Print bookPrint book

Bimtek Unit Layanan

Site: Bimbingan Teknis Keuangan Daerah
Course: Bimbingan Teknis Keuangan Daerah
Book: Bimtek Unit Layanan
Printed by:
Date: Wednesday, 24 April 2024, 2:42 AM

1. Pengantar BLUD

Modul Pengantar BLUD:

Modul Pengantar Mengelola Keuangan BLUD dibuat untuk memberikan pemahaman secara komprehensif tentang apa BLUD, mengapa BLUD dan bagaimana prinsip pengelolaan BLUD. Modul ini merupakan bagian dari Serial Materi Pelatihan Pengelolaan Keuangan Daerah yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK), Kementerian Keuangan RI. Modul ini ditujukan bagi para pimpinan daerah, kepala dinas/badan atau unit yang akan membentuk BLUD. Modul juga ditujukan bagi manajemen BLUD dan pengelola keuangan di BLUD untuk lebih memahami BLUD.

Isi Modul:

Modul Pengantar Mengelola Keuangan BLUD ini berisi 8 (delapan) bab. Bab 1 Modul adalah Pendahuluan yang berisi tentang Pengertian, Hak dan Kewajiban, Gambaran Umum dan Dasar Hukum. Bab 2 menjelaskan tentang Asas dan Tujuan sedangkan Bab 3 memuat Persyaratan dan Penetapan. Bab 4 memuat Tata Kelola, Prinsip Tata Kelola, Organisasi, Pejabat Pengelola , Pemimpin, Pejabat Keuangan, Pejabat Teknis, Dewan Pengawas Kepegawaian, Satuan Pemeriksaan Internal, Mekanisme Kerja. Pada Bab 5, modul ini menjelaskan tentang Dewan Pengawas termasuk di dalamnya Pembentukan, Tugas dan Kewajiban, Keanggotaan dan Laporan. Bagian tentang Renumerasi ada di Bab 6 yang secara rinci memuat tentang Ketentuan, Komponen, Peta Jabatan dan Skema Renumerasi. Bagian yang penting dalam pengelolaan BLUD ada di Bab 7 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan Bab 8 tentang Standar Tarif Layanan. Di bab tentang SPM terdapat penjelasan tentang kriteria SPM, Pemetaan Jenis Layanan, Penetapan Indikator dan Target Pencapaian, Strategi Implementasi serta Monitoring dan evaluasi. Bab tentang Standar Tarif Layanan menjelaskan tentang Standar Layanan dan Tarif Layanan.

Panduan Pengajaran:

Bab 1. Pendahuluan

TUJUAN

Peserta mampu mengetahui definisi BLU/BLUD secara menyeluruh, Hak dan Kewajiban BLU/BLUD.

WAKTU

1 Sesi (@60 menit)

KATA KUNCI

public service agency, BLU, BLUD, rightsizing (cut the government), corporatization dan privatization.

METODA

Metoda partisipatif dengan pendekatan pembelajaran dengan menggunakan pemahaman (pembelajaran orang dewasa) dimana pola penyampaian materi dilandaskan pada golden rule yaitu 10-60-40 di mana 10% (pengantar pelatihan/ introduction), 60% (praktik/aktivitas) dan 30% (pemberian teori secara menyeluruh).

RINGKASAN MATERI

Badan Layanan Umum (BLU), diharapkan menjadi contoh konkrit yang menonjol dari penerapan manajemen keuangan berbasis pada hasil (kinerja). BLU juga menjadi salah satu produk reformasi pengelolaan keuangan negara, yang salah satunya adalah terjadi pergeseran dari penganggaran tradisional yang sekedar membiayai masukan (input) atau proses ke penganggaran berbasis kinerja yang memperhatikan apa yang akan dihasilkan (output).

BLU harus mampu menghitung dan menyajikan anggaran yang digunakannya dalam kaitannya dengan layanan yang telah direalisasikan.

Definisi Badan Layanan Umum (BLU) sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.

Bab 2. Asas dan Tujuan

TUJUAN

Peserta mampu mengetahui Asas dan Tujuan dari dibentuknya BLU / BLUD.

WAKTU

1 Sesi (@60 Menit).

KATA KUNCI

Fleksibilitas, Produktivitas, BLU, BLUD.

METODA

Metoda partisipatif dengan pendekatan pembelajaran dengan menggunakan pemahaman (pembelajaran orang dewasa) dimana pola penyampaian materi dilandaskan pada golden rule yaitu 10-60-40 di mana 10% (pengantar pelatihan/ introduction), 60% (praktik/aktivitas) dan 30% (pemberian teori secara menyeluruh).

RINGKASAN MATERI

BLU/BLUD bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas, dan penerapan praktik bisnis yang sehat. Badan Layanan Umum dibentuk untuk meningkatkan layanan pemerintah kepada masyarakat di beberapa bidang, seperti layanan kesehatan, pendidikan, otoritas tertentu dan sebagainya. Birokrasi pemerintah yang biasa dikenal tidak efisien, tidak efektif dan lambat dalam memberikan layanan terhadap masyarakat akan dirubah bentuknya menjadi Badan Layanan Umum, agar lebih fleksibel dan responsif dalam memberikan layanan.

Bab 3. Persyaratan dan Penetapan

TUJUAN

Peserta memahami syarat untuk membentuk BLU / BLUD dan juga syarat untuk BLU dan BLUD ditetapkan dan sanksinya.

WAKTU

2 Sesi (@45 Menit)

KATA KUNCI

Substantif, administratif, quasi public goods, Pola tata kelola, outcome performance indicator, Stakeholder, Laporan Keuangan, Neraca, trend, analisis rasio.

METODA

Metoda partisipatif dengan pendekatan pembelajaran dengan menggunakan pemahaman (pembelajaran orang dewasa) dimana pola penyampaian materi dilandaskan pada golden rule yaitu 10-60-40 dimana 10% (pengantar pelatihan/ introduction), 60% (praktik/aktivitas) dan 30% (pemberian teori secara menyeluruh).

RINGKASAN MATERI

BLU/BLUD dalam pembentukannya harus memiliki persyaratan dimana harus memenuhi syarat substantif, teknis dan administratif. Syarat substantif menjadi yang utama karena merupakan tolak ukur dalam pembentukan BLU dan BLUD. Kemudian syarat teknis adalah satu indikator yang menunjukkan bahwa kinerja satker dapat ditingkatkan adalah kinerja pelayanan dan keuangan satker tersebut meningkat secara signifikan sesudah satker tersebut berstatus BLU/BLUD. Dalam syarat adminisnistratif harus menetapkan organisasi dan tata laksana, Akuntabilitas, dan transparansi. Rencana strategis berupa visi, misi dan program strategis merupakan hal yang memiliki nilai penting dan hal lain yang tidak kalah penting adalah mengenai Laporan Keuangan yang terdiri dari laporan operasional keuangan, neraca, Laporan Arus Kas dan Catatan atas Laporan Keuangan. Laporan keuangan tersebut juga harus sesuai dengan Standar Akuntansi yang berlaku.

Standar Pelayanan Minimum (SPM), menggambarkan ukuran pelayanan yang harus dipenuhi oleh satuan kerja instansi pemerintah yang akan menerapkan PK BLU/BLUD dengan mempertimbangkan kualitas layanan, pemerataan, dan kesetaraan layanan biaya serta kemudahan memperoleh layanan. SPM tersebut harus ditetapkan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga.

Penetapan tersebut dilakukan setelah mendapatkan pertimbangan dari Tim Penilai yang pembentukkannya dengan Keputusan Menteri Keuangan untuk BLU dan Keputusan Kepala Daerah untuk BLUD. Tim penilai tersebut mempunyai tugas salah satunya adalah untuk meneliti dan menilai usulan penerapan PPK-BLU/BLUD. Hasil penilaian disampaikan kepada Menteri Keuangan/Kepala Daerah dalam bentuk rekomendasi.

Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan Kawasan dapat mengusulkan instansi pemerintah yang memenuhi persyaratan substantif, teknis, dan administratif untuk menerapkan PK BLU kepada Menteri Keuangan. Selanjutnya Menteri Keuangan melakukan penilaian atas usulan tersebut, dan apabila telah memenuhi semua persyaratan di atas, maka Menteri Keuangan menetapkan instansi pemerintah bersangkutan untuk menerapkan PK BLU.

Apabila Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan Kawasan/ Sekretaris Daerah/ Kepala SKPD mengajukan usulan pencabutan BLU/BLUD, Menteri Keuangan/Kepala Daerah membuat penetapan pencabutan penerapan PK BLU/BLUD paling lambat 3 (tiga) bulan sejak tanggal usulan tersebut diterima.

Bab 4. Tata Kelola

TUJUAN

Peserta memahami fungsi tata kelola dalam BLU dan BLUD, Kemudian pegawai yang menjadi pejabat teknis dan pejabat keuangannya, kemudian sistem organisasinya, serta sistem pemeriksaan intern, dan mekanisme kerja BLU/ BLUD.

WAKTU

1 Sesi (@60 Menit)

KATA KUNCI

Transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, dan independensi, Sistem Pemeriksaan Intern, Dewan Pengawas.

METODA

Metoda partisipatif dengan pendekatan pembelajaran dengan menggunakan pemahaman (pembelajaran orang dewasa) dimana pola penyampaian materi dilandaskan pada golden rule yaitu 10-60-40 dimana 10% (pengantar pelatihan/ introduction), 60% (praktik/aktivitas) dan 30% (pemberian teori secara menyeluruh).

RINGKASAN MATERI

BLU/BLUD beroperasi berdasarkan pola tata kelola atau peraturan internal, yang memuat antara lain struktur organisasi, prosedur kerja, pengelompokan fungsi yang logis dan pengelolaan sumber daya manusia. Tata kelola BLU/BLUD harus memperhatikan prinsip transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, dan independensi.

Pengelolaan Keuangan BLU/BLUD dapat diterapkan pada setiap instansi pemerintah/ pemerintah daerah yang secara fungsional menyelenggarakan kegiatan yang bersifat operasional. Instansi tersebut dapat berasal atau berkedudukan pada berbagai jenjang eselon atau noneselon pada Kementerian Negara/Lembaga atau pemerintah daerah.

BLU/BLUD dikelola oleh Pejabat Pengelola BLU/BLUD yang terdiri dari pemimpin, pejabat keuangan, dan pejabat teknis. Sebutan tersebut dapat disesuaikan dengan nomenklatur yang berlaku pada instansi pemerintah yang bersangkutan.

Pejabat pengelola dan pegawai BLU/BLUD dapat terdiri atas pegawai negeri sipil (PNS) dan/atau tenaga profesional non PNS sesuai dengan kebutuhan BLU/BLUD. Namun demikian, sebaiknya Pemimpin BLU/BLUD dan Pejabat Keuangan adalah yang berstatus PNS.

Fungsi pemeriksaaan dalam pelaksanaan kegiatan pada Satker BLU/BLUD harus ada dalam organisasi BLU/BLUD. Kedudukan BPKP yang terlepas dari semua Kementerian atau Lembaga diharapkan dapat melaksanakan fungsinya secara lebih baik, independen dan obyektif. BPKP mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan dibidang pengawasan keuangan dan pembangunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dewan Pengawas melakukan pengawasan terhadap pengelolaan BLU/BLUD yang dilakukan oleh Pejabat Pengelola BLU/BLUD. Hasil pengawasan disampaikan kepada instansi induknya dan Menteri Keuangan/Kepala Daerah. Sementara, dalam melaksanakan tugasnya SPI berkoordinasi dengan unit pengawasan fungsional seperti inspektorat, BPKP, dan auditor independen seperti BPK maupun Kantor Akuntan Publik.

Bab 5. Dewan Pengawas

TUJUAN

Peserta dapat mengetahui bagaimana fungsi dari dewan pengawas, tugas dan tanggung jawab dewan pengawas, sistem keanggotaan dan laporan yang dibutuhkan dari BLU/ BLUD.

WAKTU

1 Sesi (@60 Menit)

KATA KUNCI

Dewan Pengawas, Rencana Strategi Bisnis, SKPD.

METODA

Metoda partisipatif dengan pendekatan pembelajaran dengan menggunakan pemahaman (pembelajaran orang dewasa) dimana pola penyampaian materi dilandaskan pada golden rule yaitu 10-60-40 dimana 10% (pengantar pelatihan/ introduction), 60% (praktik/aktivitas) dan 30% (pemberian teori secara menyeluruh).

RINGKASAN MATERI

Dewan Pengawas BLU di lingkungan pemerintah pusat dibentuk dengan keputusan Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan Kawasan atas persetujuan Menteri Keuangan. Pembentukan Dewan Pengawas tersebut berlaku pada BLU/BLUD yang memiliki realisasi omzet tahunan minimum Rp15.000.000.000 dan/atau nilai aset minimum Rp75.000.000.000. Dewan Pengawas bertugas melakukan pengawasan terhadap pengelolaan BLU/BLUD yang dilakukan oleh Pejabat Pengelola BLU/BLUD mengenai pelaksanaan Rencana Strategis Bisnis (RSB), Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) dan peraturan perundang-undangan.

Unsur-unsur keanggotaan Dewan Pengawas BLU pada pemerintah pusat terdiri dari unsur pejabat dari Kementerian Negara/Lembaga/Dewan Kawasan, Kementerian Keuangan dan tenaga ahli (profesional). Dewan Pengawas pada BLUD terdiri dari unsur pejabat SKPD yang berkaitan dengan kegiatan BLUD, pejabat di lingkungan satuan kerja pengelola keuangan daerah dan tenaga ahli yang sesuai dengan kegiatan BLUD.

Masa jabatan anggota Dewan Pengawas ditetapkan selama 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya. Apabila terdapat anggota Dewan Pengawas yang diberhentikan sebelum berakhirnya masa jabatan, Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan Kawasan/Pemimpin BLUD dapat mengajukan usul penggantian anggota Dewas ke Menteri Keuangan/Kepala Daerah untuk diberikan persetujuan.

Dalam rangka mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya, Dewan Pengawas BLU berkewajiban melaporkan pengawasan kepada Menteri/Pimpinan Lembaga/ Ketua Dewan Kawasan dan Menteri Keuangan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) semester. Laporan Semester I disampaikan paling lambat tanggal 30 (tiga puluh) hari setelah periode semester I berakhir dan laporan Semester II disampaikan paling lambat 40 (empat puluh) hari setelah tahun anggaran berakhir. Sedangkan untuk Dewan Pengawas BLUD berkewajiban menyampaikan laporan pengawasan kepada Kepala Daerah secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam satu tahun dan sewaktu-waktu apabila diperlukan.

Bab 6. Renumerasi

TUJUAN

Peserta diharapkan mengetahui pengertian, besaran, subjek, komponen, hal – hal yang harus dipenuhi, skema dan tata cara pehitungan remunerasi.

WAKTU

2 Sesi (@45 Menit)

KATA KUNCI

Remunerasi, BLU, BLUD, basic index, competency index, risk index, emergency index, position index, performance index, Pay for position, Pay for performance, pay for people, Factor Evaluation System.

METODA

Metoda partisipatif dengan pendekatan pembelajaran dengan menggunakan pemahaman (pembelajaran orang dewasa) dimana pola penyampaian materi dilandaskan pada golden rule yaitu 10-60-40 dimana 10% (pengantar pelatihan/ introduction), 60% (praktik/aktivitas) dan 30% (pemberian teori secara menyeluruh).

RINGKASAN MATERI

Remunerasi merupakan imbalan kerja yang dapat berupa gaji, honorarium, tunjangan tetap, insentif, bonus atas prestasi, pesangon, dan/atau pensiun. Remunerasi diberikan kepada Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas, dan Pegawai BLU/BLUD berdasarkan tingkat tanggung jawab dan tuntutan profesionalisme yang diperlukan. Remunerasi dapat juga diberikan kepada Sekretaris Dewan Pengawas.

Penentuan besaran gaji Pemimpin BLU ditetapkan dengan mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut:

  1. Proporsionalitas, yaitu pertimbangan atas ukuran (size) dan jumlah aset yang dikelola BLU serta tingkat pelayanan.
  2. Kesetaraan, yaitu dengan memperhatikan industri pelayanan sejenis.
  3. Kepatutan, yaitu menyesuaikan kemampuan pendapatan BLU/BLUD yang bersangkutan.
  4. Kinerja operasional BLU/BLUD yang ditetapkan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan Kawasan/Kepala Daerah sekurang-kurangnya mempertimbangkan indikator keuangan, pelayanan, mutu dan manfaat bagi masyarakat.

Bagi Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas dan Sekretaris Dewan Pengawas yang diberhentikan sementara dari jabatannya memperoleh penghasilan sebesar 50% (lima puluh persen) dari gaji/honorarium bulan terakhir yang berlaku sejak tanggal diberhentikan sampai dengan ditetapkannya keputusan definitif tentang jabatan yang bersangkutan.

Selain gaji/honorarium, Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas, Sekretaris Dewan Pengawas, dan Pegawai BLU dapat memperoleh tunjangan tetap, insentif, bonus atas prestasi, pesangon dan/atau pensiun dengan memperhatikan kemampuan pendapatan BLU yang bersangkutan.

Komponen Remunerasi: Pembayaran atas Jabatan (Pay for position), Pembayaran atas ketercapaian target kinerja (Pay for performance) dan Pembayaran yang bersifat meningkatkan kesejahteraan (Pay for people).

Pembentukan struktur dan skala grading menggunakan metode FES (Factor Evaluation System) dan mengacu kepada Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2011 tentang Pedoman Evaluasi Jabatan.

Skema remunerasi penting disusun untuk memberikan gambaran lebih jelas tentang komponen-komponen remunerasi yang akan dibayarkan, sumber dana, perbedaan antara sebelum dan sesudah diterapkannya remunerasi, tata cara perhitungan dan pembayaran remunerasi.

Bab 7. Standar Pelayanan Minimal

TUJUAN

Peserta diharapkan memahami kriteria dari Standar Pelayanan Minimal, Jenis Layanan dari BLU / BLUD, Penetapan Indikator dan Pencapaian target, Strategi Implementasi, serta monitoring dan Evaluasi.

WAKTU

1 Sesi (@60 Menit)

KATA KUNCI

Stakeholders, Commitment building, Implementasi dan deputising, peer review, expert judgement.

METODA

Metoda partisipatif dengan pendekatan pembelajaran dengan menggunakan pemahaman (pembelajaran orang dewasa) dimana pola penyampaian materi dilandaskan pada golden rule yaitu 10-60-40 dimana 10% (pengantar pelatihan/ introduction), 60% (praktik/aktivitas) dan 30% (pemberian teori secara menyeluruh).

RINGKASAN MATERI

Standar pelayanan minimal harus mempertimbangkan Kualitas layanan yang prima (teknis, proses, tata cara, dan waktu tunggu), Pemerataan dan kesetaraan layanan, Biaya yang terjangkau, Kemudahan untuk mendapatkan layanan, Memberikan kepuasan dan kenyamanan kepada pemangku kepentingan (stakeholders) dan Efektivitas. Pemetaan Standar pelayanan minimal harus memenuhi persyaratan Fokus pada jenis pelayanan, Terukur, Dapat dicapai, Relevan dan dapat diandalkan, Tepat waktu.

SPM adalah ukuran pelayanan yang harus dipenuhi oleh instansi yang menerapkan PK BLU/BLUD. SPM disusun dengan tujuan agar memberikan standar pelayanan minimal yang seharusnya dipenuhi. SPM dapat dikatakan sebuah janji institusi kepada stakeholder-nya baik internal maupun eksternal.

Prinsip Serta langkah implementasi harus di jalankan dengan baik supaya tujuan utamanya dapat tercapai dengan baik. Monitoring dan Evaluasi dilakukan untuk menjamin bahwa SPM yang telah ditetapkan dapat dicapai bahkan kalau memungkinkan dilampaui. Monitoring implementasi SPM dilakukan oleh SPI. Prinsip yang dibangun dalam monitoring dan evaluasi adalah peer review, dimana reviewer memiliki independensi yang cukup tinggi untuk melakukan expert judment dalam melakukan review.

Bab 8. Standar Tarif Layanan

TUJUAN

Peserta diharapkan mamahami sepenuhnya tentang standar tarif layanan yang ada pada BLU dan BLUD.

WAKTU

1 Sesi (@60 Menit)

KATA KUNCI

Cost plus, Cost recovery, Cost minus, tarif layanan.

METODA

Metoda partisipatif dengan pendekatan pembelajaran dengan menggunakan pemahaman (pembelajaran orang dewasa) dimana pola penyampaian materi dilandaskan pada golden rule yaitu 10-60-40 dimana 10% (pengantar pelatihan/ introduction), 60% (praktik/aktivitas) dan 30% (pemberian teori secara menyeluruh).

RINGKASAN MATERI

Tujuan diterapkannya PK BLU/BLUD adalah untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Dalam menetapkan tarif layanan harus memperhatikan SPM yang telah ditetapkan Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan Kawasan, untuk BLU dan sesuai dengan SPM yang ditetapkan Kepala Daerah, untuk BLUD. Kebijakan yang harus dipegang dalam penentuan standar tarif layanan adalah Dalam penyusunan tarif dapat digunakan kebijakan Cost plus, Cost recovery, Cost minus.

Usulan tarif layanan diajukan oleh BLU kepada Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan Kawasan, untuk selanjutnya Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan Kawasan mengajukan usulan tarif tersebut kepada Menteri Keuangan untuk ditetapkan. Untuk BLUD-SKPD, usul tarif layanan diajukan oleh pemimpin BLUD kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah. Kemudian untuk Untuk BLUD-Unit Kerja, usul tarif layanan diajukan oleh pemimpin BLUD kepada Kepala Daerah melalui Kepala SKPD. Tarif layanan BLUD ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah dan disampaikan kepada pimpinan DPRD.

Hal-hal yang wajib dipertimbangkan dalam menyusun tarif layanan adalah Kontinuitas dan pengembangan layanan, Daya beli masyarakat, Asas keadilan dan kepatutan, Kompetisi yang sehat. Penyusunan tarif layanan BLU dimulai dari perhitungan biaya layanan per unit output kegiatan/layanan BLU. Biaya layanan per unit output dibuat berdasarkan perhitungan akuntansi biaya untuk setiap output barang/jasa yang dihasilkan. Setelah diperoleh biaya layanan per unit output, kemudian disusun harga layanan dalam bentuk besaran atau pola tarif sesuai kebijakan BLU/BLUD (cost minus, cost recovery, atau cost plus).

2. Keuangan BLUD

Modul Keuangan BLUD:

Modul Pengelolaan BLUD ini merupakan bagian dari Serial Materi Pelatihan Pengelolaan Keuangan Daerah yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK), Kementerian Keuangan RI . Modul ini dibuat untuk meningkatkan pemahaman dan kompetensi aparatur dalam pengelolaan keuangan BLUD. Modul ini ditujukan tidak hanya bagi pelaksana teknis pengelola keuangan BLUD tetapi juga manajemen dan pengambil kebijakan di BLUD.

Isi Modul:

Modul Mengelola Keuangan BLUD ini berisi sepuluh bab. Bab 1 berisi tentang Pendapatan dan Biaya yang di dalamnya juga menjelaskan tentang fleksibilitas, biaya serta pelaporan. Bab 2 berisi tentang Perencanaan dan Penganggaran yang spesifik BLUD yaitu rencana strategi bisnis, rencana bisnis dan anggaran. Bab ini juga memberikan perspektif perencanaan penganggaran untuk kesetaraan gender dan inklusi sosial. Bab 3 menjelaskan tentang Pelaksanaan Anggaran dimana di dalamnya terdapat penjelasan tentang dokumen anggaran, pengelolaan kas, piutang dan utang, investasi, kerjasama, pengadaan serta manajemen aset. Bab 4 berisi tentang Sistem Akuntansi yang digunakan oleh BLUD. Bagian ini menjelaskan tentang sistem dan jenis akuntansi, kebijakan akuntansi termasuk di dalamnya semua kebijakan akuntansi dari beban dan belanja hingga kewajiban, serta badan akun standar. Bab 5 berisi tentang Laporan Keuangan yang menjelaskan tentang jenis dan mekanisme pelaporan, konsolidasi laporan SAK ke laporan SAP. Bab ini juga dilengkapi dengan simulasi dan latihan. Bab 6 berisi tentang Akuntansi dan Pendapatan yang menjelaskan tentang sub sistem akuntansi pendapatan jasa layanan disertai dengan contoh-contohnya. Bab 7 berisi tentang Sistem Akuntansi Pengeluaran Kas yang terdiri atas Susbsitem Kas Kecil dan Kas Bank. Pada Bab 8 menjelaskan tentang Akuntansi Biaya yang di dalamnya terdapat penjelasan tentang kebijakan dan sistem akuntansi biaya. Bab 9 berisi Akuntansi Aset Tetap yang menjelasakan tentang siklus manajeman aset tetap dan pengadaan aset tetap. Bab 10 berisi tentang Pembinaan, Pengawasan dan Pemeriksaan.

Panduan Pengajaran:

Bab 1. Pendapatan dan Biaya

TUJUAN

Peserta diharapkan memahami Pengertian Pendapatan dan Biaya, Pengesahan dan Pelaporan mengenai biaya dan Pendapatan dalam BLU dan BLUD.

WAKTU

2 Sesi (@45 Menit)

KATA KUNCI

Fleksibilitas, Ambang Batas, SP3B, cut off, Pendapatan, Biaya, hibah

METODA

Metoda partisipatif dengan pendekatan pembelajaran dengan menggunakan pemahaman (pembelajaran orang dewasa) dimana pola penyampaian materi dilandaskan pada golden rule yaitu 10-60-40 dimana 10% (pengantar pelatihan/ introduction), 60% (praktik/aktivitas) dan 30% (pemberian teori secara menyeluruh).

RINGKASAN MATERI

Pendapatan BLU terdiri dari Pendapatan dari APBN, Pendapatan dari jasa layanan dan hibah tidak terikat, Pendapatan dari hasil kerjasama dengan pihak lain dan/atau hasil usaha lainnya, Pendapatan dari hibah terikat yang diperoleh dari masyarakat atau badan lain yang harus diperlakukan sesuai dengan peruntukannya. Pendapatan jasa layanan adalah imbalan yang diperoleh dari jasa layanan yang diberikan kepada masyarakat. Pendapatan BLUD yang bersumber dari hibah dapat berupa hibah terikat dan hibah tidak terikat. Seluruh pendapatan BLUD kecuali yang berasal dari hibah terikat, dapat dikelola langsung untuk membiayai pengeluaran BLUD sesuai RBA.

BLU/BLUD dengan status penuh diberikan fleksibilitas pengelolaan keuangan, antara lain dapat langsung menggunakan seluruh pendapatan BLU yang diperolehnya, diluar dana yang bersumber dari APBN/APBD, sesuai RBA tanpa terlebih dahulu disetorkan ke Rekening Kas Negara/Daerah. BLU/BLUD dengan status bertahap dapat menggunakan langsung pendapatan BLU/BLUD sebesar persentase tertentu sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan/Kepala Daerah tentang penetapan satker yang menerapkan PK BLU/BLUD.

Berdasarkan Perdirjen Perbendaharaan Nomor PER-20/PB/2012, biaya pada BLU dibedakan menjadi biaya langsung dan biaya tidak langsung. Berdasarkan Permendagri Nomor 61 Tahun 2007, biaya BLUD dibedakan menjadi biaya operasional dan biaya non operasional.

Dalam rangka mempertanggungjawabkan penggunaan dana yang bersumber dari PNBP BLU, satker BLU membuat Surat Perintah Pengesahan Pendapatan dan Belanja BLU (SP3B BLU) dan disampaikan ke KPPN setiap triwulan. Penyampaian SP3B BLU tersebut dapat dilakukan satu kali atau lebih dalam satu triwulan. Dengan demikian satker BLU dapat mengajukan SP3B BLU ke KPPN secara mingguan, bulanan dan/ atau triwulanan disesuaikan dengan volume/kebutuhan. SP3B BLU disampaikan ke KPPN pada hari kerja terakhir setiap triwulan tersebut.

Bab 2. Perencanaan dan Penganggaran

TUJUAN

Peserta diharapkan memahami dan mengerti langkah – langkah untuk Perencanaan anggaran dalam Rencana Strategi Bisnis dan Rencana Bisnis Anggaran secara menyeluruh khusus untuk BLU dan BLUD serta Perspektif Kesetaraan Gender dan Inklusi Sosial dalam Perencanaan dan Penganggaran.

WAKTU

2 Sesi (@45 Menit)

KATA KUNCI

Rencana Strategi Bisnis, Rencana Bisnis Anggaran, forward estimate, flexibel budget, Ambang Batas, Unit Cost, , Prime Cost, Overhead Cost, Variable Cost, Fixed Cost, reveneu center, cost, center unit, GESI.

METODA

Metoda partisipatif dengan pendekatan pembelajaran dengan menggunakan pemahaman (pembelajaran orang dewasa) dimana pola penyampaian materi dilandaskan pada golden rule yaitu 10-60-40 di mana 10% (pengantar pelatihan/ introduction), 60% (praktik/aktivitas) dan 30% (pemberian teori secara menyeluruh).

RINGKASAN MATERI

Rencana strategis bisnis (RSB) atau renstra bisnis, dihasilkan dari sebuah proses manajemen strategis. Manajemen strategis merupakan seni dan ilmu untuk memformulasi, mengimplementasi, dan mengevaluasi keputusan lintas fungsi yang memungkinkan organisasi dapat mencapai tujuannya. Tujuan dari manajemen strategis adalah untuk mengeksploitasi dan menciptakan peluang baru yang berbeda untuk masa mendatang. Satker BLU/BLUD adalah sebuah organ pemerintah yang bertindak untuk menyediakan layanan dalam bentuk penyediaan barang dan jasa dimana dalam pengelolaannya lebih menitikberatkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas dengan tidak mengutamakan pencapaian laba (non profit). Dokumen dalam Rencana Strategi Bisnis (RSB) harus mencakup visi, misi dan Program strategis.

RBA berfungsi sebagai dokumen perencanaan bisnis dan penganggaran tahunan satker BLU/BLUD yang memuat program, kegiatan, target kinerja, dan anggaran BLU/BLUD. RBA satker BLU/BLUD tidak dapat dilepaskan dari kerangka APBN secara keseluruhan atau APBD pada pemerintah daerah. Fleksibilitas yang diberikan dalam kerangka memberikan pengecualian terhadap prinsip universalitas agar satker BLU/BLUD dapat berkembang dan memberikan pelayanan yang memuaskan kepada masyarakat.

Dalam menyusun RBA, satker BLU/BLUD harus mempertimbangkan ukuran dan kompleksitas organisasinya. Satker BLU/BLUD yang memiliki organisasi yang berukuran kecil dapat melakukan sentralisasi dalam hal penganggaran. Namun, satker BLU/BLUD yang besar dan kompleks perlu melakukan desentralisasi dengan memberikan kewenangan kepada unit-unit kerja didalamnya untuk mengajukan kebutuhan anggaran yang diperlukan dan membebaninya dengan target pendapatan.

Bab 3. Pelaksanaan Anggaran

TUJUAN

Peserta diharapkan memahami tentang Dokumen anggaran, Pengelolaan Utang dan piutang dan pengelolaan kas pada BLU/BLUD.

WAKTU

2 Sesi (@45 Menit)

KATA KUNCI

Mismatch, contractual performance agreement, Rupiah Murni, idle cash, mismatch, efisiensi, efektivitas, ekonomis.

METODA

Metoda partisipatif dengan pendekatan pembelajaran dengan menggunakan pemahaman (pembelajaran orang dewasa) dimana pola penyampaian materi dilandaskan pada golden rule yaitu 10-60-40 dimana 10% (pengantar pelatihan/ introduction), 60% (praktik/aktivitas) dan 30% (pemberian teori secara menyeluruh).

RINGKASAN MATERI

Dokumen pelaksanaan anggaran BLU disebut DIPA-BLU, yang disusun berdasarkan RBA definitif. DIPA-BLU merupakan lampiran dari perjanjian kerja antara Pimpinan BLU dengan Kementerian/Lembaga/Dewan Kawasan. DIPA-BLU menjadi dasar pencairan/penarikan dana dari APBN, pengesahan pendapatan dan belanja yang bersumber dari PNBP BLU, dan pertanggungjawaban. Direktur Jenderal Anggaran/ Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan mengesahkan DIPA-BLU paling lambat tanggal 31 Desember dengan menerbitkan Surat Pengesahan DIPA-BLU (SP- DIPA BLU). PPKD mengesahkan DPA-BLUD sebagai dasar pelaksanaan anggaran. DPA-BLUD menjadi lampiran perjanjian kinerja yang ditandatangani oleh kepala daerah dengan pemimpin BLUD, yang merupakan manifestasi hubungan kerja antara kepala daerah dan pemimpin BLUD, yang dituangkan dalam perjanjian kinerja (contractual performance agreement).

Satker BLU merupakan satker pemerintah yang memiliki fleksibilitas, dimana pendapatan yang diperoleh dari jasa layanan tidak perlu disetor ke Kas Negara. Hal ini berarti bahwa satker BLU perlu melakukan pengelolaan kas terhadap pendapatan dimaksud. Aturan pengelolaan kas pada BLUD tidak sedetail BLU. transaksi penerimaan dan pengeluaran kas BLUD yang dananya bersumber dari jasa layanan, hibah, hasil kerjasama dengan pihak lain, dan lain-lain pendapatan BLUD yang sah dilaksanakan melalui rekening kas BLUD.

Piutang BLU dikelola dan diselesaikan secara tertib, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab serta dapat memberikan nilai tambah, sesuai dengan praktek bisnis yang sehat. Untuk Pengelolaan utang pada BLU Pejabat Keuangan BLU melaksanakan pembayaran pokok pinjaman, bunga, dan biaya lainnya pada saat jatuh tempo sesuai Perjanjian Pinjaman.

Dalam hal terdapat penyelesaian kegiatan yang lambat atau penyerapan pinjaman yang rendah, Pemimpin BLU harus mengambil langkah-langkah penyelesaian dengan melakukan evaluasi kinerja kegiatan yang didanai dari pinjaman paling sedikit setiap semester berdasarkan sasaran dan/atau standar kinerja yang telah ditetapkan. BLUD dapat melakukan pinjaman/utang sehubungan dengan kegiatan operasional atau melakukan perikatan pinjaman dengan pihak lain.

Dalam rangka memanfaatkan surplus kas, BLU/BLUD dapat melakukan investasi sepanjang memberi manfaat bagi peningkatan pendapatan dan peningkatan pelayanan kepada masyarakat serta tidak mengganggu likuiditas keuangan. BLU dapat melakukan investasi jangka panjang dengan terlebih dahulu mendapat persetujuan Menteri Keuangan, kecuali untuk satker BLU Pusat Investasi Pemerintah (PIP). Untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan, BLU/BLUD dapat melakukan kerjasama dengan pihak lain. Kerjasama tersebut harus dilakukan berdasarkan prinsip efisiensi, efektivitas, ekonomis dan saling menguntungkan.

Pengadaan barang/jasa dilaksanakan berdasarkan ketentuan pengadaan barang/jasa yang ditetapkan oleh Pemimpin BLU dengan mengikuti prinsip-prinsip transparansi, adil/tidak diskriminatif, akuntabilitas, dan praktik bisnis yang sehat. Ketentuan Pengadaan Barang/Jasa yang dananya baik sebagian atau seluruhnya berasal dari Pinjaman/Hibah Luar Negeri (PHLN) berpedoman pada ketentuan Peraturan Presiden.

Bab 4. Sistem Akuntansi

TUJUAN

Peserta memahami sistem akuntansi pada BLU/BLUD, kebijakan, Jenis, Sistem, Prosedur dan Bagan Akun Standar akuntansi untuk BLU dan BLUD

WAKTU

2 Sesi (@45 Menit)

KATA KUNCI

Chart of Account, pengukuran, penyajian, pengungkapan, pengakuan, Jurnal Standar, persyaratan, formulir

METODA

Metoda partisipatif dengan pendekatan pembelajaran dengan menggunakan pemahaman (pembelajaran orang dewasa) dimana pola penyampaian materi dilandaskan pada golden rule yaitu 10-60-40 dimana 10% (pengantar pelatihan/ introduction), 60% (praktik/aktivitas) dan 30% (pemberian teori secara menyeluruh).

RINGKASAN MATERI

Kebijakan akuntansi BLU/BLUD harus disusun sebagai pedoman pelaksanaan akuntansi. Jenis kebijakan akuntansi yang harus disusun oleh BLU/BLUD terdiri dari: Kebijakan akuntansi pendapatan, akuntansi biaya, akuntansi aset, akuntansi kewajiban, akuntansi ekuitas, akuntansi aset tetap dan aset lainnya. BLU/BLUD harus menyusun sistem akuntansi yang efektif dan efisien untuk memproses seluruh transaksi keuangan yang terjadi. Sistem akuntansi yang harus disusun oleh BLU/BLUD diantaranya adalah:

  1. Sistem akuntansi keuangan
  2. Sistem akuntansi biaya
  3. Sistem Akuntansi Aset tetap

Deskripsi, fungsi terkait, prosedur, bagan alir, formulir, persyaratan dan jurnal standar pada pengeluaran kas.

Bagan Akun Standar (BAS) atau Chart of Account (COA) digunakan untuk pencatatan akuntansi seluruh transaksi keuangan BLU/BLUD. BAS diklasifikasikan dalam kelompok akun sebagai berikut:

  1. Aset Lancar
  2. Aset Tetap
  3. Aset Lainnya
  4. Kewajiban Jangka Pendek
  5. Kewajiban Jangka Panjang
  6. Ekuitas Tidak Terikat
  7. Ekuitas Terikat
  8. Pendapatan Jasa Layanan
  9. Pendapatan Hibah
  10. Pendapatan APBN/APBD
  11. Pendapatan Lainnya/Lain-lain pendapatan yang sah
  12. Belanja APBN/APBD
  13. Biaya Layanan
  14. Biaya Umum dan Administrasi
  15. Biaya Lainnya

Bab 5. Laporan Keuangan

TUJUAN

Peserta diharapkan memahami Laporan Keuangan untuk BLU/BLUD, yaitu Laporan Realisasi Anggaran, Laporan perubahan saldo anggaran lebih, Neraca, Laporan operasional, Laporan Arus Kas, Laporan Perubahan ekuitas, Catatan Atas Laporan Keuangan.

WAKTU

3 Sesi (@45 Menit)

KATA KUNCI

Laporan Realisasi Anggaran, Laporan perubahan saldo anggaran lebih, Neraca, Laporan operasional, Laporan Arus Kas, Laporan Perubahan ekuitas, Catatan Atas Laporan Keuangan.

METODA

Metoda partisipatif dengan pendekatan pembelajaran dengan menggunakan pemahaman (pembelajaran orang dewasa) dimana pola penyampaian materi dilandaskan pada golden rule yaitu 10-60-40 dimana 10% (pengantar pelatihan/ introduction), 60% (praktik/aktivitas) dan 30% (pemberian teori secara menyeluruh).

RINGKASAN MATERI

Kebijakan akuntansi BLU/BLUD harus disusun sebagai pedoman pelaksanaan Dalam rangka pertanggungjawaban atas pengelolaan keuangan dan kegiatan pelayanannya, BLU/BLUD menyusun dan menyajikan laporan:

  1. Laporan Keuangan
  2. Laporan Kinerja

Laporan Keuangan BLU/BLUD terdiri dari:

  1. Laporan Realisasi Anggaran
  2. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih
  3. Neraca
  4. Laporan Operasional
  5. Laporan Arus Kas
  6. Laporan Perubahan Ekuitas
  7. Catatan atas Laporan Keuangan

Pada BLU/BLUD yang memiliki unit-unit usaha atau unit kerja, Laporan Keuangan unit-unit usaha atau unit-unit kerja dikonsolidasikan dalam Laporan Keuangan BLU/ BLUD. Lembar muka (face) Laporan Keuangan unit-unit usaha yaitu laporan realisasi anggaran/laporan operasional, neraca, dan laporan arus kas disajikan sebagai lampiran Laporan Keuangan BLU/BLUD.

Penyampaian Laporan Keuangan dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:

  1. Laporan triwulanan BLU/BLUD paling lambat tanggal 15 setelah triwulan berakhir
  2. Laporan semesteran BLU paling lambat tanggal 10 setelah semester berakhir
  3. Laporan tahunan BLU paling lambat tanggal 20 setelah tahun berakhir
  4. Laporan semesteran dan tahunan BLUD paling lambat 2 (dua) bulan setelah periode pelaporan berakhir.

Laporan Realisasi Anggaran (LRA) menyajikan informasi realisasi pendapatan- LRA, belanja, surplus/defisit-LRA, pembiayaan, dan sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran yang masing-masing diperbandingkan dengan anggarannya dalam satu periode.

Informasi dalam LRA digunakan bersama-sama dengan informasi yang diungkapkan dalam komponen laporan keuangan lainnya sehingga dapat membantu para pengguna laporan keuangan untuk:

  1. Mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber-sumber daya ekonomi
  2. Menyediakan informasi mengenai sumber, alokasi, dan penggunaan sumber daya ekonomi
  3. Menyediakan informasi mengenai realisasi anggaran secara menyeluruh yang berguna dalam mengevaluasi kinerja BLU/BLUD dalam hal efisiensi dan efektivitas penggunaan anggaran.

Laporan Realisasi Anggaran (LRA) BLU paling kurang mencakup pos-pos sebagai berikut:

  1. Pendapatan-LRA
  2. Belanja
  3. Surplus/defisit-LRA
  4. Penerimaan pembiayaan
  5. Pengeluaran pembiayaan
  6. Pembiayaan neto
  7. Sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran (SiLPA/SiKPA).

Tujuan utama neraca adalah menyediakan informasi tentang posisi keuangan BLU/ BLUD meliputi aset, kewajiban, dan ekuitas pada tanggal tertentu. Informasi dalam neraca digunakan bersama-sama dengan informasi yang diungkapkan dalam laporan keuangan lainnya sehingga dapat membantu para pengguna laporan keuangan untuk menilai:

  1. Kemampuan BLU/BLUD dalam memberikan jasa layanan secara berkelanjutan.
  2. Likuiditas & solvabilitas
  3. Kebutuhan pendanaan eksternal.

Laporan Operasional menyajikan ikhtisar sumber daya ekonomi yang menambah ekuitas dan penggunaannya yang dikelola oleh BLU untuk kegiatan pelayanan dalam satu periode pelaporan.

Tujuan utama laporan arus kas adalah menyediakan informasi mengenai sumber, penggunaan, perubahan kas dan setara kas selama periode akuntansi serta saldo kas dan setara kas pada tanggal pelaporan.

Laporan Perubahan Ekuitas menyajikan informasi kenaikan atau penurunan ekuitas tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Catatan atas Laporan Keuangan memberikan penjelasan dan analisis atas informasi yang ada di Laporan Aktivitas, Neraca, Laporan Arus Kas, dan informasi tambahan lainnya sehingga para pengguna mendapatkan pemahaman yang paripurna atas laporan keuangan BLU/BLUD.

BLU/BLUD wajib menyusun laporan keuangan berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahaan Basis Akrual (SAP Akrual). Status BLU/BLUD yang merupakan satker Kementerian Negara/Lembaga/SKPD, maka laporan keuangan BLU/BLUD wajib dikonsolidasikan dengan laporan keuangan Kementerian Negara/Lembaga/ Pemerintah Daerah.

Bab 6. Akuntansi Pendapatan

TUJUAN

Peserta diharapkan memahami tentang Sistem Pendapatan pada Kebijakan Akuntansi Pendapatan dan Juga sistem Akuntansi Pendapatan.

WAKTU

2 Sesi (@45 Menit)

KATA KUNCI

Kebijakan Akuntansi Pendapatan, Sistem Akuntansi Pendapatan, Pengakuan, pengukuran, dan pengungkapan.

METODA

Metoda partisipatif dengan pendekatan pembelajaran dengan menggunakan pemahaman (pembelajaran orang dewasa) dimana pola penyampaian materi dilandaskan pada golden rule yaitu 10-60-40 dimana 10% (pengantar pelatihan/ introduction), 60% (praktik/aktivitas) dan 30% (pemberian teori secara menyeluruh).

RINGKASAN MATERI

Pendapatan adalah arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas BLU/BLUD selama satu periode yang mengakibatkan penambahan ekuitas bersih:

Klasifikasi:

  • Pendapatan Usaha dari Jasa Layanan
  • Hibah
  • Pendapatan APBN/APBD
  • Pendapatan Usaha Lainnya
  • Keuntungan Penjualan Aset Non Lancar
  • Pendapatan dari Kejadian Luar Biasa

Rancangan sistem akuntansi pendapatan berikut ini adalah contoh kasus pada sebuah perguruan tinggi yang menerapkan Pengelolaan Keuangan BLU/BLUD, yang masuk dalam rumpun BLU/BLUD pendidikan.

Sistem ini memang disajikan untuk satker BLU/BLUD yang relatif besar dengan organisasi yang kompleks, yang memiliki banyak unit kerja dengan model desentralisasi keuangan. Desentralisasi keuangan yang dimaksud adalah masing- masing unit kerja memiliki otonomi dalam hal perencanaan kegiatan, penanggaran dan pelaksanaan anggaran. Sehingga dengan model seperti ini, unit kerja menyusun dokumen perencanaan dan anggaran (RBA Unit kerja) masing-masing, mengelola pelaksanaan anggaran sendiri, namun pengajuan pencairan anggaran tetap ditujukan kepada pejabat keuangan yang ada pada kantor pusat. Dengan demikian maka fungsi/otoritas keuangan/perbendaharaan hanya ada pada tingkat kantor pusat saja.

Rancangan model seperti ini dimaksudkan untuk pemisahan fungsi secara jelas, antara pihak yang menjalankan kegiatan/pelayanan dengan fungsi yang menjalankan keuangan/perbendaharaan.

Pendapatan jasa layanan pendidikan adalah pendapatan yang bersumber dan disetorkan langsung oleh mahasiswa melalui bank yang ditunjuk.

Pendapatan jasa lainnya adalah pendapatan yang bersumber selain dari pendapatan pendidikan. Pendapatan jasa lainnya terdiri dari pendapatan kerjasama dengan pihak ketiga, pendapatan dari unit usaha BLU/BLUD, penerimaan dana hibah, pendapatan jasa perbankan, pendapatan hasil investasi dan pendapatan lain-lain.

Bab 7. Sistem Akuntansi Pengeluaran Kas

TUJUAN

Peserta diharapkan memahami tentang Sistem Akuntansi pengeluaran kas pada kas kecil, kas bank dan sub sistem kas bank yang diperlukan oleh BLU/BLUD.

WAKTU

2 Sesi (@45 Menit)

KATA KUNCI

Pengeluaran Kas, Kas Kecil, Kas Bank, Bendahara, tagihan, FRA, SPTB, SPM-KK.

METODA

Metoda partisipatif dengan pendekatan pembelajaran dengan menggunakan pemahaman (pembelajaran orang dewasa) dimana pola penyampaian materi dilandaskan pada golden rule yaitu 10-60-40 dimana 10% (pengantar pelatihan/ introduction), 60% (praktik/aktivitas) dan 30% (pemberian teori secara menyeluruh).

RINGKASAN MATERI

Contoh rancangan sistem berikut ini dapat diimplementasikan pada satker BLU/BLUD yang relatif besar dengan organisasi yang kompleks, yang memiliki banyak unit kerja dengan model desentralisasi keuangan.

Desentralisasi keuangan yang dimaksud adalah masing-masing unit kerja memiliki otonomi dalam hal perencanaan kegiatan, penanggaran dan pelaksanaan anggaran.

Unit kerja menyusun dokumen perencanaan dan anggaran (RBA Unit kerja) masing-masing, mengelola pelaksanaan anggaran sendiri, namun pengajuan pencairan anggaran tetap ditujukan kepada pejabat keuangan yang ada pada kantor pusat.

Fungsi/otoritas keuangan/perbendaharaan hanya ada pada tingkat kantor pusat saja.

Rancangan model seperti ini dimaksudkan untuk pemisahan fungsi secara jelas, antara pihak yang menjalankan kegiatan/pelayanan dengan fungsi yang menjalankan keuangan/perbendaharaan.

Sistem kas bank adalah pelaksanaan pembayaran atas suatu kegiatan yang dilakukan oleh Otorisator Kegiatan (OK) kepada pihak lain baik kepada karyawan/penyedia barang atau jasa/pihak ketiga lainnya, melalui penerbitan SPM-PL atas nama pihak lain.

Bab 8. Akuntansi Biaya

TUJUAN

Peserta diharapkan memahami tentang Kebijakan Akuntansi Biaya dan juga sistem Akuntansi Biaya untuk kebutuhan BLU dan BLUD

WAKTU

2 Sesi (@45 Menit)

KATA KUNCI

Akuntansi Biaya, Pengakuan, Pengukuran, Pengungkapan.

METODA

Metoda partisipatif dengan pendekatan pembelajaran dengan menggunakan pemahaman (pembelajaran orang dewasa) dimana pola penyampaian materi dilandaskan pada golden rule yaitu 10-60-40 dimana 10% (pengantar pelatihan/ introduction), 60% (praktik/aktivitas) dan 30% (pemberian teori secara menyeluruh).

RINGKASAN MATERI

Biaya adalah penurunan manfaat ekonomi selama satu periode akuntansi dalam bentuk arus keluar kas atau berkurangnya aset atau terjadinya kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas bersih.

Biaya BLU/BLUD diklasifikasikan sebagai berikut:

  1. Biaya Layanan
  2. Biaya Umum dan Administrasi
  3. Biaya Lainnya
  4. Rugi Penjualan Aset Non Lancar
  5. Biaya dari Kejadian Luar Biasa

Biaya diakui pada saat terjadinya penurunan manfaat ekonomi masa depan yang berkaitan dengan penurunan aset atau peningkatan kewajiban dan dapat diukur dengan andal.

Biaya dan kerugian dicatat sebesar: umlah kas yang dibayarkan jika seluruh pengeluaran tersebut dibayar pada periode berjalan, Jumlah biaya periode berjalan yang harus dibayar pada masa yang akan datang.

Sistem akuntansi biaya digunakan untuk menghasilkan informasi diantaranya tentang: harga pokok produksi biaya satuan (unit cost) per unit layanan, dan analisis varian biaya (perbedaan antara biaya standar dan biaya sesungguhnya) ataupun informasi lain untuk kepentingan manajerial dalam perencanaan, pengendalian, pengambilan keputusan, dan perhitungan tarif layanan.

Perhitungan akuntansi biaya pada BLU/BLUD idealnya menggunakan pendekatan Activity Based Costing, yaitu suatu sistem perhitungan biaya berdasarkan aktivitas yang menghubungkan sumber daya yang digunakan BLU/BLUD dengan produk atau jasa yang diterima masyarakat sebagai pelanggan.

Bab 9. Akuntansi Aset Tetap

TUJUAN

Peserta diharapkan memahami tentang Siklus Manajemen, Pengadaan, Penggunaan, Pemanfaatan, Pemeliharaan, Penilaian, Pemindahtanganan, Penghapusan, dan Penatausahaan Aset Tetap

WAKTU

2 Sesi (@45 Menit)

KATA KUNCI

Siklus Manajemen, Pengadaan, Penggunaan, Pemanfaatan, Pemeliharaan, Penilaian, Pemindahtanganan, Penghapusan, dan Penatausahaan Aset Tetap

METODA

Metoda partisipatif dengan pendekatan pembelajaran dengan menggunakan pemahaman (pembelajaran orang dewasa) dimana pola penyampaian materi dilandaskan pada golden rule yaitu 10-60-40 dimana 10% (pengantar pelatihan/ introduction), 60% (praktik/aktivitas) dan 30% (pemberian teori secara menyeluruh).

RINGKASAN MATERI

Secara umum manajemen aset tetap baik pada sektor privat maupun sektor publik meliputi beberapa aktivitas inti yakni: 1) perencanaan (planning), 2) perolehan (acquisition), 3) pemanfaatan (utilization), dan 4) penghapusan (disposal).

Pengadaan aset tetap pada hakekatnya adalah upaya pihak pengguna barang dalam hal ini BLU/BLUD, untuk mendapatkan atau mewujudkan barang yang diinginkan dengan menggunakan metode dan proses tertentu untuk mencapai kesepakatan harga, waktu dan kesepakatan lainnya.

Pemanfaatan BMN menurut PP Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, adalah pendayagunaan Barang Milik Negara/Daerah yang tidak digunakan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi kementerian/lembaga/satuan kerja perangkat daerah dan/atau optimalisasi Barang Milik Negara/Daerah dengan tidak mengubah status kepemilikan.

Pemeliharaan aset tetap BLU/BLUD termasuk dalam lingkup pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (BMN/D).

Penilaian adalah suatu proses kegiatan penelitian yang selektif didasarkan pada data/ fakta yang obyektif dan relevan dengan menggunakan metode/teknis tertentu untuk memperoleh nilai BMN/D.

Pemindahtanganan adalah pengalihan kepemilikan BMN/BMD sebagai tindak lanjut dari penghapusan dengan cara dijual, dipertukarkan, dihibahkan atau disertakan sebagai modal Pemerintah/Pemerintah Daerah.

Pemindahtanganan Barang Milik Daerah untuk tanah dan/atau bangunan, atau selain tanah dan/atau bangunan yang bernilai lebih dari Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dilakukan setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Pemindahtanganan Barang Milik Negara/Daerah berupa tanah dan/atau bangunan tidak memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Penghapusan BMN/D merupakan pengakhiran siklus aset dengan pertimbangan- pertimbangan dan argumentasi-argumentasi yang dapat dipertanggungjawabkan.

Penatausahaan BMN/D pada BLU/BLUD meliputi pembukuan, inventarisasi dan pelaporan, termasuk didalamnya adalah melaksanakan akuntansi BMN/D.

Bab 10. Akuntansi Aset Tetap

TUJUAN

Peserta mampu memahami kegiatan yang dilakukan dan unsur yang terkain dalam pembinaan, pengawasan dan pemeriksaan

WAKTU

1 Sesi (@60 Menit)

KATA KUNCI

RSB, RBA, kewajiban, SPI, BPK, KAP, Opini Auditor, adequte disclosures, unqualified opinion, qualified opinion, adversed opinion, disclaimer of opinion

METODA

Metoda partisipatif dengan pendekatan pembelajaran dengan menggunakan pemahaman (pembelajaran orang dewasa) dimana pola penyampaian materi dilandaskan pada golden rule yaitu 10-60-40 dimana 10% (pengantar pelatihan/ introduction), 60% (praktik/aktivitas) dan 30% (pemberian teori secara menyeluruh).

RINGKASAN MATERI

Pembinaan teknis BLU dilakukan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan Kawasan, sedangkan pembinaan di bidang keuangan dilakukan oleh Menteri Keuangan.

Dalam rangka pelaksanaan pengawasan terhadap pengelolaan BLU dapat dibentuk Dewan Pengawas. Usulan keanggotaan Dewan Pengawas BLU diajukan oleh Menteri/ Pimpinan Lembaga kepada Menteri Keuangan untuk mendapatkan persetujuan. Kemudian untuk BLUD, Dewan Pengawas dibentuk dengan keputusan kepala daerah atas usulan pemimpin BLUD. Dalam rangka mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya, Dewan Pengawas BLU berkewajiban menyampaikan laporan pengawasan kepada Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan Kawasan dan Menteri Keuangan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) semester. Sedangkan Dewan Pengawas pada BLUD melaporkan pelaksanaan tugas pengawasannya kepada kepala daerah secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam satu tahun dan sewaktu-waktu apabila diperlukan.

Fungsi pemeriksaaan internal dalam pada BLU/BLUD dilaksanakan oleh Satuan Pemeriksaan Intern (SPI). SPI berkedudukan sebagai unit kerja yang berkedudukan langsung di bawah pimpinan BLU. Fungsi pemeriksaaan eksternal dalam pada BLU/BLUD dilaksanakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Kantor Akuntan Publik (KAP) yang terdaftar di BPK.

3. Keuangan UPTD Puskesmas

Modul Keuangan UPTD Puskesmas:

Modul Mengelola Keuangan Puskesmas ini dibuat untuk memberikan pemahaman secara komprehensif tentang bagaimana pengelolaan keuangan Puskesmas yang baik. Modul ini merupakan bagian dari Serial Materi Pelatihan Pengelolaan Keuangan Daerah yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK), Kementerian Keuangan RI. Modul ini secara teknis ditujukan bagi pelaksana dan pengelola keuangan di Puskesmas. Namun, modul juga memberikan pemahaman tentang hubungan keuangan di UPT dengan keuangan daerah, struktur organisasi, proses perencanaan dan penganggaran yang penting untuk dipahami oleh pimpinan Puskesmas.

Isi Modul:

Modul Mengelola Keuangan UPTD Puskesmas ini berisi lima bab dan dilengkapi dengan suplemen tentang Dana Alokasi Khusus (DAK) Non-fisik Bidang Kesehatan. Bab 1 modul ini memberikan penjelasan tentang dasar hukum, tata kelola pemerintah daerah, pengelolaan keuangan daerah, penjelasan tentang Puskesmas dan tata kelola dan pengelolaan keuangan UPTD. Bab 2 memberikan pemahaman tentang perencanaan dan penganggaran UPTD. Secara rinci bab ini menjelaskan tentang standar pelayanan minimal kesehatan, sumber dana UPTD, klasifikasi belanja, rencana kerja dan anggaran UPTD, perencanaan dan penganggaran Puskesmas serta perencanaan dan anggaran berperspektif kesetaraan gender dan inklusi sosial. Bab 3 memuat tentang penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) UPTD. Bab ini berisi landasan hukum, pendekatan penyusunan RKA, evaluasi hasil pelaksanaan program, pedoman penyusunan RKA dan RKAP.

Panduan Pengajaran:

Bab 1. Tata Kelola Kelembagaan Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah

TUJUAN

Peserta mampu memahami dasar hukum, pola kerja, tata kelola organisasi dan tata kelola keuangan pada Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD)

WAKTU

3 Sesi (@45 Menit)

KATA KUNCI

Keuangan daerah, perangkat daerah, unit pelaksana teknis daerah, puskesmas, tata kelola keuangan

METODA

Metoda pembelajaran yang diterapkan adalah metoda partisipatif. Dengan metoda ini, materi yang disampaikan disesuaikan dengan kebutuhan pembelajaran orang dewasa (andragogi) sesuai golden rule 10-60-30, yaitu 10% (pengantar pelatihan/ introduction), 60% (praktik/aktivitas) dan 30% (pemberian teori secara menyeluruh).

RINGKASAN MATERI

Keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Pengelolaan Keuangan Daerah sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan Keuangan Negara merupakan aspek penting dalam mengelola daerah.

Berdasarkan PP 41 Tahun 2007, yang dimaksud dengan Perangkat Daerah atau yang dikenal dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) adalah unsur pembantu kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang terdiri dari Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Dinas Daerah, Lembaga Teknis Daerah, Kecamatan, dan Kelurahan. Pada Dinas Daerah dapat dibentuk Unit Pelaksana Teknis Dinas untuk melaksanakan sebagian kegiatan teknis operasional dan/atau kegiatan teknis penunjang yang mempunyai wilayah kerja satu atau beberapa kecamatan. Unit pelaksana teknis dapat juga dibentuk pada badan.

Pengaturan tentang UPT Dinas dan Badan secara detil diatur dalam peraturan kepala daerah (Gubernur/Bupati/walikota). Jenis UPTD dan struktur organisasi dibuat sesuai kebutuhan daerah. Sebagai contoh UPTD adalah Puskesmas pada Dinas Kesehatan dan Sekolah pada Dinas Pendidikan. Puskesmas dan Sekolah merupakan contoh dari frontline services karena merupakan institusi terdepan dalam melayani masyarakat.

SKPD dan UPTD memiliki hubungan komando, dimana UPTD merupakan bagian dari SKPD. Kepala UPTD bertanggung jawab kepada Kepala SKPD.Sedangkan hubungan antara SKPD dengan SKPKD secara kelembagaan sejajar di bawah Kepala daerah. Namun berkaitan dengan kewenangan pengelolaan keuangan daerah, hubungan kedua institusi tersebut adalah SKPKD sebagai Bendahara Umum Daerah sedangkan SKPDpengguna anggaran dan UPTD sebagai kuasa pengguna anggaran. Pengelola keuangan UPTD secara sederhana terdiri dari Kepala UPTD dan bendahara. Pada prinsipnya Kepala UPTD bertindak selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) atas seluruh pelaksanaan kegiatan di UPTD.

BAB 2. Perencanaan dan Penganggaran Keuangan UPTD

TUJUAN

Peserta mampu memahami hubungan rencana strategis dan rencana kerja SKPD dengan UPT, sumber dan penggunaan dana UPTD, klasifikasi belanja daerah serta rencana kerja dan anggaran UPTD. Peserta juga mampu memahami tentang perspektif gender dan inklusi sosial dalam perencanaan penganggaran.

WAKTU

7 Sesi (@45 Menit)

KATA KUNCI

Perencanaan strategis, standar pelayanan minimal (SPM), bantuan operasional kesehatan (BOK), belanja langsung, belanja tidak langsung dan rencana kegiatan dan anggaran (RKA), perspektif gender, inklusi sosial.

METODA

Metoda partisipatif dengan pendekatan pembelajaran dengan menggunakan pemahaman (pembelajaran orang dewasa) dimana pola penyampaian materi dilandaskan pada golden rule yaitu 10-60-40 di mana 10% (pengantar pelatihan/ introduction), 60% (praktik/aktivitas) dan 30% (pemberian teori secara menyeluruh).

RINGKASAN MATERI

Pemerintah Daerah dalam upaya melaksanakan tugasnya diawali dengan menyusun perencanaan strategis, yaitu suatu proses yang berorientasi pada hasil (capaian kinerja) yang ingin dicapai oleh organisasi (Pemda/SKPD) sesuai kewenangan selama kurun waktu tertentu secara sistematis dan berkesinambungan dengan memperhitungkan potensi, peluang, dan kendala yang ada atau yang mungkin timbul. Untuk level SKPD dikenal Rencana strategis (Renstra) untuk periode 5 tahun dan Rencana Kerja (Renja SKPD) untuk periode satu tahun. Selanjutnya berdasarkan perencanaan tersebut dibuatlah rencana anggaran, dari KUA, PPAS, RKA hingga APBD.

Rencana Kerja atau Renja pada tingkat SKPD terkait dengan rencana kerja pada Unit Pelaksana Teknis yang berada di bawahnya. Untuk Renja dan RKA Dinas Kesehatan, maka terkait dengan Renja dan RKA UPTD Puskesmas. Pelaksanaan Anggaran menjadi bagian penting dalam mewujudkan rencana strategis yang ingin dicapai oleh Pemerintah Daerah sebagaimana tertuang dalam dokumen perencanaannya. Untuk memantau keberhasilan pelaksanaan anggaran tersebut, maka diperlukann adanya indikator kinerja. Dan salah satu indikator kinerja yang dikembangkan dari tingkat SKPD sampai dengan UPTD adalah Standar Pelayanan Minimum (SPM). SPM adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal (PP No. 65 Tahun 2005 Pasal 1 Ayat 6).

Sumber dana UPTD Puskesmas dapat berasal dari APBN, APBD Provinsi, APBD Kabupaten/Kota, serta pihak ketiga seperti BPJS untuk Puskesmas.

Belanja Daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. Belanja daerah meliputi semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah. Belanja daerah diklasifikasikan ke dalam belanja langsung dan belanja tidak langsung.

Belanja Langsung, yaitu belanja yang dipengaruhi secara langsung oleh adanya program atau kegiatan yang direncanakan. Jenis Belanja Langsung dapat berupa belanja pegawai, belanja barang dan jasa, dan belanja modal. Belanja tidak langsung merupakan belanja yang tidak terkait secara langsung dengan program dan kegiatan yang dilaksanakan dan sukar diukur dengan capaian prestasi kerja yang ditetapkan. Belanja tidak langsung pada dasarnya merupakan belanja yang digunakan secara bersama-sama (commmon cost) untuk melaksanakan seluruh program atau kegiatan Unit Kerja atau aktivitas umum lainnya.

RKA SKPD adalah dokumen perencanaan dan penganggaran yang memuat rencana pendapatan, belanja untuk masing-masing program dan kegiatan menurut fungsi untuk tahun yang direncanakan dirinci sampai dengan rincian objek pendapatan, belanja dan pembiayaan, serta perkiraan maju untuk tahun berikutnya. Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) SKPD merupakan bentuk pengalokasian sumberdaya keuangan pemerintah daerah berdasarkan struktur APBD dan kode rekening.

Indonesia memiliki kebijakan untuk peningkatan kesetaraan gender dan berkomitmen dalam pembangunan inklusi. Kebijakan dan peraturan yang relevan dengan peningkatan kesetaraan gender dan dan inklusi sosial dapat dilihat dalam UUD 1945 ps 27, 28H, 28I, dan 34, Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Agains Women – CEDAW) Ditandatangani oleh Indonesia: 29 juli 1980 Diratifikasi oleh Indonesia dengan UU 7/1984: Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita [sic] (CEDAW, 13 Sep 1984, Instruksi Presiden No. 9/2000: Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional, UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan kekerasan dalam Rumah Tangga, UU No. 40/2008 tentang penghapusan diskriminasi ras dan etnis, Peraturan Mentri Dalam Negeri No. 67/ 2011, UU No. 19/2011 tentang Pengesahan Indonesia atas UNCRPD, Surat Edaran Bersama 2012: Strategi nasional untuk percepatan pengarusutamaan gender melalui perencanaan dan penganggran responsif gender, Peraturan Pemerintah No.43 Tahun 2014, UU No. 6 /2014 tentang Desa, RPJM 2015-2019, Peraturan Pemerintah No. 75/2015 dan Instruksi Presiden tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia, Peraturan Mentri Koperasi dan UMKM No.7/2015 dan UU No. 8/2016 tentang Disabilitas.

Pada kebijakan tertinggi, pemerintah Indonesia telah mengesahkan undang-undang tentang penyandang disabilitas (UU No.8 tahun 2016) tetapi sebelum itu, pemerintah telah menetapkan pengarusutamaan gender dalam pembangunan nasional (Instruksi Presiden No.9 tahun 2000 dan Peraturan Menteri No.15 tahun 2008).

Berdasarkan kebijakan tersebut, konsep perencanaan dan penganggaran responsif gender dan sosial inklusi merupakan suatu pendekatan analisis kebijakan, program dan kegiatan untuk mengetahui perbedaan kondisi, permasalahan, aspirasi dan kebutuhan perempuan, lakilaki, penyandang disabilitas dan kelompok terpinggirkan yang lain. Penyusunan perencanaan yang responsive gender dan kelompok inklusi diawali dengan pengintegrasian isu tersebut dalam penyusunan perencanaan dan penganggaran serta merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Analisis gender analisis situasi inklusi sosial harus dilakukan pada setiap tahapan penyusunan kebijakan strategis dan kebijakan operasional.

Dokumen kebijakan strategis perencanaan penganggaran meliputi RPJP, RPJMN, Renstra, RKP, Renja, dan Pagu Indikatif/pagu sementara. Sedangkan kebijakan operasional meliputi dokumen APBN, RKA, dan DIPA. Dokumen kebijakan strategis menjadi dasar penyusunan program dan kegiatan yang responsif gender dan inklusi sosial. Sementara operasionalisasi pengintegrasian isu gender dan inklusi sosial dalam perencanaan dan penganggaran dilakukan melalui penyusunan dokumen Renja.

Pada sessi ini juga membahas tentang bagaimana langkah-langkah perencanaan yang responsif gender, analisis GESI dalam alur perencanaan penganggaran dan pembangunan, serta analisis kebijakan gender dan inklusi sosial dilakukan dengan mengacu pada tujuan kebijakan yang berlaku pada saat ini serta berbagai isu gender dan inklusi sosial. Isu gender dan inklusi sosial tersebut dapat diperoleh dari data pembuka wawasan dengan memperhatikan faktor kesenjangan terhadap akses, partisipasi, control, dan manfaat. Berdasarkan analisis tersebut, kebijakan yang responsife GESI diformulasikan untuk menghapus atau memperkecil kesenjangan gender dan inklusi sosial yang ada. Penentuan alat pengukur dapat digunakan beberapa indikator gender dan inklusi sosial. Selanjutnya, dibuat rencana program yang responsif gender dan inklusi sosial dengan memperhatikan sasaran dan kegiatan yang ada dan diimplementasikan. Selanjutnya dilakukan kegiatan monitoring dan evaluasi untuk melihat dampak dari program dan kegiatan tersebut.

Bab 3. Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran UPTD

TUJUAN

Peserta mampu memahami pengertian dan landasan hukum penyusunan RKA, pendekatan penyusunan RKA, faktor penting dalam penyusunan RKA dan pedoman penyusunan RKA

WAKTU

10 Sesi (@45 Menit)

KATA KUNCI

Perencanaan strategis, standar pelayanan minimal (SPM), bantuan operasional kesehatan (BOK), belanja langsung, belanja tidak langsung dan rencana kegiatan dan anggaran (RKA)

METODA

Metoda partisipatif dengan pendekatan pembelajaran dengan menggunakan pemahaman (pembelajaran orang dewasa) dimana pola penyampaian materi dilandaskan pada golden rule yaitu 10-60-40 dimana 10% (pengantar pelatihan/ introduction), 60% (praktik/aktivitas) dan 30% (pemberian teori secara menyeluruh).

RINGKASAN MATERI

Penyusunan RKA merupakan penjabaran dari program dan kegiatan yang termuat dalam RPKD dan Renja SKPD. Sedangkan penyusunan anggaran merupakan bentuk pengalokasian sumberdaya keuangan pemerintah daerah berdasarkan struktur APBD dan kode rekening. Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) merupakan jumlah anggaran yang diberikan pada SKPD untuk setiap program dan kegiatan, sehingga PPAS digunakan sebagai acuan besarnya anggaran dalam penyusunan RKA.

Penyusunan RKA mengunakan 3 (tiga) pendekatan, yaitu pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah daerah, pendekatan penganggaran terpadu, dan pendekatan penganggaran berdasar prestasi kerja. Pendekatan penganggaran berdasarkan prestasi kerja (anggaran berbasis kinerja) dilakukan dengan memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran yang diharapkan dari kegiatan dan hasil yang diharapkan dari program termasuk efisiensi dalam pencapaian keluaran dan hasil tersebut. Semakin besar keluaran dan hasil yang akan dicapai semakin besar pula belanja yang akan dianggarkan, demikian pula sebaliknya.

Pendekatan penganggaran terpadu dilakukan dengan mengintegrasikan seluruh proses perencanaan dan penganggaran di lingkungan unit kerja untuk menghasilkan dokumen rencana kerja dan anggaran yang terintegrasi. Dengan adanya pendekatan penganggaran terpadu akan menghindari penganggaran program dan kegiatan yang tumpang tindih yang dilakukan diantara unit kerja. Dengan demikian akan tercipta penganggaran yang efisien dan efektif.

Pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah dilaksanakan dengan menyusun prakiraan maju yang berisi perkiraan kebutuhan anggaran untuk program dan kegiatan yang direncanakan dalam tahun anggaran berikutnya dari tahun anggaran yang direncanakan dan merupakan implikasi kebutuhan dana untuk pelaksanaan program dan kegiatan tersebut pada tahun berikutnya.

Di dalam penyusunan anggaran, disamping memperhatikan dan menerapkan pendekatan penyusunan anggaran seperti yang dikemukakan di atas, juga perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

  1. Ketersediaan Anggaran
    Di dalam melakukan penyusunan anggaran, tim penyusun anggaran perlu memastikan ketersediaan anggaran untuk membelanjai program dan kegiatan. Untuk anggaran yang bersumber dari APBD, ketersediaan dana untuk setiapprogram dan kegiatan dapat dilihat dari plafon anggaran yang diterima setiap SKPD sebelum menyusun anggaran.
  2. Prioritas Program dan Kegiatan
    Banyaknya keinginan dan kebutuhan untuk melaksanakan program dan kegiatan unit kerja sementara ketersediaan anggaran relatif terbatas sehingga mendorong setiap unit kerja untuk memilih program dan kegiatan untuk dilaksanakan. Untuk mengatasi hal tersebut maka setiap unit kerja perlu terlebih dahulu menentukan prioritas program dan kegiatan yang akan dilaksanakan sehingga lebih memudahkan di dalam memilih program dan kegiatan jika anggaran terbatas untuk membelanjai semua program dan kegiatan yang diusulkan.
  3. Persyaratan Penggunaan Dana
    Pada umumnya setiap sumber dana memiliki ketentuan penggunaan dana tersendiri. Misalnya penggunaan dana yang bersumber dari BOK, dan BPJS yang memiliki karakteristik peruntukan.Penyusunan anggaran hendaknya memperhatikan persyaratan penggunaan dana dari setiap sumber dana agar semua dana dapat termanfaatkan dengan optimal. Oleh karena itu setiap kegiatan yang akan dibelanjai perlu mencantumkan sumber dananya. Penyusunan RKA unit kerja meliputi RKA Pendapatan dan RKA Belanja. RKA pendapatan memuat seluruh penerimaan yang bersumber dari pendapatan, misalnya untuk Puskesmas adalah retribusi pelayanan medis untuk pasien dari luar wilayah layanan. Sedangkan RKA belanja memuat seluruh belanja unit kerja hingga saat ini, penyusunan belanja barang modal dan belanja tidak langsung untuk Puskesmas disusun oleh Dinas terkait sehingga penyusunan anggaran belanja pada kedua unit kerja tersebut hanya sebatas RKA belanja langsung non belanja barang modal. Formulir RKA Puskesmas tergantung dari ketentuan yang mengaturnya.

Bab 4. Penatausahaan Keuangan UPTD

TUJUAN

Peserta mampu memahami ketentuan dan kaidah umum penatausahaan keuangan, penatausahaan penerimaan kas, penatausahaan pengeluaran kas dan penatausahaan perpajakan serta perhitungan iuran/potongan pihak ketiga

WAKTU

10 Sesi (@45 Menit)

KATA KUNCI

Penatausahaan keuangan, penerimaan kas, pengeluaran kas, surat tanda setoran, pembukuan bendahara pengeluaran, dana kapitasi, surat permintaan pembayaran, surat perintah membayar, surat perintah pencairan dana, pajak penghasilan, pejak pertambahan nilai, potongan pihak ketiga

METODA

Metoda partisipatif dengan pendekatan pembelajaran dengan menggunakan pemahaman (pembelajaran orang dewasa) dimana pola penyampaian materi dilandaskan pada golden rule yaitu 10-60-40 dimana 10% (pengantar pelatihan/ introduction), 60% (praktik/aktivitas) dan 30% (pemberian teori secara menyeluruh).

RINGKASAN MATERI

Penatausahaan dana di UPTD merupakan pelaksanaan prosedur penerimaan kas dan pengeluaran kas beserta pembukuan dan pertanggungjawabannya. Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa terdapat dua aktivitas utama penatausahaan keuangan UPTD, yaitu aktivitas penatausahaan penerimaan kas dan aktivitas penatausahaan pengeluaran kas. Dalam aktivitas penatausahaan pengeluaran kas juga terdapat kegiatan penerimaan, sehingga seringkali membingungkan untuk membedakan kedua aktivitas tersebut. Perbedaan dari kedua aktivitas ini terdapat pada jenis dana yang dikelolanya serta yang dilakukan setelah kegiatan penerimaan dilakukan.

Terdapat beberapa kaidah yang berlaku umum bagi seluruh unit instansi pemerintah dalam mengelola keuangan daerah, sebagai berikut :

  1. Keuangan Negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang- undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. (Pasal 3 (1) : UU 17/2003)
  2. Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dimasukkan dalam APBD. (Pasal 3 (6) : UU 17/2003)
  3. Penerimaan kementerian negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah tidak boleh digunakan langsung untuk membiayai pengeluaran. (Pasal 16 (3) : UU 1/2004)
  4. Setiap bendahara sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian keuangan negara yang berada dalam pengurusannya. (Pasal 35 (1) : UU 1/2004)
  5. Pejabat yang menandatangani dan atau mengesahkan dokumen yang berkaitan dengan surat bukti yang menjadi dasar penerimaan dan atau pegeluaran atas pelaksanaan APBD bertanggungjawab atas kebenaran material dan akibat yang timbul dari penggunaan surat bukti dimaksud. (Pasal 184 : Permendagri 13/2006)

Berdasarkan ketentuan yang berlaku di bidang perpajakan, bendahara pemerintah adalah pihak yang melakukan pemotongan dan pemungutan pajak atas pengeluaran yang berasal dari APBN/APBD. Oleh karena itu, bendahara pemerintah harus mengerti aspek-aspek perpajakan, terutama yang berkaitan dengan kewajiban untuk melakukan pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) serta Bea Materai.

Secara umum, kewajiban perpajakan bagi bendahara pemerintah adalah:

  • Mendaftarkan Diri Menjadi Wajib Pajak Bendahara pemerintah yang mengelola dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah wajib mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sebagai identitas bendahara dalam menjalankan kewajiban perpajakannya yaitu memotong/memungut, menyetor, dan melaporkan PPh dan/atau PPN.
  • Melakukan Pemotongan dan/atau Pemungutan PPh,PPN dan Bea Materai Kewajiban bendahara pemerintah sehubungan dengan Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Bea Meterai adalah pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 21, Pajak Penghasilan Pasal 22, Pajak Penghasilan Pasal 23, Pajak Pertambahan Nilai dan Bea Meterai.
  • Kewajiban Penyetoran dan Pelaporan Kewajiban bendahara pemerintah selanjutnya adalah menyetorkan PPh dan/atau PPN ke Bank Persepsi/Kantor Pos penerima pembayaran dan melaporkan SPT Masa PPh dan/atau PPN ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP).

Bab 5. Pelaporan dan Pertanggungjawaban Pengelolaan Keuangan Serta Barang Milik Daerah pada UPTD

TUJUAN

Peserta mampu memahami paradigma dalam pelaporan keuangan UPTD , pelaporan keuangan terpadu, pelaporan pengelolaan barang milik daerah pada UPTD dan konsep pelaporan sebagai sebuah Entitas

WAKTU

10 Sesi (@45 Menit)

KATA KUNCI

Laporan keuangan, laporan keuangan terpadu, barang milik daerah, pengurus barang, penyimpan barang, akuntansi entitas nirlaba

METODA

Metoda partisipatif dengan pendekatan pembelajaran dengan menggunakan pemahaman (pembelajaran orang dewasa) dimana pola penyampaian materi dilandaskan pada golden rule yaitu 10-60-40 dimana 10% (pengantar pelatihan/ introduction), 60% (praktik/aktivitas) dan 30% (pemberian teori secara menyeluruh).

RINGKASAN MATERI

Frontline Service dalam bentuk Puskesmas sebagai UPTD yang berada di bawah SKPD memiliki karakteristik yang berbeda dalam pengelolaan keuangannya. Dana yang dikelola oleh UPTD Frontline Service sangat beragam, sedangkan SKPD hanya mengelola dana yang berasal dari APBD saja. Oleh karena itu, dalam pengelolaan dan pelaporan dana tersebut disesuaikan dengan petunjuk teknis (juknis) yang diberikan oleh masing-masing pemberi dana, untuk Puskesmas diterbitkan Juknis BOK untuk dana BOK yang berasal dari APBN maupun sumber dana lainnya seperti dari APBD Provinsi, APBD Kabupaten/Kota, maupun dana dari pihak ketiga. Penggunaan dan pelaporan keuangan atas penggunaan dana tersebut harus mengacu pada Juknis yang telah ditetapkan, sehingga bentuk dan format pelaporannya juga bisa berbeda-beda tergantung dari pemberi dananya.

Laporan Keuangan Terpadu (LKT) adalah laporan yang mencatat semua jenis penerimaan dari berbagai sumber dana dan semua jenis pengeluaran yang dilakukan. Selain itu, LKT juga dapat dikaitkan dengan perencanaan dan anggaran UPTD untuk melihat konsistensi antara apa yang direncanakan dan dianggarkan dengan apa yang dibiayai oleh UPTD. Laporan Keuangan Terpadu merupakan laporan keuangan konsolidasi UPTD yang menunjukkan seluruh sumber dan pengeluaran keuangan UPTD secara komprehensif. Laporan Keuangan Terpadu (LKT) merupakan salah satu bagian penting dari tata kelola UPTD (school governance), yaitu transparansi dan akuntabilitas manajemen UPTD (Kemendiknas-Unicef).

Paradigma baru pengelolaan barang milik negara/aset negara telah memunculkan optimisme baru dalam penataan dan pengelolaan aset negara yang lebih tertib, akuntabel, dan transparan ke depannya. Pengelolaan aset negara yang profesional dan modern dengan mengedepankan good governance diharapkan akan mampu meningkatkan kepercayaan pengelolaan keuangan negara dari masyarakat atau pemangku kepentingan lainnya. UPTD sebagai unit layanan terdepan yang memberikan pelayanan kepada masyarakat (Puskesmas), memiliki peran dan tanggung jawab dalam pengelolaan BMD yang dikuasainya.

Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) selaku kuasa pengguna barang milik daerah, berwenang dan bertanggung jawab:

  1. Mengajukan rencana kebutuhan barang milik daerah bagi unit kerja yang dipimpinnya kepada Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang bersangkutan;
  2. Melakukan pencatatan dan inventarisasi barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya;
  3. Menggunakan barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi unit kerja yang dipimpinnya;
  4. Mengamankan dan memelihara barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya;
  5. Melakukan pengawasan dan pengendalian atas penggunaan barang milik daerah yang ada dalam penguasaannya;
  6. Menyusun dan menyampaikan Laporan Barang Kuasa Pengguna Semesteran (LBKPS) dan Laporan Barang Kuasa Pengguna Tahunan (LBKPT) yang berada dalam penguasaannya kepada kepala satuan kerja perangkat daerah yang bersangkutan.

Kondisi perkembangan akuntabilitas pelaporan keuangan UPTD Frontline Service pada saat sekarang ini, sama dengan awal dimulainya Otonomi Pemeritah pada tahun 1999 dengan diundangkannya Paket Undang-Undang Otonomi Daerah. Setelah otonomi daerah berjalan 6 tahun, Pemerintah baru dapat menerbitkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, yang kemudian diganti dengan Peraturan Pemerintah RI Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah RI Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan, pada Pasal 70 ayat 1 menyebutkan:

"Realisasi penerimaan dan pengeluaran dana pendidikan Pemerintah dibukukan dan dilaporkan sesuai standar akuntansi yang berlaku bagi instansi Pemerintah".

Sedangkan pada Pasal 71 ayat 1 menyebutkan:

"Realisasi penerimaan dan pengeluaran dana pendidikan Pemerintah Daerah dibukukan dan dilaporkan sesuai standar akuntansi yang berlaku bagi instansi Pemerintah Daerah".

Dan pada Pasal 72 menyebutkan:

"Realisasi penerimaan dan pengeluaran dana pendidikan Satuan Pendidikan dibukukan dan dilaporkan sesuai standar akuntansi keuangan nirlaba yang berlaku bagi satuan pendidikan".

4. Keuangan UPTD Sekolah

Modul Keuangan UPTD Sekolah:

Modul Mengelola Keuangan Sekolah ini dibuat untuk memberikan pemahaman secara komprehensif tentang bagaimana pengelolaan keuangan Sekolah yang baik. Modul ini merupakan bagian dari Serial Materi Pelatihan Pengelolaan Keuangan Daerah yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK), Kementerian Keuangan RI. Modul ini secara teknis ditujukan bagi pelaksana dan pengelola keuangan di Sekolah. Namun, modul juga memberikan pemahaman tentang hubungan keuangan di UPT dengan keuangan daerah, struktur organisasi, proses perencanaan dan penganggaran yang penting untuk dipahami oleh pimpinan sekolah.

Isi Modul:

Modul Mengelola Keuangan UPTD Sekolah ini berisi lima bab dan dilengkapi dengan suplemen. Bab 1 adalah Tata Kelola Kelembagaan dan Pengelolaan Keuangan Daerah. Bab ini memberikan penjelasan tentang dasar hukum, tata kelola pemerintah daerah, pengelolaan keuangan Daerah, dan tata kelola dan pengelolaan keuangan antara OPD dengan UPTD. Bab 2 memberikan pemahaman tentang Perencanaan dan Penganggaran UPTD. Secara rinci bab ini menjelaskan hubungan renstra dan rencana kerja OPD dengan UPTD, standar pelayanan minimal, sumber dan penggunaan dana UPTD serta perencanaan dan anggaran berperspektif kesetaraan gender dan inklusi sosial. Bab 3 memuat tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) UPTD. Bab ini berisi landasan hukum, pendekatan penyusunan RKA, Evaluasi hasil pelaksanaan program, pedoman penyusunan RKA Sekolah. Bab 4 memberikan penjelasan tentang Penatausahaan Keuangan UPTD. Bab ini menjadi bagian yang sangat penting dan memuat ketentuan umum penatusahaan keuangan daerah, kaidah umum penatusahaan keuangan daerah, penatausahaan penerimaan, pertanggujawaban pendapatan dan pertanggungjawaban pengeluaran. Bab 5 berisi tentang Pelaporan dan Pertanggungjawaban Pengelolaan Keuangan serta Barang Milik Daerah. Bab ini secara khusus menjelaskan tentang pelaporan keuangan terpadu, serta hal-hal terkait barang milik daerah dalam hal pengelolaan, inventarisasi dan pembukuan. Suplemen dalam modul ini berisi tentang konsep dasar entitas nirlaba, siklus dan persamaan dasar akuntansi keuangan, pencatatan transaksi serta laporan keuangan.

Panduan Pengajaran:

Bab 1. Tata Kelola Kelembagaan dalam Pengelolaan Keuangan Daerah

TUJUAN

Peserta mampu memahami dasar hukum, pola kerja, tata kelola organisasi dan tata kelola keuangan pada Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD)

WAKTU

3 Sesi (@45 Menit)

KATA KUNCI

Keuangan daerah, perangkat daerah, unit pelaksana teknis daerah, puskesmas, tata kelola keuangan

METODA

Metoda pembelajaran yang diterapkan adalah metoda partisipatif. Dengan metoda ini, materi yang disampaikan disesuaikan dengan kebutuhan pembelajaran orang dewasa (andragogi) sesuai golden rule 10-60-30, yaitu 10% (pengantar pelatihan/ introduction), 60% (praktik/aktivitas) dan 30% (pemberian teori secara menyeluruh).

RINGKASAN MATERI

Keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Pengelolaan Keuangan Daerah sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan Keuangan Negara merupakan aspek penting dalam mengelola daerah.

Berdasarkan PP 41 Tahun 2007, yang dimaksud dengan Perangkat Daerah atau yang dikenal dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) adalah unsur pembantu kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang terdiri dari Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Dinas Daerah, Lembaga Teknis Daerah, Kecamatan, dan Kelurahan. Pada Dinas Daerah dapat dibentuk Unit Pelaksana Teknis Dinas untuk melaksanakan sebagian kegiatan teknis operasional dan/atau kegiatan teknis penunjang yang mempunyai wilayah kerja satu atau beberapa kecamatan. Unit pelaksana teknis dapat juga dibentuk pada badan.

Pengaturan tentang UPT Dinas dan Badan secara detil diatur dalam peraturan kepala daerah (Gubernur/Bupati/walikota). Jenis UPTD dan struktur organisasi dibuat sesuai kebutuhan daerah. Sebagai contoh UPTD adalah Sekolah pada Dinas Pendidikan. Sekolah merupakan contoh dari frontline services karena merupakan institusi terdepan dalam melayani masyarakat.

SKPD dan UPTD memiliki hubungan komando, dimana UPTD merupakan bagian dari SKPD. Kepala UPTD bertanggung jawab kepada Kepala SKPD.Sedangkan hubungan antara SKPD dengan SKPKD secara kelembagaan sejajar di bawah Kepala daerah. Namun berkaitan dengan kewenangan pengelolaan keuangan daerah, hubungan kedua institusi tersebut adalah SKPKD sebagai Bendahara Umum Daerah sedangkan SKPDpengguna anggaran dan UPTD sebagai kuasa pengguna anggaran.

Pengelola keuangan UPTD secara sederhana terdiri dari Kepala UPTD dan bendahara. Pada prinsipnya Kepala UPTD bertindak selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) atas seluruh pelaksanaan kegiatan di UPTD.

Bab 2. Perencanaan dan Penganggaran Keuangan UPTD

TUJUAN
  1. Memahami hubungan rencana strategis dan rencana kerja SKPD dengan UPTD
  2. Memahami sumber dan penggunaan dana UPTD
  3. Memahami klasifikasi belanja daerah
  4. Memahami rencana kerja dan anggaran UPTD
  5. Memahami perspektif Kesetaraan Gender dan Inklusi Sosial dalam perencanaan dan penganggaran
WAKTU

7 Sesi (@45 Menit)

KATA KUNCI

Perencanaan strategis, standar pelayanan minimal (SPM), biaya operasional sekolah (BOS), belanja langsung, belanja tidak langsung dan rencana kegiatan dan anggaran (RKA), GESI

METODA

Metoda pembelajaran yang diterapkan adalah metoda partisipatif. Dengan metoda ini, materi yang disampaikan disesuaikan dengan kebutuhan pembelajaran orang dewasa (andragogi) sesuai golden rule 10-60-30, yaitu 10% (pengantar pelatihan/ introduction), 60% (praktik/aktivitas) dan 30% (pemberian teori secara menyeluruh).

RINGKASAN MATERI

Pemerintah Daerah dalam upaya melaksanakan tugasnya diawali dengan menyusun perencanaan strategis, yaitu suatu proses yang berorientasi pada hasil (capaian kinerja) yang ingin dicapai oleh organisasi (Pemda/SKPD) sesuai kewenangan selama kurun waktu tertentu secara sistematis dan berkesinambungan dengan memperhitungkan potensi, peluang, dan kendala yang ada atau yang mungkin timbul. Untuk level SKPD dikenal Rencana strategis (Renstra) untuk periode 5 tahun dan Rencana Kerja (Renja SKPD) untuk periode satu tahun. Selanjutnya berdasarkan perencanaan tersebut dibuatlah rencana anggaran, dari KUA, PPAS, RKA hingga APBD.

Rencana Kerja atau Renja pada tingkat SKPD terkait dengan rencana kerja pada Unit Pelaksana Teknis yang berada di bawahnya. Renja dan RKA Dinas Pendidikan, maka terkait dengan Renja dan RKA Sekolah (RKAS).

Pelaksanaan Anggaran menjadi bagian penting dalam mewujudkan rencana strategis yang ingin dicapai oleh Pemerintah Daerah sebagaimana tertuang dalam dokumen perencanaannya. Untuk memantau keberhasilan pelaksanaan anggaran tersebut, maka diperlukann adanya indikator kinerja. Dan salah satu indikator kinerja yang dikembangkan dari tingkat SKPD sampai dengan UPTD adalah Standar Pelayanan Minimum (SPM). SPM adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal (PP No. 65 Tahun 2005 Pasal 1 Ayat 6).

Sumber dana UPTD Sekolah dapat berasal dari APBN, APBD Provinsi, APBD Kabupaten/Kota, serta pihak ketiga seperti Sumbangan Orang Tua/Wali Murid dan Swasta.

Belanja Daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. Belanja daerah meliputi semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah. Belanja daerah diklasifikasikan ke dalam belanja langsung dan belanja tidak langsung.

Belanja Langsung, yaitu belanja yang dipengaruhi secara langsung oleh adanya program atau kegiatan yang direncanakan. Jenis Belanja Langsung dapat berupa belanja pegawai, belanja barang dan jasa, dan belanja modal. Belanja tidak langsung merupakan belanja yang tidak terkait secara langsung dengan program dan kegiatan yang dilaksanakan dan sukar diukur dengan capaian prestasi kerja yang ditetapkan. Belanja tidak langsung pada dasarnya merupakan belanja yang digunakan secara bersama-sama (commmon cost) untuk melaksanakan seluruh program atau kegiatan Unit Kerja atau aktivitas umum lainnya.

RKA SKPD adalah dokumen perencanaan dan penganggaran yang memuat rencana pendapatan, belanja untuk masing-masing program dan kegiatan menurut fungsi untuk tahun yang direncanakan dirinci sampai dengan rincian objek pendapatan, belanja dan pembiayaan, serta perkiraan maju untuk tahun berikutnya. Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) SKPD merupakan bentuk pengalokasian sumberdaya keuangan pemerintah daerah berdasarkan struktur APBD dan kode rekening.

Indonesia memiliki kebijakan untuk peningkatan kesetaraan gender dan berkomitmen dalam pembangunan inklusi. Kebijakan dan peraturan yang relevan dengan peningkatan kesetaraan gender dan dan inklusi sosial dapat dilihat dalam UUD 1945 ps 27, 28H, 28I, dan 34, Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Agains Women – CEDAW) Ditandatangani oleh Indonesia: 29 juli 1980 Diratifikasi oleh Indonesia dengan UU 7/1984: Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita [sic] (CEDAW, 13 Sep 1984, Instruksi Presiden No. 9/2000: Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional, UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan kekerasan dalam Rumah Tangga, UU No. 40/2008 tentang penghapusan diskriminasi ras dan etnis, Peraturan Mentri Dalam Negeri No. 67/2011, UU No. 19/2011 tentang Pengesahan Indonesia atas UNCRPD, Surat Edaran Bersama 2012: Strategi nasional untuk percepatan pengarusutamaan gender melalui perencanaan dan penganggran responsif gender, Peraturan Pemerintah No.43 Tahun 2014, UU No. 6 /2014 tentang Desa, RPJM 2015-2019, Peraturan Pemerintah No. 75/2015 dan Instruksi Presiden tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia, Peraturan Mentri Koperasi dan UMKM No.7/2015 dan UU No. 8/2016 tentang Disabilitas.

Pada kebijakan tertinggi, pemerintah Indonesia telah mengesahkan undang-undang tentang penyandang disabilitas (UU No.8 tahun 2016) tetapi sebelum itu, pemerintah telah menetapkan pengarusutamaan gender dalam pembangunan nasional (Instruksi Presiden No.9 tahun 2000 dan Peraturan Menteri No.15 tahun 2008).

Berdasarkan kebijakan tersebut, konsep perencanaan dan penganggaran responsif gender dan sosial inklusi merupakan suatu pendekatan analisis kebijakan, program dan kegiatan untuk mengetahui perbedaan kondisi, permasalahan, aspirasi dan kebutuhan perempuan, lakilaki, penyandang disabilitas dan kelompok terpinggirkan yang lain. Penyusunan perencanaan yang responsive gender dan kelompok inklusi diawali dengan pengintegrasian isu tersebut dalam penyusunan perencanaan dan penganggaran serta merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Analisis gender analisis situasi inklusi sosial harus dilakukan pada setiap tahapan penyusunan kebijakan strategis dan kebijakan operasional.

Dokumen kebijakan strategis perencanaan penganggaran meliputi RPJP, RPJMN, Renstra, RKP, Renja, dan Pagu Indikatif/pagu sementara. Sedangkan kebijakan operasional meliputi dokumen APBN, RKA, dan DIPA. Dokumen kebijakan strategis menjadi dasar penyusunan program dan kegiatan yang responsif gender dan inklusi sosial. Sementara operasionalisasi pengintegrasian isu gender dan inklusi sosial dalam perencanaan dan penganggaran dilakukan melalui penyusunan dokumen Renja.

Pada sessi ini juga membahas tentang bagaimana langkah-langkah perencanaan yang responsif gender, analisis GESI dalam alur perencanaan penganggaran dan pembangunan, serta analisis kebijakan gender dan inklusi sosial dilakukan dengan mengacu pada tujuan kebijakan yang berlaku pada saat ini serta berbagai isu gender dan inklusi sosial. Isu gender dan inklusi sosial tersebut dapat diperoleh dari data pembuka wawasan dengan memperhatikan faktor kesenjangan terhadap akses, partisipasi, control, dan manfaat. Berdasarkan analisis tersebut, kebijakan yang responsif GESI diformulasikan untuk menghapus atau memperkecil kesenjangan gender dan inklusi sosial yang ada. Penentuan alat pengukur dapat digunakan beberapa indikator gender dan inklusi sosial. Selanjutnya, dibuat rencana program yang responsif gender dan inklusi sosial dengan memperhatikan sasaran dan kegiatan yang ada dan diimplementasikan. Selanjutnya dilakukan kegiatan monitoring dan evaluasi untuk melihat dampak dari program dan kegiatan tersebut.

Bab 3. Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran UPTD

TUJUAN

Peserta mampu memahami pengertian dan landasan hukum penyusunan RKA, Pendekatan Penyusunan RKA, Faktor Penting dalam Penyusunan RKA, dan Pedoman Penyusunan RKA

WAKTU

10 Sesi (@45 Menit)

KATA KUNCI

Perencanaan strategis, standar pelayanan minimal (SPM), Bantuan Operasional Sekolah (BOS), belanja langsung, belanja tidak langsung dan rencana kegiatan dan anggaran (RKA)

METODA

Metoda pembelajaran yang diterapkan adalah metoda partisipatif. Dengan metoda ini, materi yang disampaikan disesuaikan dengan kebutuhan pembelajaran orang dewasa (andragogi) sesuai golden rule 10-60-30, yaitu 10% (pengantar pelatihan/ introduction), 60% (praktik/aktivitas) dan 30% (pemberian teori secara menyeluruh).

RINGKASAN MATERI

Penyusunan RKA merupakan penjabaran dari program dan kegiatan yang termuat dalam RPKD dan Renja SKPD. Sedangkan penyusunan anggaran merupakan bentuk pengalokasian sumberdaya keuangan pemerintah daerah berdasarkan struktur APBD dan kode rekening. Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) merupakan jumlah anggaran yang diberikan pada SKPD untuk setiap program dan kegiatan, sehingga PPAS digunakan sebagai acuan besarnya anggaran dalam penyusunan RKA.

Penyusunan RKA mengunakan 3 (tiga) pendekatan, yaitu pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah daerah, pendekatan penganggaran terpadu, dan pendekatan penganggaran berdasar prestasi kerja. Pendekatan penganggaran berdasarkan prestasi kerja (anggaran berbasis kinerja) dilakukan dengan memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran yang diharapkan dari kegiatan dan hasil yang diharapkan dari program termasuk efisiensi dalam pencapaian keluaran dan hasil tersebut. Semakin besar keluaran dan hasil yang akan dicapai semakin besar pula belanja yang akan dianggarkan, demikian pula sebaliknya.

Pendekatan penganggaran terpadu dilakukan dengan mengintegrasikan seluruh proses perencanaan dan penganggaran di lingkungan unit kerja untuk menghasilkan dokumen rencana kerja dan anggaran yang terintegrasi. Dengan adanya pendekatan penganggaran terpadu akan menghindari penganggaran program dan kegiatan yang tumpang tindih yang dilakukan diantara unit kerja. Dengan demikian akan tercipta penganggaran yang efisien dan efektif.

Pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah dilaksanakan dengan menyusun prakiraan maju yang berisi perkiraan kebutuhan anggaran untuk program dan kegiatan yang direncanakan dalam tahun anggaran berikutnya dari tahun anggaran yang direncanakan dan merupakan implikasi kebutuhan dana untuk pelaksanaan program dan kegiatan tersebut pada tahun berikutnya.

Di dalam penyusunan anggaran, disamping memperhatikan dan menerapkan pendekatan penyusunan anggaran seperti yang dikemukakan di atas, juga perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

  1. Ketersediaan Anggaran
    Di dalam melakukan penyusunan anggaran, tim penyusun anggaran perlu memastikan ketersediaan anggaran untuk membelanjai program dan kegiatan. Untuk anggaran yang bersumber dari APBD, ketersediaan dana untuk setiapprogram dan kegiatan dapat dilihat dari plafon anggaran yang diterima setiap SKPD sebelum menyusun anggaran.
  2. Prioritas Program dan Kegiatan
    Banyaknya keinginan dan kebutuhan untuk melaksanakan program dan kegiatan unit kerja sementara ketersediaan anggaran relatif terbatas sehingga mendorong setiap unit kerja untuk memilih program dan kegiatan untuk dilaksanakan. Untuk mengatasi hal tersebut maka setiap unit kerja perlu terlebih dahulu menentukan prioritas program dan kegiatan yang akan dilaksanakan sehingga lebih memudahkan di dalam memilih program dan kegiatan jika anggaran terbatas untuk membelanjai semua program dan kegiatan yang diusulkan.
  3. Persyaratan Penggunaan Dana
    Pada umumnya setiap sumber dana memiliki ketentuan penggunaan dana tersendiri. Misalnya penggunaan dana yang bersumber dari BOS yang memiliki karakteristik peruntukan. Penyusunan anggaran hendaknya memperhatikan persyaratan penggunaan dana dari setiap sumber dana agar semua dana dapat termanfaatkan dengan optimal. Oleh karena itu setiap kegiatan yang akan dibelanjai perlu mencantumkan sumber dananya. Penyusunan RKA unit kerja meliputi RKA Pendapatan dan RKA Belanja. RKA pendapatan memuat seluruh penerimaan yang bersumber dari pendapatan. Sedangkan RKA belanja memuat seluruh belanja unit kerja. hingga saat ini, penyusunan belanja barang modal dan belanja tidak langsung untuk Sekolah disusun oleh Dinas terkait sehingga penyusunan anggaran belanja pada kedua unit kerja tersebut hanya sebatas RKA belanja langsung non belanja barang modal. Formulir RKA Sekolah ditentukan berdasarkan ketentuan yang mengaturnya.

Bab 4. Penatausahaan Keuangan UPTD

TUJUAN

Peserta mampu memahami ketentuan dan kaidah umum penatausahaan keuangan, penatausahaan penerimaan kas, penatausahaan pengeluaran kas dan penatausahaan perpajakan serta perhitungan iuran/potongan pihak ketiga

WAKTU

10 Sesi (@45 Menit)

KATA KUNCI

Penatausahaan keuangan, penerimaan kas, pengeluaran kas, surat tanda setoran, pembukuan bendahara pengeluaran, surat permintaan pembayaran, surat perintah membayar, surat perintah pencairan dana, pajak penghasilan, pejak pertambahan nilai, potongan fihak ketiga

METODA

Metoda pembelajaran yang diterapkan adalah metoda partisipatif. Dengan metoda ini, materi yang disampaikan disesuaikan dengan kebutuhan pembelajaran orang dewasa (andragogi) sesuai golden rule 10-60-30, yaitu 10% (pengantar pelatihan/ introduction), 60% (praktik/aktivitas) dan 30% (pemberian teori secara menyeluruh).

RINGKASAN MATERI

Penatausahaan dana di UPTD merupakan pelaksanaan prosedur penerimaan kas dan pengeluaran kas beserta pembukuan dan pertanggungjawabannya. Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa terdapat dua aktivitas utama penatausahaan keuangan UPTD, yaitu aktivitas penatausahaan penerimaan kas dan aktivitas penatausahaan pengeluaran kas. Dalam aktivitas penatausahaan pengeluaran kas juga terdapat kegiatan penerimaan, sehingga seringkali membingungkan untuk membedakan kedua aktivitas tersebut. Perbedaan dari kedua aktivitas ini terdapat pada jenis dana yang dikelolanya serta yang dilakukan setelah kegiatan penerimaan dilakukan.

Terdapat beberapa kaidah yang berlaku umum bagi seluruh unit instansi pemerintah dalam mengelola keuangan daerah, sebagai berikut :

  1. Keuangan Negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang- undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. (Pasal 3 (1) : UU 17/2003)
  2. Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dimasukkan dalam APBD. (Pasal 3 (6) : UU 17/2003)
  3. Penerimaan kementerian negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah tidak boleh digunakan langsung untuk membiayai pengeluaran. (Pasal 16 (3) : UU 1/2004)
  4. Setiap bendahara sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian keuangan negara yang berada dalam pengurusannya. (Pasal 35 (1) : UU 1/2004)
  5. Pejabat yang menandatangani dan atau mengesahkan dokumen yang berkaitan dengan surat bukti yang menjadi dasar penerimaan dan atau pegeluaran atas pelaksanaan APBD bertanggungjawab atas kebenaran material dan akibat yang timbul dari penggunaan surat bukti dimaksud. (Pasal 184 : Permendagri 13/2006)

Berdasarkan ketentuan yang berlaku di bidang perpajakan, bendahara pemerintah adalah pihak yang melakukan pemotongan dan pemungutan pajak atas pengeluaran yang berasal dari APBN/APBD. Oleh karena itu, bendahara pemerintah harus mengerti aspek-aspek perpajakan, terutama yang berkaitan dengan kewajiban untuk melakukan pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) serta Bea Materai.

Secara umum, kewajiban perpajakan bagi bendahara pemerintah adalah:

  • Mendaftarkan Diri Menjadi Wajib Pajak Bendahara pemerintah yang mengelola dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah wajib mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sebagai identitas bendahara dalam menjalankan kewajiban perpajakannya yaitu memotong/memungut, menyetor, dan melaporkan PPh dan/atau PPN.
  • Melakukan Pemotongan dan/atau Pemungutan PPh,PPN dan Bea Materai Kewajiban bendahara pemerintah sehubungan dengan Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Bea Meterai adalah pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 21, Pajak Penghasilan Pasal 22, Pajak Penghasilan Pasal 23, Pajak Pertambahan Nilai dan Bea Meterai.
  • Kewajiban Penyetoran dan Pelaporan Kewajiban bendahara pemerintah selanjutnya adalah menyetorkan PPh dan/atau PPN ke Bank Persepsi/Kantor Pos penerima pembayaran dan melaporkan SPT Masa PPh dan/atau PPN ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP).

Bab 5. Pelaporan dan Pertanggungjawaban Pengelolaan Keuangan Serta Barang Milik Daerah pada UPTD

TUJUAN

Peserta mampu memahami paradigma dalam pelaporan keuangan UPTD, pelaporan keuangan terpadu, pelaporan pengelolaan barang milik daerah pada UPTD dan konsep pelaporan sebagai sebuah Entitas

WAKTU

10 Sesi (@45 Menit)

KATA KUNCI

Laporan keuangan, laporan keuangan terpadu, barang milik daerah, pengurus barang, penyimpan barang, akuntansi entitas nirlaba

METODA

Metoda pembelajaran yang diterapkan adalah metoda partisipatif. Dengan metoda ini, materi yang disampaikan disesuaikan dengan kebutuhan pembelajaran orang dewasa (andragogi) sesuai golden rule 10-60-30, yaitu 10% (pengantar pelatihan/ introduction), 60% (praktik/aktivitas) dan 30% (pemberian teori secara menyeluruh).

RINGKASAN MATERI

Frontline Service dalam bentuk Sekolah sebagai UPTD yang berada di bawah SKPD memiliki karakteristik yang berbeda dalam pengelolaan keuangannya. Dana yang dikelola oleh UPTD Frontline Service sangat beragam, sedangkan SKPD hanya mengelola dana yang berasal dari APBD saja. Oleh karena itu, dalam pengelolaan dan pelaporan dana tersebut disesuaikan dengan petunjuk teknis (juknis) yang diberikan oleh masing-masing pemberi dana, misalnya untuk sekolah diterbitkan Juknis BOS untuk dana BOS yang berasal dari APBN maupun sumber dana lainnya seperti dari APBD Provinsi, APBD Kabupaten/Kota, maupun dana dari pihak ketiga. Penggunaan dan pelaporan keuangan atas penggunaan dana tersebut harus mengacu pada Juknis yang telah ditetapkan, sehingga bentuk dan format pelaporannya juga bisa berbeda-beda tergantung dari pemberi dananya Laporan Keuangan Terpadu (LKT) adalah laporan yang mencatat semua jenis penerimaan dari berbagai sumber dana dan semua jenis pengeluaran yang dilakukan. Selain itu, LKT juga dapat dikaitkan dengan perencanaan dan anggaran UPTD untuk melihat konsistensi antara apa yang direncanakan dan dianggarkan dengan apa yang dibiayai oleh UPTD. Laporan Keuangan Terpadu merupakan laporan keuangan konsolidasi UPTD yang menunjukkan seluruh sumber dan pengeluaran keuangan UPTD secara komprehensif. Laporan Keuangan Terpadu (LKT) merupakan salah satu bagian penting dari tata kelola UPTD (school governance), yaitu transparansi dan akuntabilitas manajemen UPTD (Kemendiknas-Unicef).

Paradigma baru pengelolaan barang milik negara/aset negara telah memunculkan optimisme baru dalam penataan dan pengelolaan aset negara yang lebih tertib, akuntabel, dan transparan ke depannya. Pengelolaan aset negara yang profesional dan modern dengan mengedepankan good governance diharapkan akan mampu meningkatkan kepercayaan pengelolaan keuangan negara dari masyarakat atau pemangku kepentingan lainnya. UPTD sebagai unit layanan terdepan yang memberikan pelayanan kepada masyarakat (khususnya Sekolah), memiliki peran dan tanggung jawab dalam pengelolaan BMD yang dikuasainya.

Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) selaku kuasa pengguna barang milik daerah, berwenang dan bertanggung jawab:

  1. Mengajukan rencana kebutuhan barang milik daerah bagi unit kerja yang dipimpinnya kepada Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang bersangkutan;
  2. Melakukan pencatatan dan inventarisasi barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya;
  3. Menggunakan barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi unit kerja yang dipimpinnya;
  4. Mengamankan dan memelihara barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya;
  5. Melakukan pengawasan dan pengendalian atas penggunaan barang milik daerah yang ada dalam penguasaannya;
  6. Menyusun dan menyampaikan Laporan Barang Kuasa Pengguna Semesteran (LBKPS) dan Laporan Barang Kuasa Pengguna Tahunan (LBKPT) yang berada dalam penguasaannya kepada kepala satuan kerja perangkat daerah yang bersangkutan.

Kondisi perkembangan akuntabilitas pelaporan keuangan UPTD Frontline Service pada saat sekarang ini, sama dengan awal dimulainya Otonomi Pemeritah pada tahun 1999 dengan diundangkannya Paket Undang-Undang Otonomi Daerah. Setelah otonomi daerah berjalan 6 tahun, Pemerintah baru dapat menerbitkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, yang kemudian diganti dengan Peraturan Pemerintah RI Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah RI Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan, pada Pasal 70 ayat 1 menyebutkan:

"Realisasi penerimaan dan pengeluaran dana pendidikan Pemerintah dibukukan dan dilaporkan sesuai standar akuntansi yang berlaku bagi instansi Pemerintah".

Sedangkan pada Pasal 71 ayat 1 menyebutkan:

"Realisasi penerimaan dan pengeluaran dana pendidikan Pemerintah Daerah dibukukan dan dilaporkan sesuai standar akuntansi yang berlaku bagi instansi Pemerintah Daerah".

Dan pada Pasal 72 menyebutkan:

"Realisasi penerimaan dan pengeluaran dana pendidikan Satuan Pendidikan dibukukan dan dilaporkan sesuai standar akuntansi keuangan nirlaba yang berlaku bagi satuan pendidikan".

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah tersebut di atas, maka dana bantuan yang berasal dari Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah dibukukan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan yang berlaku, sedangkan sekolah sebagai satuan pendidikan membuat pelaporan keuangan yang mengacu pada standar akuntansi keuangan nirlaba. Untuk saat ini model standar akuntansi yang “sementara” dapat digunakan oleh sekolah adalah Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 45 tentang Pelaporan Keuangan Entitas Nirlaba yang diterbitkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Sekolah atau satuan pendidikan merupakan UPTD Frontline Service memenuhi kriteria sebagai institusi nirlaba dianggap masih cukup relevan untuk menggunakan PSAK Nomor 45 menjadi dasar acuan pelaporan keuangan, walaupun dalam berbagai kasus perlu ada perubahan-perubahan. Namun hal itu semua akan dapat dilakukan sejalan dengan perkembangan akuntabilitas pelaporan keuangan UPTD Frontline Service dalam praktiknya nanti.

5. Keuangan Kecamatan

Modul Keuangan Kecamatan:

Modul Mengelola Keuangan Kecamatan BLUD ini dibuat dalam upaya untuk meningkatkan pemahaman dan kompetensi aparatur di Kecamatan dalam pengelolaan keuangan. Modul ini merupakan bagian dari Serial Materi Pelatihan Pengelolaan Keuangan Daerah yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK), Kementerian Keuangan RI. Modul ini secara teknis ditujukan bagi pelaksana dan pengelola keuangan di Kecamatan. Namun, tidak hanya membahas tentang penatausahaan, akuntansi serta pelaporan, namun juga membahas tentang struktur organisasi, perencanaan yang juga bisa digunakan bagi Camat dan pejabat lainnya di kecamatan.

Isi Modul:

Modul Mengelola Keuangan BLUD ini berisi lima bab dan dilengkapi dengan suplemen berupa studi kasus dan contoh praktik pengelolaan keuangan kecamatan. Bab 1 menjelaskan tentang Pembagian Urusan Pemerintah yang berisi penjelasan tentang hubungan pemerintah pusat dan daerah, sentralisasi dan desentralisasi, penyelenggaraan pemerintah daerah dan urusan pemerintah. Bab 2 memaparkan tentang Struktur Organisasi dan Tugas Pokok Kecamatan yang berisi tugas pokok dan fungsi kecamatan, tugas camat, organisasi kecamatan, tata kerja dan hubungan kerja serta pendanaan. Bab 3 berisi tentang Perencanaan dan Penganggaran yang berisi perencanaan, penganggaran, rencana kerja anggaran. Bab ini juga memberikan pemahaman tentang perencanaan dan penganggaran dalam perspesktif kesetaraan gender dan inklusi sosial. Bab 4 memaparakan tentang Penatausahaan Keuangan Kecamatan yang berisi tentang asas umum dan pelaksanaan penatusahaan keuangan daerah, pertanggungjawaban penggunaan dana dan pembukuan bendahara keuangan. Bab 5 memaparkan tentang Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Kecamatan berbagai prosedur akuntansi yaitu penerimaan kas, aset hingga pelaporan. Modul ini juga dilengkapi dengan dua bagian suplemen yaitu Suplemen Penatausahaan Keuangan Kecamatan dan Suplemen Akuntansi Berbasis Akrual untuk Kecamatan. Suplemen ini disusun dengan memberikan studi kasus dan sebagai alat untuk praktek.

Panduan Pengajaran:

Bab 1. Pembagian Urusan Pemerintahan

TUJUAN

Peserta mampu menjelaskan pembagian urusan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah

WAKTU

3 Sesi (@45 Menit)

KATA KUNCI

Sentralisasi, desentralisasi, dekonsentrasi, tugas pembantuan, urusan pemerintahan absolut, urusan pemerintahan konkuren, urusan pemerintahan umum

METODA

Metoda pembelajaran yang diterapkan adalah metoda partisipatif. Dengan metoda ini, materi yang disampaikan disesuaikan dengan kebutuhan pembelajaran orang dewasa (andragogi) sesuai golden rule 10-60-30, yaitu 10% (pengantar pelatihan/ introduction), 60% (praktik/aktivitas) dan 30% (pemberian teori secara menyeluruh).

RINGKASAN MATERI

Pasal 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Negara kemudian membentuk pemerintahan daerah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dan diberikan otonomi yang seluas-luasnya. Dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia terdapat dua cara yang dapat menghubungkan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah yaitu sentralisasi dan desentralisasi.

Sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, terdapat 3 jenis urusan pemerintahan yang meliputi : urusan pemerintahan absolut, urusan pemerintahan konkuren dan urusan pemerintahan umum. Ketiga urusan diatas dibagi menjadi urusan yang menjadi domain pemerintah pusat dan daerah. Asas yang digunakan dalam pembagian urusan pemerintahan terdiri atas asas dekonsentrasi, desentralisasi, serta asas tugas pembantuan. Asas dekonsentrasi merupakan pelimpahan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat kepada gubernur sebagai wakil pemerintah pusat / bisa juga kepada instansi vertikal di wilayah tertentu kepada wali kota maupun bupati sebagai penanggung jawab urusan pemerintahan umum. Asas desentralisasi merupakan penyerahan kewenangan dari pusat ke daerah dan domain dari desentralisasi sangat berkaitan dengan penyerahan kekuasaan yang sebelumnya merupakan kekuasaan milik pusat menjadi milik daerah. Asas tugas pembantuan merupakan penugasan dari pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk menjalankan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat atau dari pemerintah daerah provinsi kepada daerah kota atau kabupaten untuk menjalankan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah provinsi.

Bab 2. Struktur Organisasi dan Tugas Pokok Kecamatan

TUJUAN

Peserta mampu menjelaskan tugas-tugas pemerintahan umum di kecamatan, struktur, dan Pendanaan organisasi kecamatan

WAKTU

2 Sesi (@45 Menit)

KATA KUNCI

Camat, sekretaris camat, tugas pemerintahan umum

METODA

Metoda partisipatif dengan pendekatan pembelajaran dengan menggunakan pemahaman (pembelajaran orang dewasa) dimana pola penyampaian materi dilandaskan pada golden rule yaitu 10-60-40 di mana 10% (pengantar pelatihan/ introduction), 60% (praktik/aktivitas) dan 30% (pemberian teori secara menyeluruh).

RINGKASAN MATERI

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan disebutkan bahwa kecamatan merupakan perangkat daerah kabupaten/kota sebagai pelaksana teknis kewilayahan yang mempunyai wilayah kerja tertentu dan dipimpin oleh camat. Camat berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada bupati/walikota melalui sekretaris daerah. Camat menyelenggarakan tugas umum pemerintahan yang meliputi:

  1. mengoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat
  2. mengoordinasikan upaya penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum
  3. mengoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan
  4. mengoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum
  5. mengoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat kecamatan
  6. membina penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan
  7. melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya dan/ atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa atau kelurahan.

Bab 3 Perencanaan dan Penganggaran Kecamatan

TUJUAN

Peserta mampu menjelaskan proses perencanaandan penganggaran kecamatan serta menyebutkan formulir-formulir yang digunakan dalam proses perencanaan dan penganggaran, dan perencanaan penganggaran berperspektif GESI.

WAKTU

3 Sesi (@45 Menit)

KATA KUNCI

RPJPD, RPJMD, Musrenbang, RKPD, KUA, PPAS, RKA SKPD, Anggaran Kas dan DPA SKPD

METODA

Metoda partisipatif dengan pendekatan pembelajaran dengan menggunakan pemahaman (pembelajaran orang dewasa) dimana pola penyampaian materi dilandaskan pada golden rule yaitu 10-60-40 dimana 10% (pengantar pelatihan/ introduction), 60% (praktik/aktivitas) dan 30% (pemberian teori secara menyeluruh).

RINGKASAN MATERI

Biasanya setiap kabupaten/kota menyusun Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJP). RPJP Daerah ini memuat visi, misi, dan arah pembangunan daerah yang mengacu pada RPJP Nasional. Selanjutnya, RPJP Daerah ini akan diuraikan ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah. RPJM Daerah merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program kepala daerah yang penyusunannya berpedoman pada RPJP daerah dan memperhatikan RPJM nasional, memuat arah kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum dan program SKPD, program lintas SKPD, dan program kewilayahan disertai dengan rencana-rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. Berikutnya RPJM daerah akan dijabarkan ke dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan daerah, rencana kerja dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat.

Kecamatan sebagai SKPD dalam menyusun Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) SKPD harus mengacu kepada dokumen Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan juga Prioritas dan Plafon Anggaran (PPA). Selain itu, kecamatan juga harus berpedoman kepada Renstra dan juga Renja SKPD yang dibuat dengan mengacu kepada RKPD. Setelah RKA-SKPD dibuat, kemudian diserahkan kepada tim teknis dari TAPD untuk dilakukan verifikasi RKA-SKPD. Verifikasi yang telah dilakukan kemudian akan disampaikan dalam forum TAPD sebelum dilakukan penyusunan RAPBD. RAPBD yang telah disusun kemudian akan disampaikan kepada DPRD untuk dilakukan pembahasan dan juga penetapan Raperda APBD.

Proses penganggaran di kecamatan di mulai dari Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) yang merupakan kesepakatan tertulis antara DPRD dan kepala daerah. Dalam dokumen KUA dan PPAS SKPD, kecamatan mengetahui jumlah plafon anggaran yang dimilikinya. Atas dasar dokumen KUA dan PPAS tersebut kepala daerah akan menerbitkan surat edaran kepada seluruh kepala SKPD agar segera menyusun dokumen Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) SKPD. Berdasarkan surat edaran ini setiap SKPD akan menyusun program dan kegiatan tahun berikutnya lengkap dengan anggaran yang dibutuhkan dengan memperhatikan plafon anggaran sementara yang tercantum dalam dokumen PPAS.

Sementara itu teknik penyusunan penganggaran yang responsif GESI, khususnya kesetaraan gender dapat dilakukan melalui 3 (tiga) tahapan yaitu:

  1. Tahap analisis situasi
    Analisis situasi dalam perspektif GESI merupakan analisis terhadap suatu keadaan yang terkait dengan intervensi program/kegiatan pembangunan dan menjadi tujuan dan sasaran untuk dicapai.
  2. Penyusunan KAK/TOR
    Rumusan KAK/ TOR
    • Tuliskan kesenjangan gender dan inklusi sosial hasil identifikasi yang masuk ke dalam latar belakang Kerangka Acuan Kerja (KAK/ TOR) yang sedang dibangun
    • Uraikan mengapa terjadi kesenjangan gender dan inklusi sosial
    • Uraikan kesenjangan gender dan inklusi sosial pada KAK/ TOR
    • Tuliskan tujuan yang mengambarkan penurunan kesenjangan gender dan inklusi sosial
    • Lengkapi dengan Penyusunan Indikator Kinerja
  3. Tahap Penyusunan Penyusunan GESI Budget Statement.
    KAK/TOR harus melampirkan GESI Budget Statement yang menginformasikan rencana kegiatan telah responsif terhadap isu gender dan inklusi sosial yang dihadapi, dan telah dialokasikan dana pada kegiatan bersangkutan untuk menangani permasalahan gender dan inklusi sosial tersebut. Analisis situasi isu gender dan inklusi sosial tersebut harus digambarkan pada kegiatan dalam format GESI Budget Statement.

Bab 4 Penatausahaan Keuangan Kecamatan

TUJUAN

Peserta mampu menjelaskan asas umum penatusahaan keuangan, menyebutkan pejabat-pejabat yang terlibat dalam penatausahaan keuangan, menjelaskan proses penatausahaan penerimaan dan pengeluaran daerah, serta menyebutkan formulir- formulir yang digunakan dalam penatusahaan keuangan

WAKTU

12 Sesi (@45 Menit)

KATA KUNCI

Bendahara penerimaan, SKP, SKR, STS, bendahara pengeluaran, SPP, SPM, SP2D, BKU, buku pembantu, SPJ administrasi/fungsional

METODA

Metoda partisipatif dengan pendekatan pembelajaran dengan menggunakan pemahaman (pembelajaran orang dewasa) dimana pola penyampaian materi dilandaskan pada golden rule yaitu 10-60-40 dimana 10% (pengantar pelatihan/ introduction), 60% (praktik/aktivitas) dan 30% (pemberian teori secara menyeluruh).

RINGKASAN MATERI

Penatausahaan keuangan daerah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses Pengelolaan Keuangan Daerah, baik menurut Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 maupun berdasarkan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Selain itu, kegiatan penatausahaan dan pertanggungjawaban oleh bendahara pemerintah daerah dijelaskan secara rinci di dalam Permendagri No. 55 Tahun 2008 tentang Pedoman Tata Cara Penatausahaan dan Penyusunan Laporan Pertanggungjawaban Bendahara Serta Penyampaiannya.

Asas Umum Penatausahaan Keuangan Daerah

Menurut kedua peraturan di atas disebutkan adanya asas umum pengelolaan keuangan daerah yang meliputi:

  1. Pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran, bendahara penerimaan/ pengeluaran dan orang atau badan yang menerima atau menguasai uang/ barang/kekayaan daerah, wajib menyelenggarakan penatausahaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
  2. Pejabat yang menandatangani dan/atau mengesahkan dokumen yang berkaitan dengan surat bukti yang menjadi dasar pengeluaran atas beban APBD bertanggung jawab atas kebenaran material dan akibat yang timbul dari penggunaan surat bukti tersebut
  3. Semua penerimaan dan pengeluaran dana pemerintahan daerah harus dianggarkan dalam APBD dan dilakukan melalui rekening kas daerah yang dikelola oleh Bendahara Umum Daerah
  4. Untuk setiap pengeluaran dana atas beban APBD, harus diterbitkan Surat Keputusan Otorisasi (SKO) oleh Kepala Daerah atau surat keputusan lain yang berlaku sebagai surat keputusan otorisasi.

Penatausahaan Penerimaan

Menurut ketentuan dari Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 yang dimaksud dengan penerimaan daerah adalah uang yang masuk ke kas daerah. Semua penerimaan daerah disetor ke rekening kas umum daerah pada bank pemerintah yang ditunjuk dan dianggap sah setelah Kuasa Bendahara Umum Daerah menerima nota kredit. Penerimaan daerah yang disetor ke rekening kas umum daerah dilaksanakan melalui cara-cara sebagai berikut:

  1. Disetor langsung ke bank oleh pihak ketiga
  2. Disetor melalui bank lain, badan, lembaga keuangan, dan/atau kantor pos oleh pihak ketiga
  3. Untuk benda berharga seperti karcis retribusi yang dipakai sebagai tanda bukti pembayaran oleh pihak ketiga maka penyetorannya dilakukan dengan cara penerbitan tanda bukti pembayaran retribusi tersebut yang disahkan oleh PPKD.

Penatausahaan Pengeluaran

Arti dari pengeluaran daerah seperti dimaksudkan dalam peraturan perundang- undangan terkait adalah semua arus uang yang keluar dari kas daerah. Hal-hal yang berhubungan dengan penatausahaan pengeluaran adalah: penyediaan dana, permintaan pembayaran, perintah membayar, pencairan dana dan pertanggungjawaban.

Bab 5 Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Kecamatan

TUJUAN

Peserta mampu menjelaskan prosedur akuntansi penerimaan kas, akuntansi pengeluaran kas, akuntansi aset, akuntansi selain kas; menyebutkan formulir- formulir yang digunakan dalam pelaporan keuangan serta menjurnal, memposting dan menyusun laporan keuangan

WAKTU

12 Sesi (@45 Menit)

KATA KUNCI

PPK SKPD, SAP basis akrual, akuntansi penerimaan kas, akuntansi pengeluaran kas, akuntansi aset, akuntansi selain kas, jurnal, posting, LRA, LO, neraca, LPE dan CALK

METODA

Metoda partisipatif dengan pendekatan pembelajaran dengan menggunakan pemahaman (pembelajaran orang dewasa) dimana pola penyampaian materi dilandaskan pada golden rule yaitu 10-60-40 dimana 10% (pengantar pelatihan/ introduction), 60% (praktik/aktivitas) dan 30% (pemberian teori secara menyeluruh).

6. Optimalisasi Peran Kecamatan

Modul Peran Kecamatan:

Modul Mengoptimalkan Peran Kecamatan dalam Mengawasi Pengelolaan Keuangan Desa dibuat untuk meningkatkan pemahaman dan kompetensi aparatur kecamatan dalam memfasilitasi pengelolaan keuangan desa dan pendayagunaan aset desa. Modul ini merupakan bagian dari Serial Materi Pelatihan Pengelolaan Keuangan Daerah yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK), Kementerian Keuangan RI. Modul ini ditujukan khususnya bagi Seksi-seksi yang ada di Kecamatan yang berhubungan langsung dengan Desa.

Isi Modul:

Modul Mengoptimalkan Peran Kecamatan terdiri dari dua bab yaitu Bab 1 Pengawasan Pengelolaan Keuangan Desa dan Bab 2 Pengawasan Pengelolaan Aset Desa dan Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa). Bab 1 berisi tentang pengertian Desa, hubungan Kecamatan dan Desa, alokasi Dana Desa. Terkait Dana Desa terdapat penjelasan tentang perhitungan alokasi, peyaluran, penggunaan dan monitoring-evaluasi. Bab ini juga memberikan penjelasan tentang pengelolaan keuangan desa yang mencakup asas, perencanaan dan penganggaran keuangan desa, APB Desa, rencana kerja Pemerintah Desa hingga pelaksanaan APB Desa. Penjelasan lain adalah tentang Laporan Keuangan Desa termasuk di dalamnya laporan realisasi dan pelaksanaan. Bab ini juga memberikan penjelasan tentang asistensi pengawasan dan pembinaan Kecamatan terhadap Dana Desa dan alokasi Dana Desa. Pada bab ini juga diberikan studi kasus dan contoh APB Desa. Pada Bab 2, modul ini berisi tentang pengelolaan aset desa, pengelolaan BUM Desa serta asistensi, pengawasan, pembinaan Kecamatan terhadap Aset Desa dan BUM Desa.

Panduan Pengajaran:

Bab 1. Optimalisasi Peranan Kecamatan dalam Pengawasan PKDes

TUJUAN
  • Peserta mampu mengetahui karakteristik dana desa dan alokasi dana desa mencakup ketentuan penggunaan dari masing-masing jenisnya.
  • Peserta mampu melakukan pengawasan pengelolaan keuangan desa termasuk pengawasan pengelolaan asset dengan menggunakan pendekatan compliance audit.
WAKTU

8 Sesi (@45 Menit)

KATA KUNCI

Desa, Keuangan Desa, Pengelolaan Keuangan Desa

METODA

Metoda pembelajaran yang diterapkan adalah metoda partisipatif. Dengan metoda ini, materi yang disampaikan disesuaikan dengan kebutuhan pembelajaran orang dewasa (andragogi) sesuai golden rule 10-60-30, yaitu 10% (pengantar pelatihan/ introduction), 60% (praktik/aktivitas) dan 30% (pemberian teori secara menyeluruh).

RINGKASAN MATERI

Pengelolaan Keuangan Desa adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban keuangan desa. Siklus pengelolaan keuangan desa meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban, dengan periodisasi 1 (satu) tahun anggaran, terhitung mulai tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember.

Hubungan kecamatan dan desa yang baik diharapkan mempercepat proses pembangunan di desa yang secara langsung berdampak pada pembangunan di daerah. Upaya koordinasi antara kecamatan dan desa perlu ditingkatkan untuk mengurangi permasalahan yang mungkin timbul dalam implementasi manajemen pemerintahan desa, termasuk antara lain pengelolaan keuangan desa, efektivitas dana desa dan alokasi dana desa.

Bab 2. Pengelolaan Aset Desa

TUJUAN

Membahas paradigma dan konsep pengelolaan aset desa, khususnya tentang dasar hukum, definisi serta ruang lingkup pengelolaan sebagai pendahuluan pemahaman peserta terhadap gambaran besar pengelolaan aset desa

WAKTU

3 Sesi (@45 Menit)

KATA KUNCI

Konsep pengelolaan, definisi aset desa, ruang lingkup pengelolaan aset desa

METODA
  • Kuliah
  • Diskusi kelompok
  • Game: Puzzle
RINGKASAN MATERI
  • Pengelolaan aset desa merupakan suatu aktivitas yang diselenggarakan dalam pemerintahan desa terhadap aset desa yang dimiliki dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat desa.
  • Pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan dan aset Desa adalah kewenangan Kepala Desa, hal ini ditegaskan dalam UU Desa pada pasal 26 ayat (2). Hal ini diperkuat lagi bahwa kepala desa juga memiliki kewenangan untuk mengusulkan dan menerima pelimpahan sebagian kekayaan negara guna meningkatkan kesejahteraan Desa.
  • Berdasarkan UU Nomor 6 Tahun 2014, Aset Desa dapat berupa tanah kas Desa, tanah ulayat, pasar Desa, pasar hewan, tambatan perahu, bangunan Desa, pelelangan ikan, pelelangan hasil pertanian, hutan milik Desa, mata air milik Desa, pemandian umum, dan aset lainnya milik Desa.
  • Lingkup pengelolaan Keuangan Desa yang berdasarkan pada Permendagri 1 Tahun 2016 terdiri dari :
    1. perencanaan;
    2. pengadaan;
    3. penggunaan;
    4. pemanfaatan;
    5. pengamanan;
    6. pemeliharaan;
    7. penghapusan;
    8. pemindahtanganan;
    9. penatausahaan;
    10. pelaporan;
    11. penilaian;
    12. pembinaan;
    13. pengawasan; dan
    14. Pengendalian