UNDANG-UNDANG REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1999
TENTANG
PEMERINTAHAN
DAERAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
ESA
PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA
Menimbang :
- bahwa sistem pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia menurut Undang-undang Dasar 1945 memberikan
keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah;
- bahwa dalam penyelenggaraan Otonomi
Daerah, dipandang perlu untuk lebih menekankan pada prinsip-prinsip
demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta
memperhatikan potensi dan keanekaragaman Daerah;
- bahwa dalam menghadapi perkembangan
keadaan, baik di dalam maupun di luar negeri, serta tantangan
persaingan global, dipandang perlu menyelenggarakan Otonomi Daerah
dengan memberikan wewenang yang luas, nyata, dan bertanggung jawab
kepada daerah secara proporsional, yang diwujudkan dengan pengaturan,
pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional, serta perimbangan
keuangan Pusat dan Daerah, sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi,
peran serta masyarakat, pemerataan, dan keadilan, serta potensi dan
keanekaragaman Daerah, yang dilaksanakan dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia;
- bahwa Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974
tentang Pokok-pokok Pemerintahan Di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974
Nomor 38; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037) tidak sesuai dengan
lagi dengan prinsip penyelenggaraan Otonomi Daerah dan perkembangan
keadaan, sehingga perlu diganti;
- bahwa Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979
tentang Pemerintahan Desa (Lembaran Negara Tahun 1979 Nomor 56,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3153) yang menyeragamkan nama, bentuk,
susunan dan kedudukan pemerintahan Desa, tidak sesuai dengan jiwa
Undang-undang Dasar 1945 dan perlunya mengakui serta menghormati hak
asal-usul Daerah yang bersifat istimewa sehingga perlu diganti;
- bahwa berhubung dengan itu, perlu
ditetapkan Undang-undang mengenai Pemerintahan Daerah untuk mengganti
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Di
Daerah dan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan
Desa;
Mengingat :
- Pasal 1 ayat (1), Pasal 5 ayat (1), Pasal
18, dan Pasal 20 ayat (1) Undang-undang Dasar 1945;
- Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia Nomor X/MPR/1998 tentang Pokok-pokok Reformasi
Pembangunan dalam Rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan
Nasional sebagai Haluan Negara;
- Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang
Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme;
- Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi
Daerah; Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional
yang Berkeadilan, serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam
Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
- Undang-undang Nomor 4 Tahun 1999 tentang
Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999
Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3811);
Dengan
Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PEMERINTAHAN
DAERAH
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan
:
- Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut
Pemerintah, adalah perangkat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
terdiri dari Presiden beserta para menteri.
- Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah
beserta perangkat Daerah Otonom yang lain sebagai Badan Eksekutif
Daerah.
- Dewan Perwakilan Daerah, selanjutnya disebut
DPRD, adalah Badan Legislatif Daerah.
- Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah Otonom oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas
Desentralisasi.
- Desentralisasi adalah penyerahan wewenang
pemerintahan oleh pemerintah kepada Daerah Otonom dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
- Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang
dari Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan atau
perangkat pusat di Daerah.
- Tugas Pembantuan adalah penugasan dari
Pemerintah kepada Daerah dan Desa dan dari Daerah ke Desa untuk
melaksanakan tugas tertentu yang disertai pembiayaan, sarana dan
prasarana serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan
pelaksanaannya dan mempertanggungjawabkannya kepada yang menugaskan.
- Otonomi Daerah adalah kewenangan Daerah
Otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai
peraturan perundang-undangan.
- Daerah Otonom, selanjutnya disebut Daerah,
adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu
berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
- Wilayah Administrasi adalah wilayah kerja
Gubernur selaku wakil Pemerintah.
- Instansi Vertikal adalah perangkat
Departemen dan atau Lembaga Pemerintah Non-Departemen di Daerah.
- Pejabat yang berwenang adalah pejabat
Pemerintah di tingkat Pusat dan atau pejabat Pemerintah di Daerah
Propinsi yang berwenang membina dan mengawasi penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah.
- Kecamatan adalah wilayah kerja Camat sebagai
perangkat Daerah Kabupaten dan Daerah Kota.
- Kelurahan adalah wilayah kerja Lurah sebagai
perangkat Daerah Kabupaten dan/atau Daerah Kota di bawah Kecamatan.
- Desa atau yang disebut dengan nama lain,
selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki
kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat
berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat yang diakui dalam
sistem Pemerintahan Nasional dan berada di Daerah Kabupaten.
- Kawasan Perdesaan adalah kawasan yang
mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya
alam, dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan,
pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
- Kawasan Perkotaan adalah kawasan yang
mempunyai kegiatan utama bukan pertanian, dengan susunan fungsi kawasan
sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan
jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
BAB II
PEMBAGIAN DAERAH
Pasal 2
- Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
dibagi dalam Daerah Propinsi, Daerah Kabupaten, dan Daerah Kota yang
bersifat otonom.
- Daerah Propinsi berkedudukan juga sebagai
Wilayah Administrasi.
Pasal 3
Wilayah Daerah Propinsi, sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (1), terdiri atas wilayah darat dan wilayah laut sejauh
dua belas mil laut yang diukur dan garis pantai ke arah laut lepas dan
atau ke arah perairan kepulauan.
BAB III
PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN
DAERAH
Pasal 4
- Dalam rangka pelaksanaan asas Desentralisasi
dibentuk dan disusun Daerah Propinsi, Daerah Kabupaten, dan Daerah Kota
yang berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.
- Daerah-daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), masing-masing, berdiri sendiri dan tidak mempunyai hubungan
hierarki satu sama lain.
Pasal 5
- Daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan
kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial-budaya, sosial-politik, jumlah
penduduk, luas daerah, dan pertimbangan lain yang memungkinkan
terselenggaranya Otonomi Daerah.
- Pembentukan, nama, batas, dan ibukota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Undang-undang.
- Perubahan batas yang tidak mengakibatkan
penghapusan suatu Daerah, perubahan nama Daerah, serta perubahan nama
dan pemindahan ibukota Daerah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
- Syarat-syarat Pembentukan Daerah,
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 6
- Daerah yang tidak mampu menyelenggarakan
Otonomi Daerah dapat dihapus dan atau digabung dengan Daerah lain.
- Daerah dapat dimekarkan menjadi lebih dari
satu daerah.
- Kriteria tentang penghapusan, penggabungan,
dan pemekaran Dearah, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2),
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
- Penghapusan, penggabungan dan pemekaran
Daerah, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), ditetapkan
dengan Undang-undang.
BAB IV
KEWENANGAN
DAERAH
Pasal 7
- Kewenangan Daerah mencakup kewenangan dalam
seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik
luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama,
serta kewenangan bidang lain.
- Kewenangan bidang lain, sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), meliputi kebijakan tentang perencanaan nasional dan
pengendalian pembangunan nasional secara makro, dana perimbangan
keuangan, sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara,
pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia, pendayagunaan sumber
daya alam serta teknologi tinggi yang strategis, konservasi, dan
standarisasi nasional.
Pasal 8
- Kewenangan Pemerintahan yang diserahkan
kepada Daerah dalam rangka desentralisasi harus disertai dengan
penyerahan dan pengalihan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber
daya manusia sesuai dengan kewenangan yang diserahkan tersebut.
- Kewenangan Pemerintah yang dilimpahkan
kepada Gubernur dalam rangka dekonsentrasi harus disertai dengan
pembiayaan sesuai dengan kewenangan yang dilimpahkan tersebut.
Pasal 9
- Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom
mencakup kewenangan dalam bidang pemerintahan yang bersifat lintas
Kabupaten dan Kota, serta kewenangan dalam bidang pemerintahan tertentu
lainnya.
- Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom
termasuk juga kewenangan yang tidak atau belum dapat dilaksanakan Daerah
Kabupaten dan Daerah Kota.
- Kewenangan Propinsi sebagai Wilayah
Administrasi mencakup kewenangan dalam bidang pemerintahan yang
dilimpahkan kepada Gubernur selaku wakil Pemerintah.
Pasal 10
- Daerah berwenang mengelola sumber daya
nasional yang tersedia di wilayahnya dan bertanggung jawab memelihara
kelestarian lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
- Kewenangan Daerah di wilayah laut,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, meliputi :
- eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan
pengelolaan kekayaan laut sebatas wilayah laut tersebut;
- pengaturan kepentingan administratif
- pengaturan tata ruang;
- penegakan hukum terhadap peraturan yang
dikeluarkan oleh Daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh
Pemerintah; dan
- bantuan penegakan keamanan dan kedaulatan
negara.
- Kewenangan Daerah Kabupaten dan Daerah Kota
di wilayah laut, sebagaimana dimaksud pada ayat (2), adalah sejauh
sepertiga dari batas laut Daerah Propinsi.
- Pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 11
- Kewenangan Daerah Kabupaten dan Daerah Kota
mencakup semua kewenangan pemerintahan selain kewenangan yang
dikecualikan dalam Pasal dan yang diatur dalam Pasal 9.
- Bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan
oleh Daerah Kabupaten dan Daerah Kota meliputi pekerjaan umum,
kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri
dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertanahan,
koperasi, dan tenaga kerja.
Pasal 12
Pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan Pasal 9 ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 13
(1) Pemerintah dapat menugaskan kepada Daerah
tugas-tugas tertentu dalam rangka tugas pembantuan disertai pembiayaan,
sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia dengan kewajiban
melaporkan pelaksanaannya dan mempertanggung jawabkannya kepada
pemerintah. (2) Setiap penugasan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.
BAB V
BENTUK DAN SUSUNAN PEMERINTAHAN
DAERAH
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 14
- Di daerah dibentuk DPRD sebagai Badan
Legislatif Daerah dan Pemerintah Daerah sebagai Badan Eksekutif Daerah.
- Pemerintah Daerah terdiri atas Kepala Daerah
beserta perangkat Daerah lainnya.
Bagian Kedua
Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah
Pasal 15
Kedudukan, susunan, tugas, wewenang, hak,
keanggotaan, pimpinan, dan alat kelengkapan DPRD diatur dengan
Undang-undang.
Pasal 16
- DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat di
Daerah merupakan wahana untuk melaksanakan demokrasi berdasarkan
Pancasila.
- DPRD sebagai Badan Legislatif Daerah
berkedudukan sejajar dan menjadi mitra dari Pemeritah Daerah.
Pasal 17
- Keanggotaan DPRD dan jumlah anggota DPRD
ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
- Alat kelengkapan DPRD terdiri atas pimpinan,
komisi-komisi, dan panitia-panitia.
- DPRD membentuk fraksi-fraksi yang bukan
merupakan alat kelengkapan DPRD.
- Pelaksanaan ketentuan, sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dan ayat (3), diatur dengan Peraturan Tata Tertib DPRD.
Pasal 18
- DPRD mempunyai tugas dan wewenang :
- memilih Gubernur/Wakil Gubernur,
Bupati/Wakil Bupati, dan Walikota/Wakil Walikota;
- memilih anggota Majelis Permusyawaratan
Rakyat dari Utusan Daerah;
- mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian
Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan Walikota/Wakil
Walikota;
- bersama dengan Gubernur, Bupati, atau
Walikota membentuk Peraturan Daerah.
- bersama dengan Gubernur, Bupati, atau
Walikota menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
- melaksanakan pengawasan terhadap :
- pelaksanaan Peraturan Daerah dan
peraturan perundang-undangan lain;
- pelaksanaan Keputusan Gubernur, Bupati,
dan Walikota;
- pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah;
- kebijakan Pemerintah Daerah; dan
- pelaksanaan kerjasama internasional di
Daerah;
- memberikan pendapat dan pertimbangan
kepada Pemerintah terhadap rencana perjanjian internasional yang
menyangkut kepentingan Daerah; dan
- menampung dan menindaklanjuti aspirasi
Daerah dan masyarakat..
- Pelaksanaan tugas dan wewenang, sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD.
Pasal 19
- DPRD mempunyai hak :
- meminta pertanggungjawaban Gubernur,
Bupati, dan Walikota;
- meminta keterangan kepada Pemerintah
Daerah;
- mengadakan penyelidikan;
- mengadakan perubahan atas Rancangan
Peraturan Daerah;
- mengajukan pernyataan pendapat;
- mengajukan Rancangan Peraturan Daerah;
- menentukan Anggaran Belanja DPRD; dan
- menetapkan Peraturan Tata Tertib DPRD
- Pelaksanaan hak, sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD.
Pasal 20
- DPRD dalam melaksanakan tugasnya berhak
meminta pejabat negara, pejabat pemerintah, atau warga masyarakat untuk
memberikan keterangan tentang suatu hal yang perlu ditangani demi
kepentingan negara, bangsa, pemerintahan dan pembangunan.
- Pejabat negara, pejabat pemerintah, atau
warga masyarakat yang menolak permintaan, sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diancam dengan pidana kurungan paling lama satu tahun karena
merendahkan martabat dan kehormatan DPRD.
- Pelaksanaan hak, sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2), diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD.
Pasal 21
- Anggota DPRD mempunyai hak :
- pengajuan pertanyaan;
- protokoler; dan
- keuangan/administrasi.
- Pelaksanaan hak, sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD.
Pasal 22
DPRD mempunyai kewajiban :
- mempertahankan dan memelihara keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
- mengamalkan Pancasila dan Undang-undang
Dasar 1945, serta mentaati segala peraturan perundang-undangan.
- membina kesejahteraan rakyat di daerah
berdasarkan demokrasi ekonomi; dan
- memperhatikan dan menyalurkan aspirasi,
menerima keluhan dan pengaduan masyarakat, serta memfasilitasi tindak
lanjut penyelesaiannya.
Pasal 23
- DPRD mengadakan rapat secara berkala
sekurang-kurangnya enam kali dalam setahun.
- Kecuali yang dimaksud pada ayat (1), atas
permintaan sekurang-kurangnya seperlima dari jumlah anggota atau atas
permintaan Kepala Daerah, Ketua DPRD dapat mengundang anggotanya untuk
mengadakan rapat selambat-lambatnya dalam waktu satu bulan setelah
permintaan itu diterima.
- DPRD mengadakan rapat atas undangan ketua
DPRD.
- Pelaksanaan ketentuan, sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), ditetapkan dengan Peraturan Tata
Tertib DPRD
Pasal 24
Peraturan Tata Tertib DPRD ditetapkan dengan
Keputusan DPRD.
Pasal 25
Rapat-rapat DPRD bersifat terbuka untuk umum,
kecuali yang dinyatakan tertutup berdasarkan Peraturan Tata Tertib DPRD
atas asas kesepakatan di antara pimpinan DPRD.
Pasal 26
Rapat tertutup dapat mengambil keputusan,
kecuali mengenai :
- pemilihan Ketua/Wakil Ketua DPRD;
- pemilihan Kepala Daerah/Wakil Daerah;
- pemilihan anggota Majelis Permusyawaratan
Rakyat Utusan Daerah;
- Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
- penetapan perubahan dan penghapusan pajak
dan retribusi;
- utang piutang, pinjaman, dan pembebanan
kepada Daerah;
- Badan Usaha Milik Daerah;
- penghapusan tagihan sebagian atau
seluruhnya;
- persetujuan penyelesaian perkara perdata
secara damai; dan kebijakan tata ruang.
Pasal 27
Anggota DPRD tidak dapat dituntut di pengadilan
karena pernyataan dan atau pendapat yang dikemukakan dalam rapat DPRD,
baik terbuka maupun tertutup, yang diajukannya secara lisan atau tertulis,
kecuali jika yang bersangkutan mengumumkan apa yang disepakati dalam rapat
tertutup untuk dirahasiakan atau hal-hal yang dimaksud oleh ketentuan
mengenai pengumuman rahasia negara dalam buku kedua Bab I Kitab
Undang-undang Hukum Pidana.
Pasal 28
- Tindakan penyidikan terhadap anggota DPRD
dapat dilaksanakan atas persetujuan tertulis Menteri Dalam Negeri bagi
anggota DPRD Propinsi dan Gubernur bagi anggota DPRD Kabupaten dan Kota,
kecuali jika yang bersangkutan tertangkap tangan melakukan tindak pidana
kejahatan.
- Dalam hal anggota DPRD tertangkap tangan
melakukan tindak pidana, sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
selambat-lambatnya dalam tempo 2 kali 24 jam diberitahukan secara
tertulis kepada Menteri Dalam Negeri dan/atau Gubernur.
Bagian Ketiga
Sekretariat DPRD
Pasal 29
- Sekretariat DPRD membantu DPRD dalam
menyelenggarakan tugas dan kewenangannya.
- Sekretariat DPRD dipimpin oleh seorang
Sekretaris DPRD yang diangkat oleh Kepala Daerah dari Pegawai Negeri
Sipil yang memenuhi syarat atas persetujuan pimpinan DPRD.
- (3) Sekretaris DPRD dalam melaksanakan
tugasnya berada di bawah dan bertanggung jawab kepada pimpinan DPRD.
- Sekretaris DPRD dapat menyediakan tenaga
ahli dengan tugas membantu anggota DPRD dalam menjalankan fungsinya.
- Anggaran Belanja Sekretaris DPRD ditetapkan
dengan keputusan DPRD dan dicantumkan dalam Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah.
Bagian Keempat
Kepala Daerah
Pasal 30
Setiap Daerah dipimpin oleh seseorang Kepala
Daerah sebagai kepala eksekutif yang dibantu oleh seseorang Wakil Kepala
Daerah.
Pasal 31
- Kepala Daerah Propinsi disebut Gubernur,
yang karena jabatannya adalah juga sebagai wakil Pemerintah.
- Dalam
menjalankan tugas dan kewenangannya sebagai Kepala Daerah, Gubernur
bertanggung jawab kepada DPRD Propinsi.
��������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������
- Tata cara pelaksanaan pertanggungjawaban,
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan dengan Peraturan Tata
Tertib DPRD sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Pemerintah.
- Dalam kedudukan sebagai wakil Pemerintah,
Gubernur berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.
- Tata cara pelaksanaan pertanggungjawaban,
sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ditetapkan oleh Pemerintah.
Pasal 32
- Kepala Daerah Kabupaten disebut Bupati.
- Kepala Daerah Kota disebut Walikota.
- Dalam menjalankan tugas dan kewenangannya
selaku Kepala Daerah, Bupati/Walikota bertanggung jawab kepada Daerah
Kabupaten/Kota.
- Tata cara pelaksanaan pertanggungjawaban,
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ditetapkan dalam Peraturan Tata
Tertib DPRD sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Pemerintah.
Pasal 33
Yang ditetapkan menjadi Kepala Daerah adalah
warga negara Republik Indonesia dengan syarat-syarat :
- bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
- setia dan taat kepada Negara Kesatuan
Republik Indonesia dan Pemerintah yang sah;
- tidak pernah terlibat dalam kegiatan yang
mengkhianati Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 yang dinyatakan dengan surat
keterangan Ketua Pengadilan Negeri;
- berpendidikan sekurang-kurangnya Sekolah
Lanjutan Tingkat Atas dan/atau sederajat;
- berumur sekurang-kurangnya tiga puluh tahun;
- sehat jasmani dan rohani;
- nyata-nyata tidak terganggu jiwa/ingatannya;
- tidak pernah dihukum penjara karena
melakukan tindak pidana;
- tidak sedang dicabut hak pilihnya
berdasarkan keputusan pengadilan negeri;
- mengenal daerahnya dan dikenal oleh
masyarakat di daerahnya;
- menyerahkan daftar kekayaan pribadi; dan
- bersedia dicalonkan menjadi Kepala Daerah;
Pasal 34
- Pengisian jabatan Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah dilakukan oleh DPRD melalui pemilihan secara bersamaan.
- Calon Kepala Daerah dan calon Wakil Kepala
Daerah, ditetapkan oleh DPRD melalui tahap pencalonan dan pemilihan.
- Untuk pencalonan dan pemilihan Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah, dibentuk Panitia Pemilihan.
- Ketua dan para Wakil Ketua DPRD karena
jabatannya adalah Ketua dan Wakil Ketua Panitia Pemilihan merangkap
sebagai anggota.
- Sekretaris DPRD karena jabatannya adalah
Sekretaris Panitia Pemilihan, tetapi bukan anggota.
Pasal 35
- Panitia Pemilihan, sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 34 ayat (3), bertugas :
- melakukan pemeriksaan berkas identitas
mengenai bakal calon berdasarkan persyaratan yang telah ditetapkan
dalam Pasal 33;
- melakukan kegiatan teknis pemilihan calon;
dan
- menjadi penanggung jawab penyelenggaraan
pemilihan.
- Bakal calon Kepala Daerah dan bakal calon
Wakil Kepala Daerah yang memenuhi persyaratan sesuai dengan hasil
pemeriksaan yang dilakukan oleh Panitia Pemilihan, sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), diajukan kepada DPRD untuk ditetapkan sebagai calon
Kepala Daerah dan calon Wakil Kepala Daerah.
Pasal 36
- Setiap fraksi melakukan kegiatan penyaringan
pasangan bakal calon sesuai dengan syarat yang ditetapkan dalam Pasal
33.
- Setiap fraksi menetapkan pasangan bakal
calon Kepala Daerah dan bakal calon Wakil Kepala Daerah dan
menyampaikannya dalam rapat paripurna kepada pimpinan DPRD.
- Dua fraksi atau lebih dapat secara
bersama-sama mengajukan pasangan bakal calon Kepala Daerah dan bakal
calon Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 37
- Dalam Rapat Paripurna DPRD, setiap fraksi
atau beberapa fraksi memberikan penjelasan mengenai bakal calonnya.
- Pimpinan DPRD mengundang bakal calon
dimaksud untuk menjelaskan visi, misi, serta rencana-rencana kebijakan
apabila bakal calon dimaksud terpilih sebagai Kepala Daerah.
- Anggota DPRD dapat melakukan tanya jawab
dengan para bakal calon.
- Pimpinan DPRD dan pimpinan fraksi-fraksi
melakukan penilaian atas kemampuan dan kepribadian para bakal calon dan
melalui musyawarah atau pemungutan suara menetapkan sekurang-kurangnya
dua pasang calon Kepala Daerah dan calon Wakil Kepala Daerah yang akan
dipilih satu pasang di antaranya oleh DPRD.
Pasal 38
- Nama-nama calon Gubernur dan calon Wakil
Gubernur yang telah ditetapkan oleh Pimpinan DPRD dikonsultasikan dengan
Presiden.
- Nama-nama calon Bupati dan calon Wakil
Bupati serta calon Walikota dan Wakil Walikota yang akan dipilih oleh
DPRD ditetapkan dengan keputusan Pimpinan DPRD.
Pasal 39
- Pemilihan calon Kepala Daerah dan calon
Wakil Kepala Daerah dilaksanakan dalam Rapat Paripurna DPRD yang
dihadiri oleh sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah anggota DPRD.
- Apabila jumlah anggota DPRD belum mencapai
kuorum, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pimpinan rapat dapat menunda
rapat paling lama satu jam.
- Apabila ketentuan, sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), belum dicapai, rapat paripurna diundur paling lama satu jam
lagi dan selanjutnya pemilihan calon Kepala Daerah dan calon Wakil
Kepala Daerah tetap dilaksanakan.
Pasal 40
- Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah dilaksanakan secara langsung, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
- Setiap anggota DPRD dapat memberikan
suaranya kepada satu pasang calon Kepala Daerah dan calon Wakil Kepala
Daerah dari pasangan calon yang telah ditetapkan oleh pimpinan DPRD,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (4).
- Pasangan calon Kepala Daerah dan calon
Kepala Daerah yang memperoleh suara terbanyak pada pemilihan,
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan sebagai Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah oleh DPRD dan disahkan oleh Presiden.
Pasal 41
Kepala Daerah mempunyai masa jabatan lima tahun
dan dapat dipilh kembali hanya untuk sekali masa jabatan.
Pasal 42
- Kepala Daerah dilantik oleh Presiden atau
pejabat lain yang ditunjuk untuk bertindak atas nama Presiden.
- Sebelum memangku jabatannya, Kepala Daerah
mengucapkan sumpah/janji.
- Susunan kata-kata sumpah/janji dimaksud
adalah sebagai berikut :
"Demi Allah (Tuhan), saya bersumpah/berjanji
bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya selaku Gubernur/Bupati/ Walikota
dengan sebaik-baiknya, sejujur-jujurnya, dan seadil-adilnya, bahwa saya
akan selalu taat dalam mengamalkan dan mempertahankan Pancasila sebagai
dasar negara; dan bahwa saya akan menegakkan kehidupan demokrasi dan
Undang-undang Dasar 1945 sebagai konstitusi negara serta segala
peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi Daerah dan Negara
Kesatuan Republik Indonesia" .
- Tata cara pengucapan sumpah/janji dan
pelantikan bagi Kepala Daerah ditetapkan oleh Pemerintah.
Bagian
Kelima
Kewajiban Kepala
Daerah
Pasal 43
Kepala Daerah mempunyai kewajiban :
- mempertahankan dan memelihara keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana cita-cita Proklamasi
Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945;
- memegang teguh Pancasila dan Undang-undang
Dasar 1945;
- menghormati kedaulatan rakyat;
- menegakkan seluruh peraturan
perundang-undangan;
- meningkatkan taraf kesejahteraan rakyat;
- memelihara ketentraman dan ketertiban
masyarakat;dan
- mengajukan Rancangan Peraturan Daerah dan
menetapkannya sebagai Peraturan Daerah bersama dengan DPRD.
Pasal 44
- Kepala Daerah memimpin penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD.
- Dalam menjalankan tugas dan kewajibannya,
Kepala Daerah bertanggung jawab kepada DPRD.
- Kepala Daerah wajib menyampaikan laporan dan
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada Presiden melalui Menteri
Dalam Negeri dengan tembusan kepada Gubernur bagi Kepala Daerah
Kabupaten dan Kepala Daerah Kota, sekurang-kurangnya sekali dalam satu
tahun, atau jika dipandang perlu oleh Kepala Daerah atau apabila diminta
oleh Presiden.
Pasal 45
- Kepala Daerah wajib menyampaikan
pertanggungjawaban kepada DPRD pada setiap akhir tahun anggaran.
- Kepala Daerah wajib memberikan
pertanggungjawaban kepada DPRD untuk hal tertentu atas permintaan DPRD
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2).
Pasal 46
- Kepala Daerah yang ditolak
pertanggungjawabannya, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45, baik
pertanggungjawaban kebijakan pemerintahan maupun pertanggungjawaban
keuangan, harus melengkapi dan/atau menyempurnakannya dalam jangka waktu
paling lama tiga puluh hari.
- Kepala Daerah yang sudah melengkapi dan/atau
menyempurnakan pertanggungjawabannya menyampaikannya kembali kepada
DPRD, sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
- Bagi Kepala Daerah yang
pertanggungjawabannya ditolak kedua kalinya, DPRD dapat mengusulkan
pemberhentiannya kepada Presiden.
- Tata cara, sebagaimana dimaksud pada ayat
(3), ditetapkan oleh Pemerintah.
Pasal 47
Kepala Daerah mewakili daerahnya di dalam dan
di luar pengadilan, dan dapat menunjuk kuasa untuk
mewakilinya.
Bagian Keenam
Larangan Bagi Kepala
Daerah
Pasal 48
Kepala Daerah dilarang :
- turut serta dalam perusahaan, baik milik
swasta maupun milik Negara/Dearah, atau dalam yayasan bidang apapun
juga;
- membuat keputusan yang secara khusus
memberikan keuntungan bagi dirinya, anggota keluarganya, kroninya,
golongan tertentu, atau kelompok politiknya yang secara nyata merugikan
kepentingan umum atau mendiskriminasikan warga negara dan golongan
masyarakat lain;
- melakukan pekerjaan lain yang memberikan
keuntungan bagi dirinya, baik secara langsung maupun tidak langsung,
yang berhubungan dengan Daerah yang bersangkutan.
- menerima uang, barang, dan/jasa dari pihak
lain yang patut dapat diduga akan mempengaruhi keputusan atau tindakan
yang akan dilakukannya;dan
- menjadi advokat atau kuasa hukum dalam suatu
perkara di pengadilan, selain yang dimaksud dalam Pasal 47.
Bagian Ketujuh
Pemberhentian Kepala
Daerah
Pasal 49
Kepala Daerah berhenti atau diberhentikan
karena :
- meninggal dunia;
- mengajukan berhenti atas permintaan sendiri;
- berakhir masa jabatannya dan telah dilantik
pejabat yang baru;
- tidak lagi memenuhi syarat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 33.
- melanggar sumpah/janji sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 47 ayat (3);
- melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 48; dan
- mengalami krisis kepercayaan publik yang
luas akibat kasus yang melibatkan tanggung jawabnya, dan keterangannya
atas kasus ini ditolak oleh DPRD.
Pasal 50
- Pemberhentian Kepala Daerah karena
alasan-alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ditetapkan dengan
Keputusan DPRD dan disahkan oleh Presiden.
- Keputusan DPRD, sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah
anggota DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya
dua pertiga dari jumlah anggota yang hadir.
Pasal 51
Kepala Daerah diberhentikan oleh Presiden tanpa
melalui Keputusan DPRD apabila terbukti melakukan tindak pidana kejahatan
yang diancam dengan hukuman lima tahun atau lebih, atau diancam dengan
hukuman mati sebagaimana yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum
Pidana.
Pasal 52
- Kepala Daerah yang diduga melakukan makar
dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan
Republik Indonesia diberhentikan untuk sementara dari jabatannya oleh
Presiden tanpa melalui Keputusan DPRD.
- Kepala Daerah yang terbukti melakukan makar
dan perbuatan yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang dinyatakan dengan keputusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum yang tetap diberhentikan dari jabatannya oleh
Presiden, tanpa persetujuan DPRD.
- Kepala Daerah yang setelah melalui proses
peradilan ternyata tidak terbukti melakukan makar dan perbuatan yang
dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia, sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), diaktifkan kembali dan direhabilitasi selaku
Kepala Daerah sampai akhir masa jabatannya.
Pasal 53
- DPRD memberitahukan akan berakhirnya masa
jabatan Kepala Daerah secara tertulis kepada yang bersangkutan, enam
bulan sebelumnya.
- Dengan adanya pemberitahuan, sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Kepala Daerah mempersiapkan pertanggungjawaban
akhir masa jabatannya kepada DPRD dan menyampaikan pertanggungjawaban
tersebut selambat-lambatnya empat bulan setelah pemberitahuan.
Pasal 54
Kepala Daerah yang ditolak
pertanggungjawabannya oleh DPRD, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53,
tidak dapat dicalonkan kembali sebagai Kepala Daerah dalam masa jabatannya
berikutnya.
Bagian
Kedelapan
Tindakan Penyidikan Terhadap
Kepala Daerah
Pasal 55
- Tindakan penyidikan terhadap Kepala Daerah
dilaksanakan setelah adanya persetujuan tertulis dari Presiden.
- Hal-hal yang dikecualikan dari ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah :
- tertangkap tangan melakukan tindak pidana
kejahatan yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih;
dan
- dituduh telah melakukan tindak pidana
kejahatan yang diancam dengan hukuman mati.
- Setelah tindakan penyidikan, sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilakukan, hal itu harus dilaporkan kepada
Presiden selambat-lambatnya dalam 2 kali 24 jam.
Bagian Kesembilan
Wakil Kepala Daerah
Pasal 56
- Di setiap Daerah terdapat seorang Wakil
Kepala Daerah.
- Wakil Kepala Daerah dilantik oleh Presiden
atau pejabat lain yang ditunjuk, bersamaan dengan pelantikan Kepala
Daerah.
- Sebelum memangku jabatannya, Wakil Kepala
Daerah mengucapkan sumpah/janji.
- Susunan kata-kata sumpah/janji dimaksud
adalah sebagai berikut :
"Demi Allah (Tuhan), saya bersumpah/berjanji
bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya selaku Wakil Gubernur/Wakil
Bupati/Wakil Walikota dengan sebaik-baiknya, sejujur-jujurnya, dan
seadil-adilnya, bahwa saya akan selalu taat dalam mengamalkan dan
mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara; dan bahwa saya akan
menegakkan kehidupan demokrasi dan Undang-undang Dasar 1945 sebagai
konstitusi negara serta segala peraturan perundang-undangan yang berlaku
bagi Daerah dan Negara Kesatuan Republik Indonesia" .
- Ketentuan-ketentuan, sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 33, Pasal 41, Pasal 43 kecuali huruf g, Pasal 47 sampai
dengan Pasal 54, berlaku juga bagi Wakil Kepala Daerah.
- Wakil Kepala Daerah Propinsi disebut Wakil
Gubernur, Wakil Kepala Daerah Kabupaten disebut Wakil Bupati, Wakil
Kepala Daerah Kota disebut Wakil Walikota.
Pasal 57
- Wakil Kepala Daerah mempunyai tugas :
- membantu Kepala Daerah dalam melaksanakan
kewajibannya;
- mengkoordinasikan kegiatan instansi
pemerintahan di Daerah;dan
- melaksanakan tugas-tugas lain yang
diberikan oleh Kepala Daerah.
- Wakil Kepala Daerah bertanggung jawab kepada
Kepala Daerah.
- Wakil Kepala Daerah melaksanakan tugas dan
wewenang Kepala Daerah apabila Kepala Daerah berhalangan.
Pasal 58
- Apabila Kepala Daerah berhalangan tetap,
jabatan Kepala Daerah diganti oleh Wakil Kepala Daerah sampai habis masa
jabatannya.
- Apabila Wakil Kepala Daerah berhalangan
tetap, jabatan Wakil Kepala Daerah tidak diisi.
- Apabila Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah berhalangan tetap, Sekretaris Daerah melaksanakan tugas Kepala
Daerah untuk sementara waktu.
- Apabila Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah berhalangan tetap, DPRD menyelenggarakan pemilihan Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah selambat-lambatnya dalam waktu tiga bulan.
Bagian Kesepuluh
Kedudukan Keuangan Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah
Pasal 59
Kedudukan keuangan Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kesebelas
Perangkat Daerah
Pasal 60
Perangkat daerah terdiri dari Sekretaris
Daerah, Dinas Daerah dan lembaga teknis daerah lainnya, sesuai dengan
kebutuhan daerah.
Pasal 61
- Sekretariat Daerah dipimpin oleh Sekretaris
Daerah.
- Sekretaris Daerah Propinsi diangkat oleh
Gubernur atas persetujuan pimpinan DPRD dari Pegawai Negeri Sipil yang
memenuhi syarat.
- Sekretaris Daerah Propinsi karena jabatannya
adalah Sekretaris Wilayah Administrasi.
- Sekretaris Daerah Kabupaten atau Sekretaris
Daerah Kota diangkat oleh Bupati atau Walikota atas persetujuan pimpinan
DPRD dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi syarat.
- Sekretaris Daerah berkewajiban membantu
Kepala Daerah dalam menyusun kebijakan serta membina hubungan kerja
dengan dinas, lembaga teknis, dan unit pelaksana lainnya.
- Sekretaris Daerah bertanggung jawab kepada
Kepala Daerah.
- Apabila Sekretaris Daerah berhalangan
melaksanakan tugasnya, tugas Sekretaris Daerah dilaksanakan oleh pejabat
yang ditunjuk oleh Kepala Daerah.
Pasal 62
- Dinas Daerah adalah unsur pelaksana
Pemerintah Daerah.
- Dinas dipimpin oleh seseorang Kepala Dinas
yang diangkat oleh Kepala Daerah dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi
syarat atas usul Sekretaris Daerah.
- Kepala Dinas bertanggung jawab kepada Kepala
Daerah melalui Sekretaris Daerah.
Pasal 63
Penyelenggaraan wewenang yang dilimpahkan oleh
Pemerintah kepada Gubernur selaku wakil pemerintah dalam rangka
dekonsentrasi, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3), dilaksanakan
oleh Dinas Propinsi.
Pasal 64
- Penyelenggaraan bidang pemerintahan yang
menjadi wewenang Pemerintah, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7,
dilakukan oleh instansi vertikal.
- Pembentukan, susunan organisasi, formasi,
dan tata laksananya, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan
dengan Keputusan Presiden.
Pasal 65
Di Daerah dapat dibentuk lembaga teknis sesuai
kebutuhan Daerah
Pasal 66
- Kecamatan merupakan perangkat Daerah
Kabupaten dan Daerah Kota yang dipimpin oleh Kepala Kecamatan
- Kepala Kecamatan disebut Camat.
- Camat diangkat oleh Bupati/Walikota atas
usul Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota dari Pegawai Negeri Sipil yang
memenuhi syarat.
- Camat menerima pelimpahan sebagian wewenang
pemerintahan dari Bupati/Walikota.
- Camat bertanggung jawab kepada Bupati atau
Walikota.
- Pembentukan Kecamatan ditetapkan dengan
Peraturan Daerah.
Pasal 67
- Kelurahan merupakan perangkat Kecamatan yang
dipimpin oleh Kepala Kecamatan.
- Kepala Kelurahan disebut Lurah.
- Lurah diangkat oleh dari Pegawai Negeri
Sipil yang memenuhi syarat oleh Walikota/Bupati atas usul Camat.
- Lurah menerima pelimpahan sebagian wewenang
pemerintahan dari Camat.
- Lurah bertanggung jawab kepada Camat.
- Pembentukan Kelurahan ditetapkan dengan
Peraturan Daerah.
Pasal 68
(1) Susunan organisasi perangkat Daerah
ditetapkan dengan Peraturan Daerah sesuai dengan pedoman yang ditetapkan
Pemerintah. (2) Formasi dan persyaratan jabatan perangkat Daerah
ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah sesuai dengan pedoman yang
ditetapkan Pemerintah.
BAB VI
PERATURAN DAERAH DAN
KEPUTUSAN KEPALA DAERAH
Pasal 69
Kepala Daerah menetapkan Peraturan Daerah atas
persetujuan DPRD dalam rangka penyelenggaraan Otonomi Daerah dan
penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi.
Pasal 70
Peraturan Daerah tidak boleh bertentangan
dengan kepentingan umum, Peraturan Daerah lain dan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi.
Pasal 71
- Peraturan Daerah dapat memuat ketentuan
tentang pembebanan biaya paksaan penegakan hukum, seluruhnya atau
sebagian kepada pelanggan.
- Peraturan Daerah dapat memuat ancaman pidana
kurungan paling lama enam bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp
5.000.000,00 (lima juta rupiah) dengan atau tidak merampas barang
tertentu untuk Daerah, kecuali jika ditentukan lain dalam peraturan
perundang-undangan.
Pasal 72
- Untuk melaksanakan Peraturan Daerah dan atas
kuasa peraturan perundang-undangan lain yang berlaku, Kepala Daerah
menetapkan Keputusan Kepala Daerah.
- Keputusan,
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak boleh bertentangan dengan
kepentingan umum, peraturan daerah, dan peraturan
perundang-undan������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������gan
yang lebih tinggi.
Pasal 73
- Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah
yang bersifat mengatur diundangkan dengan menempatkannya dalam Lembaran
Daerah.
- Ketentuan, sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), mempunyai kekuatan hukum dan mengikat setelah diundangkan dalam
Lembaran Daerah.
Pasal 74
(1) Penyidikan dan penuntutan terhadap
pelanggaran atas ketentuan Peraturan Daerah dilakukan oleh pejabat
penyidik dan penuntut sesuai dengan peraturan
perundang-undangan (2) Dengan Peraturan Daerah dapat juga
ditunjuk pejabat lain yang diberi tugas untuk melakukan penyidikan
terhadap pelanggaran atas ketentuan Peraturan Daerah.
BAB VII
KEPEGAWAIAN
DAERAH
Pasal 75
Norma, standar, dan prosedur mengenai
pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, penetapan, penetapan pensiun,
gaji, tunjangan, kesejahteraan, hak, dan kewajiban, serta kedudukan hukum
Pegawai Negeri Sipil di Daerah dan Pegawai Negeri Sipil Daerah, ditetapkan
dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 76
Daerah mempunyai kewenangan untuk melakukan
pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, penetapan pensiun, gaji,
tunjangan, dan kesejahteraan pegawai, serta pendidikan dan pelatihan
sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan Daerah yang ditetapkan dengan
Peraturan Daerah, berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Pasal 77
Pemerintah Wilayah Propinsi melakukan
pengawasan pelaksanaan administrasi kepegawaian dan karir pegawai di
wilayahnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
BAB VII
KEPEGAWAIAN
DAERAH
Pasal 78
- Penyelenggaraan tugas Pemerintah Daerah dan
DPRD dibiayai dari dan atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah.
- Penyelenggaraan tugas Pemerintah di Daerah
dibiayai dari dan atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Pasal 79
Sumber Pendapatan Daerah terdiri atas
:
- pendapatan asli daerah, yaitu :
- hasil pajak daerah;
- hasil retribusi daerah;
- hasil perusahaan milik Daerah, dan hasil
pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan; dan
- lain-lain pendapatan asli Daerah yang sah;
- dana perimbangan;
- pinjaman daerah; dan
- lain-lain pendapatan Daerah yang sah.
Pasal 80
- Dana Perimbangan, sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 79, terdiri atas :
- bagian Daerah dari penerimaan Pajak Bumi
dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan
penerimaan dari sumber daya alam;
- dana alokasi umum; dan
- dana alokasi khusus.
- Bagian Daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan
Bangunan sektor perdesaan, perkotaan, dan perkebunan serta Bea Perolehan
Hak Atas Tanah dan Bangunan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
diterima langsung oleh Daerah penghasil.
- Bagian Daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan
Bangunan sektor pertambangan serta kehutanan dan penerimaan dari sumber
daya alam, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, diterima oleh
Daerah penghasil dan Daerah lainnya untuk pemerataan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
- Ketentuan lebih lanjut, sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), ditetapkan Undang-Undang.
Pasal 81
- Pemerintah Daerah dapat melakukan peminjaman
dari sumber dalam negeri dan/atau sumber luar negeri untuk membiayai
kegiatan pemerintahan dengan persetujuan DPRD.
- Pinjaman dari dalam negeri diberitahukan
kepada Pemerintah dan dilaksanakan sesuai dengan pedoman yang ditetapkan
oleh Pemerintah.
- Peminjaman dan sumber dana pinjaman yang
berasal dari luar negeri, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus
mendapatkan persetujuan Pemerintah, sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
- Tata cara peminjaman, sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2), ditetapkan oleh Pemerintah.
Pasal 82
- Pajak dan retribusi Daerah ditetapkan dengan
Undang-undang.
- Penentuan tarif dan tata cara pemungutan
pajak dan retribusi Daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 83
- Untuk mendorong pemberdayaan Daerah,
Pemerintah memberi insentif fiskal dan nonfiskal tertentu.
- Ketentuan, sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 84
Daerah dapat memiliki Badan Usaha Milik Daerah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan pembentukannya diatur
dengan Peraturan Daerah.
Pasal 85
- Barang milik Daerah yang digunakan untuk
melayani kepentingan umum tidak dapat digadaikan, dibebani hak
tanggungan, dan/atau dipindahtangankan.
- Kepala Daerah dengan persetujuan DPRD dapat
menetapkan keputusan tentang :
- penghapusan tagihan Daerah sebagian atau
seluruhnya.
- Persetujuan penyelesaian sengketa perdata
secara damai; dan
- tindakan hukum lain mengenai barang milik
Daerah.
Pasal 86
- Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
ditetapkan dengan Peraturan Daerah selambat-lambatanya satu bulan
setelah ditetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
- Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah selambat-lambatnya tiga bulan
sebelum tahun anggaran berakhir.
- Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah selambat-lambatnya tiga bulan
setelah berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan.
- Pedoman tentang penyusunan, perubahan, dan
perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
- Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang
telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah disampakan kepada Gubernur bagi
Pemerintah Kabupaten/Kota dan kepada Presiden melalui Menteri Dalam
Negeri bagi Pemerintah Propinsi untuk diketahui.
- Pedoman tentang pengurusan,
pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan Daerah serta tata cara
penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, pelaksanaan tata
usaha keuangan Daerah dan penyusunan perhitungan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
BAB IX
KERJA SAMA DAN PENYELESAIAN
PERSELISIHAN
Pasal 87
- Beberapa Daerah dapat mengadakan kerja sama
antar-Daerah yang diatur dengan keputusan bersama.
- Daerah dapat membentuk Badan Kerja Sama
Antar-Daerah.
- Daerah dapat mengadakan kerja sama dengan
badan lain yang diatur dengan keputusan bersama.
- Keputusan bersama dan/atau badan kerja sama,
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), yang
membebani masyarakat dan Daerah harus mendapatkan persetujuan DPRD
masing-masing.
Pasal 88
- Daerah dapat mengadakan kerja sama yang
saling menguntungkan dengan lembaga/badan di luar negeri, yang diatur
dengan keputusan bersama, kecuali menyangkut kewenangan pemerintah,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7.
- Tata cara, sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), ditetapkan oleh Pemerintah.
Pasal 89
- Perselisihan antar-Daerah diselesaikan oleh
Pemerintah secara musyawarah.
- Apabila dalam penyelesaian perselisihan
antar-Daerah, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdapat salah satu
pihak yang tidak menerima keputusan Pemerintah, pihak tersebut dapat
mengajukan penyelesaian kepada Mahkamah Agung.
BAB X
KAWASAN PERKOTAAN
Pasal 90
Selain Kawasan Perkotaan yang berstatus Daerah
Kota, perlu ditetapkan Kawasan Perkotaan yang terdiri atas :
- Kawasan Perkotaan yang merupakan bagian
Daerah Kabupaten;
- Kawasan Perkotaan baru yang merupakan hasil
pembangunan yang mengubah Kawasan Perdesaan menjadi Kawasan Perkotaan;
dan
- Kawasan Perkotaan yang merupakan bagian dari
dua atau lebih Daerah yang berbatasan sebagai satu kesatuan sosial,
ekonomi, dan fisik perkotaan.
Pasal 91
- Pemerintah Kota dan/atau Pemerintah
kabupaten yang wilayahnya berbatasan langsung dapat membentuk lembaga
bersama untuk mengelola Kawasan Perkotaan.
- Di Kawasan Perdesaan yang direncanakan dan
dibangun menjadi Kawasan Perkotaan di Daerah Kabupaten, dapat dibentuk
Badan Pengelola Pembangunan yang bertanggung jawab kepada Kepala Daerah.
- Ketentuan, sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2), dan hal-hal lain mengenai pengelolaan Kawasan
Perkotaan ditetapkan dengan Peraturan Daerah sesuai dengan pedoman yang
ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 92
- Dalam Penyelenggaraan pembangunan Kawasan
Perkotaan, Pemerintah Daerah perlu mengikutsertakan masyarakat dan pihak
swasta.
- Pengikutsertaan masyarakat, sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), merupakan upaya pemberdayaan masyarakat dalam
pembangunan perkotaan.
- Pengaturan mengenai Kawasan Perkotaan
ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.
BAB XI
DESA
Bagian Pertama
Pembentukan, Penghapusan,
dan/atau Penggabungan Desa
Pasal 93
- Desa dapat dibentuk, dihapus, dan/atau
digabung dengan memperhatikan asal-usulnya atas prakarsa masyarakat
dengan persetujuan Pemerintah Kabupaten dan DPRD.
- Pembentukan, penghapusan, dan/atau
penggabungan Desa, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan
Peraturan Daerah.
Pasal 94
Di Desa dibentuk Pemerintah Desa dan Badan
Perwakilan Desa, yang merupakan Pemerintahan Desa.
Bagian Kedua
Pemerintah Desa
Pasal 95
- Pemerintah Desa terdiri atas Kepala Desa
atau yang disebut, dengan nama lain dan perangkat Desa.
- Kepala Desa dipilih langsung oleh penduduk
Desa dari calon yang memenuhi syarat.
- Calon Kepala Desa yang terpilih dengan
mendapatkan dukungan suara terbanyak, sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), ditetapkan oleh Badan Perwakilan Desa dan disahkan oleh Bupati.
Pasal 96
Masa jabatan Kepala Desa paling lama sepuluh
tahun atau dua kali masa jabatan terhitung sejak tanggal
ditetapkan.
Pasal 97
Yang dapat dipilih menjadi Kepala Desa adalah
penduduk Desa warga negara Republik Indonesia dengan syarat-syarat
:
- bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
- setia dan taat kepada Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945;
- tidak pernah terlibat langsung atau tidak
langsung dalam kegiatan yang mengkhianati Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945, G30S/PKI dan/atau kegiatan organisasi terlarang lainnya;
- berpendidikan sekurang-kurangnya Sekolah
Lanjutan Tingkat Pertama dan/atau berpengetahuan yang sederajat;
- berumur sekurang-kurangnya 25 tahun;
- sehat jasmani dan rohani;
- nyata-nyata tidak terganggu jiwa/ingatannya;
- berkelakuan baik, jujur, dan adil;
- tidak pernah dihukum penjara karena
melakukan tindak pidana;
- tidak dicabut hak pilihnya berdasarkan
keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap;
- mengenal daerahnya dan dikenal oleh
masyarakat di Desa setempat;
- bersedia dicalonkan menjadi Kepala Desa;dan
- memenuhi syarat-syarat lain sesuai dengan
adat istiadat yang diatur dalam Peraturan Daerah.
Pasal 98
- Kepala Desa dilantik oleh Bupati atau
pejabat lain yang ditunjuk.
- Sebelum memangku jabatannya, Kepala Desa
mengucapkan sumpah/janji.
- Susunan kata-kata sumpah/janji dimaksud
adalah sebagai berikut :
"Demi Allah (Tuhan), saya bersumpah/berjanji
bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya selaku Kepala Desa dengan
sebaik-baiknya, sejujur-jujurnya, dan seadil-adilnya, bahwa saya akan
selalu taat dalam mengamalkan dan mempertahankan Pancasila sebagai dasar
negara; dan bahwa saya akan menegakkan kehidupan demokrasi dan
Undang-undang Dasar 1945 sebagai konstitusi negara serta segala
peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi Desa, Daerah dan Negara
Kesatuan Republik Indonesia" .
Pasal 99
Kewenangan Desa mencakup :
- kewenangan yang sudah ada berdasarkan hak
asal-usul Desa;
- kewenangan yang oleh peraturan
perundang-undangan yang berlaku belum dilaksanakan oleh Daerah dan
Pemerintah; dan
- Tugas Pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah
Propinsi, dan/atau Pemerintah Kabupaten.
Pasal 100
Tugas Pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah
Propinsi, dan/atau Pemerintah Kabupaten kepada Desa disertai dengan
pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia.
Pasal 101
Tugas dan kewajiban Kepala Desa adalah
:
- memimpin penyelenggaraan Pemerintah Desa;
- membina kehidupan masyarakat Desa;
- membina perekonomian Desa;
- memelihara ketentraman dan ketertiban
masyarakat Desa;
- mendamaikan perselisihan masyarakat di Desa;
dan
- mewakili Desanya di dalam dan di luar
pengadilan dan dapat menunjuk kuasa hukumnya.
Pasal 102
Dalam melaksanakan tugas dan kewajiban,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101, Kepala Desa :
- bertanggung jawab kepada rakyat melalui
Badan Perwakilan Desa; dan
- menyampaikan laporan mengenai pelaksanaan
tugasnya kepada Bupati.
Pasal 103
- Kepala Desa berhenti karena :
- meninggal dunia;
- mengajukan berhenti atas permintaan
sendiri;
- tidak lagi memenuhi syarat dan/atau
melanggar sumpah/janji;
- berakhir masa jabatan dan telah dilantik
Kepala Desa yang baru; dan
- melakukan perbuatan yang bertentangan
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan/atau
norma yang hidup dan berkembang dalam masyarakat Desa.
- Pemberhentian Kepala Desa, sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh Bupati atas usul Badan Perwakilan
Desa.
Bagian Ketiga
Badan Perwakilan
Desa
Pasal 104
Badan Perwakilan Desa atau yang disebut dengan
nama lain berfungsi mengayomi adat istiadat, membuat Peraturan Desa,
menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat, serta melakukan pengawasan
terhadap penyelenggaraan Pemerintah Desa.
Pasal 105
- Anggota Badan Perwakilan Desa dipilih dari
dan oleh penduduk Desa yang memenuhi persyaratan.
- Pimpinan Badan Perwakilan Desa dipilih dari
dan oleh anggota.
- Badan Perwakilan Desa bersama dengan Kepala
Desa menetapkan Peraturan Desa.
- Pelaksanaan Peraturan Desa ditetapkan dengan
Keputusan Kepala Desa.
Bagian Keempat
Lembaga Lain
Pasal 106
Di Desa dapat dibentuk lembaga lainnya sesuai
dengan kebutuhan Desa dan ditetapkan dengan Peraturan Desa.
Bagian Kelima
Keuangan Desa
Pasal 107
- Sumber pendapatan Desa terdiri atas :
- pendapatan asli Desa yang meliputi :
- hasil usaha Desa;
- hasil kekayaan Desa;
- hasil swadaya dan partisipasi;
- hasil gotong royong; dan
- lain-lain pendapatan asli Desa yang sah;
- bantuan dari Pemerintah Kabupaten yang
meliputi :
- bagian dari perolehan pajak dan
retribusi Daerah;
- bagian dari dana perimbangan keuangan
Pusat dan Daerah yang diterima oleh Pemerintah Kabupaten;
- bantuan dari Pemerintah dan Pemerintah
Propinsi;
- sumbangan dari pihak ketiga; dan
- pinjaman desa
- Sumber pendapatan Desa, sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dikelola melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.
- Kepala Desa bersama Badan Perwakilan Desa
menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa setiap tahun dengan
Peraturan Desa.
- Pedoman penyusunan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Desa ditetapkan oleh Bupati.
- Tata cara dan pungutan obyek pendapatan dan
belanja Desa ditetapkan bersama antara Kepala Desa dan Badan Perwakilan
Desa.
Pasal 108
Desa dapat memiliki badan usaha sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Bagian Keenam
Kerja Sama
AntarDesa
Pasal 109
- Beberapa Desa dapat mengadakan kerja sama
untuk kepentingan Desa yang diatur dengan keputusan bersama dan
diberitahukan kepada Camat.
- Untuk pelaksanaan kerja sama, sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dapat dibentuk Badan Kerja Sama.
Pasal 110
Pemerintah Kabupaten dan/atau pihak ketiga yang
merencanakan pembangunan bagian wilayah Desa menjadi wilayah permukiman,
industri, dan jasa wajib mengikutsertakan Pemerintah Desa dan Badan
Perwakilan Desa dalam perencanaan, pelaksanaan, dan
pengawasannya.
Pasal 111
- Pengaturan lebih lanjut mengenai Desa
ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten, sesuai dengan pedoman umum
yang ditetapkan oleh Pemerintah berdasarkan undang-undang ini.
- Peraturan Daerah, sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), wajib mengakui dan menghormati hak, asal-usul, dan adat
istiadat Desa.
BAB XII
PEMBINAAN DAN
PENGAWASAN
Pasal 112
- Dalam rangka pembinaan, Pemerintah
memfasilitasi penyelenggaraan Otonomi Daerah.
- Pedoman mengenai pembinaan dan pengawasan
atas penyelenggaraan Otonomi Daerah ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 113
Dalam rangka pengawasan, Peraturan Daerah dan
Keputusan Kepala Daerah disampaikan kepada Pemerintah selambat-lambatnya
lima belas hari setelah ditetapkan.
Pasal 114
- Pemerintah dapat membatalkan Peraturan
Daerah dan Keputusan Kepala Daerah yang bertentangan dengan kepentingan
umum atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan/atau
peraturan perundang-undangan lainnya.
- Keputusan pembatalan Peraturan Daerah dan
Keputusan Kepala Daerah, sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
diberitahukan kepada Daerah yang bersangkutan dengan menyebutkan
alasan-alasannya.
- Selambat-lambatnya satu minggu setelah
keputusan pembatalan Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah,
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Peraturan Daerah dan Keputusan
Kepala Daerah tersebut dibatalkan pelaksanaannya.
- Daerah yang tidak dapat menerima keputusan
pembatalan Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah, sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), dapat mengajukan keberatan kepada Mahkamah Agung
setelah mengajukannya kepada Pemerintah.
BAB XII
DEWAN PERTIMBANGAN OTONOMI
DAERAH
Pasal 115
- Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah bertugas
memberikan pertimbangan kepada Presiden mengenai :
- pembentukan, penghapusan, penggabungan,
dan pemekaran Daerah.
- Perimbangan keuangan Pusat dan Daerah; dan
kemampuan Daerah Kabupaten dan Daerah Kota untuk melaksanakan
kewenangan tertentu, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11.
- Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah terdiri
atas Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, Menteri Sekretaris Negara,
menteri lain sesuai dengan kebutuhan, perwakilan Asosiasi Pemerintah
Daerah, dan wakil-wakil Daerah yang dipilih DPRD.
- Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan
karena jabatannya adalah Ketua dan Wakil Ketua Dewan Pertimbangan
Otonomi Daerah.
- Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah mengadakan
rapat sekurang-kurangnya satu kali dalam enam bulan.
- Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah
bertanggung jawab kepada Presiden.
- Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah ditetapkan
dengan Keputusan Presiden.
Pasal 116
Dalam melaksanakan tugasnya Dewan Pertimbangan
Otonomi Daerah dibantu oleh Kepala Sekretariat yang membawahkan Bidang
Otonomi Daerah dan Bidang Perimbangan Keuangan Pusat dan
Daerah.
BAB XIV
KETENTUAN
LAIN-LAIN
Pasal 117
Ibukota Negara Republik Indonesia, Jakarta
karena kedudukannya diatur tersendiri dengan Undang-Undang.
Pasal 118
- Propinsi Daerah Tingkat I Timor Timur dapat
diberikan otonomi khusus dalam kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia, kecuali ditetapkan lain oleh peraturan
perundang-undangan.
- Pengaturan mengenai penyelenggaraan otonomi
khusus, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan
Undang-undang.
Pasal 119
- Kewenangan Daerah Kabupaten dan Daerah Kota,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, berlaku juga di kawasan otorita
yang terletak di dalam Daerah Otonom, yang meliputi badan otorita,
kawasan pelabuhan, kawasan bandar udara, kawasan perumahan, kawasan
industri, kawasan perkebunan, kawasan pertambangan, kawasan kehutanan,
kawasan pariwisata, kawasan jalan bebas hambatan, dan kawasan lain yang
sejenis.
- Pengaturan lebih lanjut, sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 120
- Dalam rangka menyelenggarakan ketentraman
dan ketertiban umum serta untuk menegakkan Peraturan Daerah dibentuk
Satuan Polisi Pamong Praja sebagai perangkat Peraturan Daerah.
- Susunan organisasi, formasi, kedudukan,
wewenang, hak, tugas, dan kewajiban Polisi Pamong Praja ditetapkan
dengan Peraturan Daerah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan
Pemerintah.
Pasal 121
Sebutan Propinsi Daerah Tingkat I, Kabupaten
Daerah Tingkat II, dan Kotamadya Daerah Tingkat II, sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974, berubah masing-masing menjadi
Propinsi, Kabupaten, dan Kota.
Pasal 122
Keistimewaan untuk propinsi Daerah Istimewa
Aceh dan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974, adalah tetap dengan ketentuan bahwa
penyelenggaraan pemerintahan Propinsi Istimewa Aceh dan Propinsi Istimewa
Yogyakarta didasarkan pada Undang-undang ini.
Pasal 123
Kewenangan Daerah, baik kewenangan pangkal atas
dasar pembentukan Daerah maupun kewenangan tambahan atas dasar Peraturan
Pemerintah dan/atau peraturan perundang-undangan lainnya, penyelenggaraan
disesuaikan dengan Pasal 9, Pasal 10, dan Pasal 11 undang-undang ini.
BAB XV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 124
Pada saat berlakunya undang-undang ini nama,
batas, dan ibukota Propinsi Daerah Tingkat I, Daerah Istimewa, Kabupaten
Daerah Tingkat II, dan Kotamadya Daerah Tingkat II, sebagaimana dimaksud
dalam peraturan perundang-undangan adalah tetap.
Pasal 125
- Kotamadya Batam, Kabupaten Paniai, Kabupaten
Puncak Jaya, Kabupaten Mimika, Kabupaten Simeuleu, dan semua Kota
Administratif dapat ditingkatkan menjadi Daerah Otonom dengan
memperhatikan Pasal 5 undang-undang ini.
- Selambat-lambatnya dua tahun setelah tanggal
ditetapkannya undang-undang ini, Kotamadya, Kabupaten, dan Kota
Administratif, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sudah harus berubah
statusnya menjadi Kabupaten/Kota jika memenuhi ketentuan yang ditetapkan
dalam Pasal 5 undang-undang ini.
- Kotamadya, Kabupaten, dan Kota
Administratif, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dihapus jika
tidak memenuhi ketentuan untuk ditingkatkan statusnya menjadi otonom.
Pasal 126
- Kecamatan, Kelurahan, dan Desa yang ada pada
saat mulai berlakunya undang-undang ini tetap sebagai Kecamatan,
Kelurahan, dan Desa atau yang disebut dengan nama lain, sebagaimana yang
dimaksud dalam Pasal 1, huruf m, huruf n, dan huruf o undang-undang ini,
kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan.
- Desa-desa yang ada dalam wilayah Kotamadya,
Kotamadya Administratif, dan Kota Administratif berdasarkan
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 pada saat mulai berlakunya
undang-undang ini ditetapkan sebagai kelurahan, sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 huruf n undang-undang ini.
Pasal 127
Selama belum ditetapkan peraturan pelaksanaan
undang-undang ini, seluruh instruksi, petunjuk, atau pedoman yang ada,
atau yang diadakan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah jika tidak
bertentangan dengan undang-undang ini dinyatakan tetap berlaku.
Pasal 128
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, Wakil
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, Bupati Kepala Daerah Tingkat II,
Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II, Wakil Bupati Kepala Daerah Tingkat
II, Wakil Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II, Bupati, Walikotamadya,
Walikota, Camat, Lurah, dan Kepala Desa beserta perangkatnya yang ada,
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 dan
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979, pada saat mulai berlakunya undang-undang
ini tetap menjalankan tugasnya, kecuali ditentukan lain berdasarkan
undang-undang ini.
Pasal 129
- Dengan diberlakukannya undang-undang ini,
Lembaga Pembantu Gubernur, Pembantu Bupati, Pembantu Walikotamadya, dan
Badan Pertimbangan Daerah, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1974, dihapus.
- Instansi vertikal di Daerah selain yang
menangani bidang-bidang luar negeri, pertahanan keamanan, moneter dan
fiskal, serta agama, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, menjadi
perangkat Daerah.
- Semua instansi vertikal yang menjadi
perangkat daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kekayaannya
dialihkan menjadi milik Daerah.
Pasal 130
- Apabila masa jabatan Wakil Kepala Daerah
berakhir lebih awal daripada masa jabatan Kepala Daerah, jabatan Wakil
Kepala Daerah tidak diisi.
- Apabila masa jabatan Wakil Kepala Daerah
berakhir lebih lambat daripada masa jabatan Kepala Daerah, masa jabatan
Wakil Kepala Daerah disesuaikan dengan masa jabatan Kepala Daerah.
BAB XVI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 131
Pada saat berlakunya undang-undang ini,
dinyatakan tidak berlaku lagi :
- Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang
Pokok-pokok Pemerintahan Di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037);
- Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang
Pemerintahan Desa (Lembaran Negara Nomor Tahun 1979 Nomor 56, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3153);
Pasal 132
- Ketentuan pelaksanaan sebagai tindak lanjut
undang-undang ini sudah selesai selambat-lambatnya satu tahun sejak
undang-undang ini ditetapkan.
- Pelaksanaan undang-undang ini dilakukan
secara efektif selambat-lambatnya dalam waktu dua tahun sejak
ditetapkannya undang-undang ini.
Pasal 133
Ketentuan peraturan perundang-undangan yang
bertentangan dan/atau tidak sesuai dengan undang-undang ini, diadakan
penyesuaian.
Pasal 134
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta Pada tanggal 7 Mei 1999
PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA
ttd
BACHARUDIN JUSUF HABIBIE
Diundangkan di Jakarta Pada tanggal 7 Mei
1999
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
Ttd
AKBAR TANDJUNG
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
TAHUN 1999 NOMOR 60 |