturisasi Pinjaman secara tertulis
kepada Menteri melalui Direktur Jenderal Perbendaharaan dengan tembusan
kepada Ketua DPRD.
|
|
|
(2)
|
Dalam
rangka Restrukturisasi Pinjaman Pemerintah Daerah, dilakukan rekonsiliasi
perhitungan seluruh kewajiban Tunggakan atas pinjaman yang dilaksanakan
paling lambat 5 (lima)
hari kerja sejak diterimanya permohonan Restrukturisasi Pinjaman dari
Pemerintah Daerah.
|
|
|
Pasal
11
|
|
|
Pengajuan
permohonan Restrukturisasi Pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10
ayat (1), paling kurang melampirkan dokumen pendukung sebagai berikut:
|
|
|
a.
|
rencana
kegiatan dan anggaran dalam rangka pelaksanaan Debt Swap yang
telah disetujui oleh DPRD;
|
|
|
b.
|
surat pernyataan Pemerintah Daerah yang
disetujui oleh Ketua DPRD untuk memprioritaskan alokasi pembayaran kewajiban
pinjaman dan mengalokasikan dana untuk pembayaran kewajiban pinjaman kepada
Pemerintah Pusat dalam APBD setiap tahunnya dan merealisasikan selama
pinjaman belum lunas sesuai format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I
Peraturan Menteri Keuangan ini;
|
|
|
c.
|
surat
pernyataan Pemerintah Daerah bersedia dipotong DAU dan/atau DBH secara
langsung yang disetujui oleh Ketua DPRD dalam hal terjadi tunggakan atas
pinjaman sesuai format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II Peraturan
Menteri Keuangan ini; dan
|
|
|
d.
|
surat kuasa Pemerintah Daerah kepada Direktur
Jenderal Perimbangan Keuangan selaku KPA Transfer ke Daerah untuk memotong
DAU dan/atau DBH secara langsung yang disetujui oleh Ketua DPRD sesuai
format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III Peraturan Menteri Keuangan
ini.
|
|
|
Pasal
12
|
|
|
Permohonan Restrukturisasi
Pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dan Pasal 11 dapat diajukan paling
lambat 12 (dua belas) bulan setelah ditetapkannya Peraturan Menteri
Keuangan ini.
|
|
|
Pasal
13
|
|
|
Berdasarkan permohonan
Restrukturisasi Pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Komite
melakukan analisa dan evaluasi.
|
|
|
Pasal
14
|
|
|
Dalam
jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak dokumen permohonan
restrukturisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 diterima secara lengkap
dan benar oleh Komite, Komite harus menyelesaikan analisa dan evaluasi
untuk disampaikan kepada Menteri.
|
|
|
Bagian
Kedua
Penetapan Restrukturisasi Pinjaman
|
|
|
Pasal
15
|
|
|
Menteri menetapkan
persetujuan atau penolakan terhadap permohonan Restrukturisasi Pinjaman
yang diajukan oleh Pemerintah Daerah.
|
|
|
Pasal
16
|
|
|
(1)
|
Dalam hal
permohonan cara penyelesaian Piutang Negara sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 disetujui, maka akan dilakukan perubahan atas Perjanjian Pinjaman
dan/atau Perjanjian Penerusan Pinjaman untuk selanjutnya ditandatangani
oleh Kepala Daerah dan Direktur Jenderal.
|
|
|
(2)
|
Direktur
Jenderal menyampaikan fotokopi naskah perubahan Perjanjian Pinjaman
dan/atau perubahan Perjanjian Penerusan Pinjaman sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) kepada:
|
|
|
|
a.
|
Ketua
Badan Pemeriksa Keuangan;
|
|
|
|
b.
|
Direktur
Jenderal Perimbangan Keuangan, Departemen Keuangan;
|
|
|
|
c.
|
Direktur
Jenderal Bina Administrasi Keuangan Daerah, Departemen Dalam Negeri; dan
|
|
|
|
d.
|
Deputi
Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah dan Prasarana, Bappenas.
|
|
|
BAB
IV
PELAPORAN
|
|
|
Pasal
17
|
|
|
(1)
|
Selama
masa pelaksanaan penjadualan pinjaman dan Debt Swap, Pemerintah
Daerah wajib menyampaikan laporan terkait dengan pelaksanaan pembayaran
pinjaman dan Debt Swap kepada Menteri, paling kurang memuat
informasi sebagai berikut:
|
|
|
|
a.
|
alokasi
pembayaran pinjaman dan anggaran Debt Swap tahun anggaran berkenaan;
dan
|
|
|
|
b.
|
realisasi
semesteran dan tahunan pembayaran pinjaman dan realisasi belanja modal
untuk kegiatan Debt Swap.
|
|
|
(2)
|
Informasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diperoleh dengan mendasarkan pada Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah.
|
|
|
BAB
V
EVALUASI DAN PEMANTAUAN
|
|
|
Pasal
18
|
|
|
Direktur Jenderal dapat melakukan
evaluasi dan pemantauan atas pelaksanaan Restrukturisasi Pinjaman dalam
rangka penyelesaian Piutang Negara pada Pemerintah Daerah.
|
|
|
BAB
VI
PENGHAPUSAN
|
|
|
Bagian
Pertama
Kriteria
Penghapusan
|
|
|
Pasal
19
|
|
|
(1)
|
Piutang
Negara yang bersumber dari Penerusan Pinjaman Luar Negeri, Rekening Dana
Investasi (RDI), dan Rekening Pembangunan Daerah (RPD) dapat dilakukan
penghapusan secara bersyarat atau penghapusan secara mutlak dari pembukuan
pemerintah.
|
|
|
(2)
|
Penghapusan
secara bersyarat Piutang Negara pada Pemerintah Daerah ditetapkan setelah
disetujuinya usul penjadualan kembali pinjaman dan pelaksanaan kegiatan Debt
Swap.
|
|
|
(3)
|
Penghapusan
secara mutlak Piutang Negara pada Pemerintah Daerah dilakukan paling cepat
2 (dua) tahun setelah dipenuhinya kewajiban pelaksanaan Debt Swap.
|
|
|
(4)
|
Pelaksanaan
penghapusan secara mutlak Piutang Negara pada Pemerintah Daerah dilakukan
terhadap realisasi kegiatan debt swap yang tercantum dalam
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah yang telah diaudit.
|
|
|
Bagian
Kedua
Kewenangan
Penetapan Penghapusan
|
|
|
Pasal
20
|
|
|
Penetapan penghapusan secara bersyarat
atau penghapusan secara mutlak atas Piutang Negara pada Pemerintah Daerah
dilakukan oleh:
|
|
|
a.
|
Menteri untuk jumlah sampai
dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah);
|
|
|
b.
|
Presiden untuk jumlah lebih dari
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) sampai dengan Rp
100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah); dan
|
|
|
c.
|
Presiden dengan persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat untuk jumlah lebih dari Rp100.000.000.000,00
(seratus miliar rupiah).
|
|
|
BAB
VII
PERCEPATAN PELUNASAN PINJAMAN
|
|
|
Pasal
21
|
|
|
(1)
|
Pemerintah
Daerah dapat melakukan percepatan pelunasan pinjaman yang bersumber dari
Penerusan Pinjaman Luar Negeri, Rekening Dana Investasi (RDI), dan Rekening
Pembangunan Daerah (RPD).
|
|
|
(2)
|
Pemerintah
Daerah yang melakukan percepatan pelunasan pinjaman sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dapat diberikan keringanan berupa penghapusan Tunggakan Non
Pokok maksimum 2% (dua perseratus) dari jumlah piutang negara yang
seharusnya dilunasi.
|
|
|
(3)
|
Dalam hal
Pemerintah Daerah melakukan percepatan pelunasan pinjaman lebih dari
1 (satu) Perjanjian Pinjaman dan/atau Perjanjian Penerusan pinjaman, maka
pemberian penghapusan Tunggakan Non Pokok sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dihitung berdasarkan masing-masing Perjanjian Pinjaman dan/atau
Perjanjian Penerusan Pinjaman.
|
|
|
(4)
|
Percepatan
pelunasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan oleh Pemerintah
Daerah kepada Menteri melalui Direktur Jenderal.
|
|
|
BAB
VIII
CUT OFF DATE
|
|
|
Pasal
22
|
|
|
Tanggal ditetapkan Peraturan Menteri
Keuangan ini berlaku sebagai Cut off Date perhitungan piutang negara.
|
|
|
BAB
IX
SANKSI
|
|
|
Pasal
23
|
|
|
Terhadap Tunggakan pinjaman
yang telah dijadualkan kembali, Pemerintah Daerah dikenakan sanksi berupa pemotongan
atas penyaluran DAU dan/atau DBH tahun anggaran berkenaan sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan
|
|
|
BAB
X
KETENTUAN PERALIHAN
|
|
|
Pasal
24
|
|
|
(1)
|
Terhadap
kewajiban pembayaran pokok pinjaman dan bunga serta biaya-biaya lain yang
jatuh tempo setelah cut off date sampai dengan ditetapkannya
Perubahan Perjanjian Pinjaman/Perjanjian Penerusan Pinjaman, tetap berlaku
ketentuan sesuai masing-masing Perjanjian Pinjaman/Perjanjian Penerusan
Pinjaman.
|
|
|
(2)
|
Dalam hal
terjadi keterlambatan pembayaran kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), maka kewajiban tersebut akan diperhitungkan menjadi satu kesatuan
dengan pembayaran kewajiban yang ditetapkan dalam Perubahan Perjanjian,
Pinjaman/Perjanjian Penerusan Pinjaman.
|
|
|
BAB
XI
KETENTUAN PENUTUP
|
|
|
Pasal
25
|
|
|
Peraturan Menteri Keuangan
ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
|
|
|
Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini
dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Ditetapkan di Jakarta
|
|
|
|
|
|
|
|
pada tanggal 22 Oktober 2008
|
|
|
|
|
|
|
|
MENTERI KEUANGAN
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
SRI MULYANI INDRAWATI
|