Tata Cara Pemberian Pemberian Pinjaman Daerah Dari Pemerintah yang Dananya Bersumber Dari Pinjaman Luar Negeri

Dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 16 Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah, dan Pasal 22 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman dan/atau Penerimaan Hibah Serta Penerusan Pinjaman dan/atau hibah Luar Negeri, perlu ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pemberian Pinjaman Daerah Dari Pemerintah Yang Dananya Bersumber Dari Pinjaman Luar Negeri

PERATURAN MENTERI KEUANGAN

NOMOR  52 /PMK. 010 /2006

TENTANG

TATA CARA PEMBERIAN HIBAH KEPADA DAERAH

MENTERI KEUANGAN,

Menimbang : a.

b.

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2005 tentang Hibah Kepada Daerah dan Pasal 22 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006 tentang Tatacara Pengadaan Pinjaman dan/atau Penerimaan Hibah serta Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pemberian Hibah Kepada Daerah;

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada hurup a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pemberian Hibah Kepada Daerah;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
4. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4405);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga  (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4406);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2005 tentang Hibah Kepada Daerah. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4577);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman dan/atau Penerimaan Hibah serta Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4597);
9. Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4214) sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 72 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4418);
10. Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005.

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PEMBERIAN HIBAH KEPADA DAERAH

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:

1.             Pemerintah Pusat, yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan Pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2.             Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.

3.             Daerah otonom, selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

4.             Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disingkat APBD adalah rencana  keuangan tahunan Pemerintahan Daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

5.             Hibah adalah penerimaan Daerah yang berasal dari pemerintah negara asing, badan/lembaga asing, badan/lembaga internasional, Pemerintah, badan/lembaga dalam negeri atau perorangan, baik dalam bentuk devisa, rupiah maupun barang dan atau jasa, termasuk tenaga ahli dan pelatihan yang tidak perlu dibayar kembali.

6.             Kegiatan adalah bagian dari program yang dilaksanakan oleh satu atau lebih unit kerja pada Satuan Kerja Perangkat Daerah sebagai bagian dari pencapaian sasaran terukur pada suatu program dan terdiri atas sekumpulan tindakan pengerahan sumber daya, berupa personal (sumber daya manusia), barang modal termasuk peralatan dan teknologi, dana, atau kombinasi dari beberapa atau semua jenis sumber daya tersebut sebagai masukan (input) untuk menghasilkan keluaran (output) dalam bentuk barang/jasa.

7.             Pemberi Hibah Luar Negeri, selanjutnya disingkat PHLN, adalah lembaga multilateral, pemerintah suatu negara asing, lembaga keuangan dan lembaga non keuangan asing yang memberikan Hibah kepada Pemerintah.

8.             Pemberi Pinjaman Luar Negeri, selanjutnya disingkat PPLN, adalah lembaga multilateral, pemerintah suatu negara asing, lembaga keuangan dan lembaga non keuangan asing yang memberikan pinjaman kepada Pemerintah.

9.             Daftar Rencana Prioritas Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri, yang selanjutnya disingkat DRPPHLN adalah daftar kegiatan pembangunan prioritas yang layak dibiayai dari pinjaman dan/atau Hibah luar negeri.

10.         Daftar Kegiatan adalah daftar kegiatan yang dinyatakan layak dan siap oleh Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas dan telah mendapatkan indikasi komitmen pendanaan dari calon PHLN atau PPLN.

11.         Daftar Rencana Hibah Daerah, yang selanjutnya disingkat DRHD, adalah daftar rencana kegiatan pembangunan Pemerintah Daerah yang akan dibiayai dari Hibah Pemerintah kepada Daerah.

12.         Naskah Perjanjian Hibah Luar Negeri, selanjutnya disingkat NPHLN adalah naskah perjanjian Hibah antara Pemerintah dengan Pemberi Hibah Luar Negeri.

13.         Naskah Perjanjian Pinjaman Luar Negeri, selanjutnya disingkat NPPLN adalah naskah perjanjian pinjaman antara Pemerintah dengan Pemberi Pinjaman Luar Negeri.

14.         Naskah Perjanjian Hibah Daerah, selanjutnya disingkat NPHD adalah naskah perjanjian Hibah antara pemberi Hibah yang berasal dari dalam negeri dan Daerah.

15.         Naskah Perjanjian Penerusan Hibah, selanjutnya disingkat NPPH adalah naskah perjanjian penerusan Hibah luar negeri antara Pemerintah c.q. Menteri Keuangan atau kuasanya dengan Daerah.

16.         Peta Kapasitas Fiskal adalah peta yang menggambarkan kemampuan keuangan masing-masing Daerah yang dicerminkan melalui penerimaan umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (tidak termasuk dana alokasi khusus, dana darurat, dana pinjaman lama, dan penerimaan lain yang penggunaannya dibatasi untuk membiayai pengeluaran tertentu) untuk membiayai tugas pemerintahan setelah dikurangi belanja pegawai dan dikaitkan dengan jumlah penduduk miskin.

BAB II

SUMBER DAN BENTUK HIBAH

Pasal 2

Hibah kepada Daerah bersumber dari:

a.      Pendapatan Dalam Negeri;

b.      Pinjaman Luar Negeri dan/atau;

c.       Hibah Luar Negeri.

Pasal 3

(1)     Hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 berbentuk :

a.      Uang;

b.      Barang; dan/atau

c.       Jasa.

(2)         Uang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat berupa rupiah, devisa, dan/atau surat berharga.

(3)         Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b  dapat berupa barang bergerak antara lain peralatan, mesin, kendaraan bermotor, dan barang tidak bergerak antara lain tanah, rumah, gedung, dan bangunan.

(4)         Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat berupa bantuan teknis, pendidikan, pelatihan, penelitian dan jasa lainnya.

BAB III

PRINSIP  PEMBERIAN HIBAH

Pasal 4

(1)         Hibah kepada Daerah bersifat bantuan untuk menunjang program pembangunan sesuai dengan prioritas dan kebijakan Pemerintah serta merupakan urusan daerah.

(2)         Dalam hal Hibah kepada Daerah yang bersumber dari pendapatan dalam negeri kegiatannya merupakan kebijakan Pemerintah atau dapat diusulkan oleh Kementerian Negara/Lembaga.

(3)         Dalam hal Hibah kepada Daerah yang bersumber dari pinjaman luar negeri kegiatannya telah diusulkan oleh Kementerian Negara/Lembaga.

(4)         Dalam hal Hibah kepada Daerah yang bersumber dari Hibah luar negeri, kegiatannya dapat diusulkan oleh Kementerian Negara/Lembaga dan/atau Daerah.

(5)         Hibah diberikan kepada Daerah ditetapkan oleh Menteri Keuangan setelah berkoordinasi dengan Menteri pada Kementerian Negara/Pimpinan Lembaga terkait.

(6)         Pemberian Hibah kepada Daerah sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM).

(7)         Apabila dipersyaratkan dalam NPHD/NPPH untuk menyediakan dana pendamping, Hibah diberikan kepada Daerah yang bersedia menyediakan dana pendamping.

(8)         Hibah diberikan kepada Daerah dalam kerangka hubungan keuangan antara Pemerintah dan Daerah.

(9)         Hibah diberikan kepada Daerah dengan mempertimbangkan kinerja pengelolaan Hibah sebelumnya, akumulasi Hibah yang pernah diterima dan/atau kegiatan sejenis yang telah dilaksanakan oleh Daerah.

BAB IV

KRITERIA PEMBERIAN HIBAH

Pasal 5

Hibah yang bersumber dari  pendapatan dalam negeri, diberikan kepada Daerah dengan kriteria sebagai berikut:

a.            Untuk melaksanakan kegiatan yang menjadi urusan Daerah, yaitu peningkatan fungsi pemerintahan, layanan dasar umum, dan pemberdayaan aparatur Daerah;

b.            Untuk kegiatan dengan kondisi tertentu yang berkaitan dengan penyelenggaraan kegiatan Pemerintah yang berskala nasional/internasional di Daerah; dan/atau

c.             Untuk melaksanakan kegiatan sebagai akibat kebijakan Pemerintah yang mengakibatkan penambahan beban APBD.

Pasal 6

(1)         Hibah yang bersumber dari pinjaman luar negeri, diberikan kepada Daerah dengan kriteria sebagai berikut:

a.      Kegiatan yang merupakan urusan Daerah dalam rangka pencapaian sasaran program yang merupakan prioritas pembangunan nasional; dan atau

b.      Diprioritaskan untuk Daerah dengan kapasitas fiskal rendah, berdasarkan peta kapasitas fiskal yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan;

(2)         Hibah yang bersumber dari pinjaman luar negeri tidak dapat digunakan untuk membiayai kegiatan pendukung yang menjadi kewajiban Daerah, yang meliputi antara lain: kegiatan administrasi proyek, penyiapan kegiatan fisik, perjalanan dinas, penyediaan/pematangan lahan, monitoring dan evaluasi, pengawasan, sebagai dana pendamping suatu kegiatan dan kegiatan sejenis lainnya.

Pasal 7

Hibah yang bersumber dari Hibah luar negeri, diberikan kepada Daerah dengan kriteria sebagai berikut:

a.            Untuk melaksanakan kegiatan yang menjadi urusan Daerah, yaitu peningkatan fungsi pemerintahan, layanan dasar umum, dan pemberdayaan aparatur Daerah; dan/atau

b.            Hibah diteruskan kepada Daerah sesuai dengan NPHLN.

BAB V

PENGUSULAN DAN PENILAIAN PEMBERIAN HIBAH

YANG BERSUMBER DARI PENDAPATAN DALAM NEGERI

Bagian Kesatu

Pengusulan Hibah

Pasal 8

Kementerian Negara/Lembaga dapat mengajukan usulan  pemberian Hibah Daerah kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan.

Bagian Kedua

Penilaian Pemberian Hibah

Pasal 9

(1)         Terhadap usulan Kementerian Negara/Lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Direktur Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan meneliti dan menilai terpenuhinya kelengkapan dokumen usulan Hibah.

(2)         Penelitian dan Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya dilengkapi dengan dokumen yang mencakup:

a.      Kerangka acuan kegiatan;

b.      Rencana kegiatan rinci;

c.       Rencana pembiayaan kegiatan secara keseluruhan;

d.      Rencana pengadaan barang dan jasa;

e.       Indikator kinerja monitoring dan evaluasi;

f.        Surat persetujuan DPRD;

g.      Surat pernyataan kesediaan menyediakan dana pendamping; dan

h.      Tata cara pengelolaan kegiatan.

(3)         Berdasarkan hasil penelitian dan penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri Keuangan menetapkan persetujuan atau penolakan atas usulan Hibah serta kelayakan suatu Daerah untuk menerima Hibah.

BAB VI

PENGUSULAN DAN PENILAIAN PEMBERIAN HIBAH

YANG BERSUMBER DARI PINJAMAN LUAR NEGERI

Bagian Kesatu

Pengusulan Hibah

Pasal 10

(1)         Kementerian/Lembaga menyampaikan usulan kegiatan kepada Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas sebagai dasar penyusunan  DRPPHLN.

(2)         Direktur Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan menyampaikan data keuangan Daerah kepada Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, sebagai bahan pertimbangan penyusunan DRPPHLN.

(3)         Data keuangan Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) antara lain meliputi:

a.      peta kapasitas fiskal Daerah;

b.      rincian alokasi Hibah yang diterima masing-masing Daerah untuk 5 (lima) tahun terakhir.

(4)         Berdasarkan DRPPHLN sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas menyusun daftar kegiatan yang diusulkan untuk dibiayai dengan pinjaman dan/atau Hibah luar negeri.

(5)         Daftar Kegiatan yang telah disusun sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan kepada Direktur Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan.

Pasal 11

Tata cara perencanaan dan pengajuan usulan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dilakukan sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas.

Pasal 12

(1)         Berdasarkan Daftar Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (5), Direktur Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan menyampaikan surat kepada Kementerian Negara/Lembaga untuk mengajukan usulan  pemberian Hibah kepada Daerah.

(2)         Usulan penerimaan Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya dilengkapi dengan dokumen yang mencakup:

a.      Kerangka acuan kegiatan;

b.      Rencana kegiatan rinci;

c.       Rencana pembiayaan kegiatan secara keseluruhan;

d.      Rencana pengadaan barang dan jasa;

e.       Indikator kinerja monitoring dan evaluasi;

f.        Surat persetujuan DPRD;

g.      Surat pernyataan kesediaan menyediakan dana pendamping; dan

h.      Tata cara pengelolaan kegiatan.

Bagian Kedua

Penilaian Pemberian Hibah

Pasal 13

(1)         Direktur Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan meneliti dan menilai terpenuhinya kelengkapan dokumen usulan Hibah sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 ayat (2) dan memberikan jawaban atas kekurangan atau telah terpenuhinya kelengkapan dokumen usulan Hibah .

(2)         Dalam rangka melakukan penelitian dan penilaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat meminta pertimbangan Kementerian Dalam Negeri atas usulan Hibah untuk aspek-aspek diluar aspek perencanaan dan keuangan, yaitu aspek politik dan administrasi Daerah.

(3)         Pertimbangan atas usulan Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja setelah pengiriman surat permintaan pertimbangan dimaksud.

(4)         Dalam hal pertimbangan Kementerian Dalam Negeri tidak diberikan dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4), maka Kementerian Dalam Negeri dianggap menyetujui usulan Hibah dimaksud.

Pasal 14

(1)         Berdasarkan hasil penelitian dan penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1), Menteri Keuangan menetapkan persetujuan atau penolakan atas usulan Hibah serta kelayakan Daerah untuk menerima Hibah.

(2)         Menteri Keuangan menyampaikan penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri pada Kementerian Negara/Pimpinan Lembaga dengan tembusan kepada Daerah calon penerima Hibah.

(3)         Dalam hal usulan Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Direktur Jenderal Perbendaharaan menyampaikan permintaan pendanaan kepada calon PPLN untuk mendapatkan komitmen pendanaan.

(4)         Berdasarkan komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Direktur Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan menyusun dan menerbitkan DRHD.

Pasal 15

(1)         Berdasarkan komitmen PPLN dan DRHD sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 ayat (3) dan ayat (4) serta konfirmasi kesiapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat (1) dan kesiapan kegiatan yang akan dibiayai dari  Hibah, Menteri Keuangan atau kuasanya bersama Kementerian Negara/Lembaga terkait melakukan perundingan dengan PPLN.

(2)         Kriteria kesiapan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat  (1) mencakup:

a.      tersedianya desain kegiatan terinci;

b.      tersedianya indikator kinerja, pemantauan dan evaluasi;

c.       tersedianya surat pernyataan daerah untuk menyediakan dana pendamping;

d.      tersedianya dana pendamping untuk pelaksanaan kegiatan tahun pertama dalam APBD;

e.       terselesaikannya pengadaan tanah, pembebasan tanah dan/atau pematangan tanah;

f.        terbentuknya dan telah ditempatkannya personalia dalam unit manajemen kegiatan dan unit pelaksana kegiatan;

g.      kesiapan konsep pengelolaan proyek/petunjuk pengelolaan/administrasi proyek/memorandum yang berisi cakupan organisasi dan kerangka acuan kerjanya, dan pengaturan tentang pengadaan, anggaran, penarikan dana, audit dan pelaporan.

(3)         Berdasarkan perundingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Menteri Keuangan atau kuasanya melakukan penandatanganan NPPLN dengan PPLN.

(4)         Salinan NPPLN yang telah ditandatangani sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan Direktur Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan kepada Badan Pemeriksa Keuangan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Kementerian Perekonomian, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Bank Indonesia, Kementerian/Lembaga pengusul dan instansi terkait lainnya.

BAB VII

PENGUSULAN DAN PENILAIAN PEMBERIAN HIBAH

YANG BERSUMBER DARI  HIBAH LUAR NEGERI

Bagian Pertama

Pengusulan Hibah

Pasal 16

(1)         Dalam hal Hibah yang kegiatannya diusulkan oleh Kementerian Negara/Lembaga, pengusulan pemberian Hibah mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal  10 kecuali pada ayat (3) huruf a, pasal 11 dan pasal 12.

(2)         Dalam hal Hibah yang diusulkan oleh daerah yang telah mendapatkan komitmen dari PHLN, Daerah mengajukan usulan kepada Direktur Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan dan Kementerian Negara/Lembaga untuk memasukkan usulan kegiatan dalam DRHD.

Bagian Kedua

Penilaian Pemberian Hibah

Pasal 17

(1)         Berdasarkan usulan sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 ayat (1) dan ayat (2) Direktur Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan dan Kementerian Negara/Lembaga melakukan konfirmasi kesiapan dokumen sebagaimana dipersyaratkan dalam komitmen dengan PHLN.

(2)         Berdasarkan konfirmasi kesiapan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Menteri Keuangan atau kuasanya dan Kementerian Negara/Lembaga melakukan perundingan dengan PHLN.

(3)         Berdasarkan perundingan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri Keuangan atau kuasanya melakukan penandatanganan NPHLN dengan PHLN.

(4)         Salinan NPHLN yang telah ditandatangani sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan Direktur Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan kepada Badan Pemeriksa Keuangan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Kementerian Perekonomian, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Bank Indonesia, Kementerian/Lembaga pengusul dan instansi terkait lainnya.

BAB VIII

PERSETUJUAN DAN PERJANJIAN HIBAH

Pasal 18

(1)         Berdasarkan hasil evaluasi atas  kriteria sebagaimana dimaksud dalam pasal 5, pasal 6 dan pasal 7 serta terpenuhinya penilaian pemberian Hibah sebagaimana dimaksud dalam pasal 9, pasal 13 dan pasal 17, Menteri Keuangan menetapkan persetujuan pemberian Hibah untuk pendanaan kegiatan tersebut kepada Daerah.

(2)         Berdasarkan persetujuan pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Hibah yang bersumber dari pendapatan dalam negeri  dituangkan dalam NPHD.

(3)         Berdasarkan persetujuan pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Hibah yang bersumber dari pinjaman luar negeri dan Hibah luar negeri dituangkan dalam NPPH.

(4)         Penandatanganan NPHD dan NPPH dilakukan antara Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan dengan Daerah penerima Hibah.

Pasal 19

(1)         NPHD dan NPPH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) dan ayat (3) memuat ketentuan antara lain mengenai :

a.      Tujuan Hibah;

b.      Jumlah Hibah;

c.       Sumber Hibah;

d.      Penerima Hibah;

e.       Persyaratan Hibah;

f.        Tatacara pencairan/penyaluran Hibah;

g.      Tatacara penggunaan Hibah;

h.      Tatacara pelaporan dan pemantauan Hibah;

i.        Hak dan kewajiban pemberi dan penerima Hibah; dan

j.        Sanksi.

(2)         Salinan NPHD dan NPPH yang telah ditandatangani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) disampaikan Direktur Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan kepada Badan Pemeriksa Keuangan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas,  Kementerian/Lembaga terkait serta PPLN dan/atau PHLN.

(3)         NPPH merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan dari NPHLN atau NPPLN dan berlaku efektif setelah persyaratan  dalam NPHLN atau NPPLN dipenuhi.

      Pasal 20

(1)         Dalam hal terdapat usulan perubahan lingkup pekerjaan dan alokasi biaya sebagaimana telah ditetapkan NPHD atau NPPH, Daerah dapat mengajukan perubahan NPHD atau NPPH disertai alasan perubahan kepada Direktur Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan.

(2)         Usulan perubahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat disetujui apabila tidak menambah jumlah Hibah dan tujuan penggunaan Hibah.

(3)         Direktur Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan menerbitkan persetujuan perubahan setelah berkoordinasi dengan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas dan Kementerian/Lembaga terkait serta PHLN atau PPLN.

(4)         Persetujuan perubahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) menjadi dasar perubahan NPHD atau NPPH dan merupakan kesatuan dari NPHD atau NPPH yang bersangkutan.

BAB IX

HIBAH YANG BERSUMBER SELAIN DARI PEMERINTAH

Pasal 21

(1)         Dalam hal Daerah menerima Hibah yang sumbernya selain dari Pemerintah, maka pemberi Hibah dan Daerah menuangkan penerimaan Hibah dalam perjanjian yang ditandatangani oleh kedua belah pihak.

(2)         Penerimaan Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat sebagai bantuan yang tidak mengikat secara politis dan selaras dengan RPJMD.

(3)         Salinan perjanjian Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Direktur Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan dan Kementerian Negara/ Lembaga terkait.

BAB X

PENARIKAN DAN PENYALURAN HIBAH

Pasal 22

(1)         Berdasarkan NPHD atau NPPH, Daerah penerima Hibah mengajukan alokasi dana kepada Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan.

(2)         Berdasarkan pengajuan alokasi dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri Keuangan menetapkan Satuan Anggaran Per Satuan Kerja (SA-PSK) penerusan Hibah kepada Direktur Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan.

(3)         Atas dasar penetapan SA-PSK sebagaimana dimaksud ayat (2), Daerah menerbitkan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA).

(4)         DIPA sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diajukan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan untuk mendapatkan pengesahan.

(5)         DIPA yang telah disahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) digunakan sebagai dasar pencairan dan/atau penyaluran Hibah.

Pasal 23

(1)         Penarikan Hibah dapat dilakukan melalui tata cara sebagai berikut:

a.      Pembayaran Langsung (Direct Payment);

b.      Rekening Khusus (Special Account): dan/atau

c.       Pembukuan Letter of Credit (L/C).

(2)         Ketentuan mengenai tata cara penarikan Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan.

BAB XI

PENGELOLAAN HIBAH OLEH  DAERAH

Pasal 24

Penerimaan Hibah oleh Daerah dikelola dan dilaksanakan secara transparan dan akuntabel.

Pasal 25

(1)         Untuk menyatakan komitmen dan tanggung jawab Daerah dalam pelaksanaan Hibah, Daerah penerima Hibah wajib menyediakan dana pendamping yang dipersyaratkan.

(2)         Kegiatan yang didanai dengan Hibah dan dana pendamping dianggarkan dalam APBD.

(3)         Dalam hal Hibah berupa barang, pengiriman barang harus dilengkapi dengan dokumen sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

(4)         Dalam hal Hibah berupa jasa konsultan dan jasa lainnya, Daerah menyediakan fasilitas penunjang untuk kelancaran pekerjaan.

(5)         Dalam hal Daerah tidak menganggarkan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pencairan Hibah tidak dapat dilakukan.

(6)         Dana pendamping sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dicantumkan dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran-Satuan Kerja Perangkat Daerah (DPA-SKPD).

Pasal 26

(1)         Penerimaan Hibah oleh Daerah dicatat sebagai pendapatan Hibah dalam kelompok Lain-lain Pendapatan yang Sah pada APBD.

(2)         Penerimaan Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk  barang dan/atau jasa dicatat berdasarkan harga perolehan atau taksiran nilai wajar barang dan/atau jasa tersebut.

(3)         Penerimaan Hibah dalam bentuk  barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) selain dicatat sebagai pendapatan Hibah dalam kelompok Lain-lain Pendapatan yang Sah pada saat yang sama dicatat sebagai belanja dengan nilai yang sama.

(4)         Barang yang diterima dari Hibah diakui dan dicatat sebagai barang milik daerah pada saat diterima.

Pasal 27

(1)         Penerimaan Hibah dalam bentuk uang disajikan dalam Laporan Realisasi Anggaran dan Laporan Arus Kas.

(2)         Penerimaan Hibah dalam bentuk barang dan/atau jasa dilaporkan dalam Laporan Realisasi Anggaran.

(3)         Transaksi penerimaan Hibah dan penerusannya ke daerah diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.

(4)         Dalam hal Hibah tidak termasuk dalam perencanaan Hibah pada tahun anggaran berjalan, Hibah harus dilaporkan dalam Laporan Pertanggungjawaban Keuangan.

(5)         Tata cara akuntansi dan pelaporan keuangan yang terkait dengan Hibah dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku tentang sistem akuntansi dan pelaporan keuangan Pemerintah.

BAB XII

PEMANTAUAN

Pasal 28

(1)         Daerah melaporkan realisasi fisik, penyerapan dana, dan permasalahan pelaksanaan kegiatan serta perkembangan penyelesaian Kontrak Pengadaan Barang/Jasa kepada Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Direktur Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan dan Kementerian/Lembaga terkait.

(2)         Direktur Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan, Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas dan Kementerian/Lembaga terkait melakukan pemantauan atas kinerja pelaksanaan kegiatan dan penggunaan Hibah dalam rangka pencapaian target dan sasaran yang ditetapkan dalam NPHD dan NPPH.

Pasal 29

(1)         Dalam rangka monitoring dan evaluasi, daerah penerima Hibah wajib menyampaikan laporan perkembangan pelaksanaan kegiatan yang didanai dari Hibah kepada Direktur Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan, Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas dan Kementerian/Lembaga terkait.

(2)         Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan setiap triwulan.

(3)         Dalam hal Daerah melakukan pengelolaan Hibah menyimpang dari ketentuan sebagaimana ditetapkan dalam NPPD atau NPPH, maka seluruh kegiatan penyaluran Hibah dapat dihentikan.

BAB XIII

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 30

(1)         Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini berlaku, usulan kegiatan Daerah yang akan dibiayai dari pinjaman luar negeri yang diteruskan dalam bentuk Hibah yang prosesnya telah melalui tahap penilaian tetap mengikuti ketentuan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 35/KMK.07/2003 tentang Perencanaan, Pelaksanaan/Penatausahaan, dan Pemantauan Penerusan Pinjaman Luar Negeri Pemerintah Kepada Daerah sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 357/KMK.07/2003.

(2)         Pelaksanaan tugas/kewenangan oleh Unit Organisasi Eselon I dan Unit Eselon II di lingkungan Departemen Keuangan sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan ini bersifat sementara sampai dengan terlaksananya operasionalisasi organisasi Departemen Keuangan sesuai dengan struktur baru berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2006 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 10 tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia.

BAB XIV

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 31

Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, maka Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 35/KMK.07/2003 tentang Perencanaan, Pelaksanaan/ Penatausahaan, dan Pemantauan Penerusan Pinjaman Luar Negeri Pemerintah kepada Daerah sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 357/KMK.07/2003,dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 32

Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di  Jakarta
Pada tanggal  12 Juli 2006
MENTERI KEUANGAN
                    ttd,
SRI MULYANI INDRAWATI

View | Permenkeu – 53 – PMK. 010 – 2006

View | Lampiran

/ Peraturan / Tags:

Share the Post

About the Author

Comments

Comments are closed.