Penetapan Aloksi dan Pedoman Umum Pengelolaan Dana Alokasi Khusus Non Dana Reboisasi Tahun Anggaran 2004

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR    548    /KMK.07/2003

TENTANG

PENETAPAN ALOKASI DAN PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN

DANA ALOKASI KHUSUS NON DANA REBOISASI

TAHUN ANGGARAN 2004     

 

Menimbang : a.      bahwa sesuai dengan hasil rapat pembahasan DAK  Non  DR Tahun 2004 antara Panitia Kerja Dana Perimbangan DPR-RI dengan Pemerintah yang terdiri dari unsur Departemen Keuangan, Departemen Dalam Negeri, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, Departemen Kesehatan, Departemen Pendidikan Nasional Departemen Kelautan dan Perikanan, dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, telah diputuskan besaran alokasi DAK kabupaten/kota.

b.      bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 21 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2001, perlu menetapkan Keputusan Menteri Keuangan tentang Alokasi dan Pedoman Umum Pengelolaan Dana Alokasi Khusus Non Dana Reboisasi;

Mengingat : 1.      Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3839);

2.      Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3848);

3.      Undang-Undang Nomor 25 Tahun  2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 206);

4.      Undang-Undang Nomor  17 Tahun  2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);

5.      Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2003 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4337);

6.      Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Provinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952);

7.      Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 201, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4021) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2001 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4165);

8.      Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 202, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4022);

MEMUTUSKAN :

Menetapkan      :    KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENETAPAN ALOKASI DAN PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN DANA ALOKASI KHUSUS NON DANA REBOISASI TAHUN ANGGARAN 2004

BAB I

KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Keputusan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan :

1.            Dana Alokasi Khusus Non Dana Reboisasi yang selanjutnya disebut DAK adalah dana yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara di luar Dana Reboisasi yang dialokasikan kepada Daerah tertentu untuk membantu membiayai kebutuhan khusus.

2.            Menteri Teknis adalah Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah, Menteri Kesehatan, Menteri  Kelautan dan Perikanan, dan Menteri Dalam Negeri.

3.            Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara adalah suatu rencana keuangan tahunan Negara yang ditetapkan berdasarkan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

4.            Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah suatu rencana keuangan tahunan Daerah yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

5.            Daftar Alokasi Dana Alokasi Khusus adalah dokumen anggaran yang menampung penyediaan alokasi DAK untuk masing-masing Kabupaten dan Kota, dan berlaku sebagai Surat Keputusan Otorisasi.

6.            Daerah adalah Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota.

 

BAB II

RUANG LINGKUP

Pasal 2

DAK merupakan bantuan stimulan kepada Daerah tertentuuntuk pelaksanaan kegiatan yang merupakan kewenangan dan tanggung jawabDaerah ke arah pemenuhan kebutuhan khusus.

 

Pasal 3

DAK dialokasikan untuk membantu daerah membiayai kebutuhan fisik sarana dan prasarana dasar yang merupakan prioritas nasional di bidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur, kelautan dan perikanan serta prasarana pemerintah.

 

BAB III

PAGU

Pasal 4

(1)       Pagu DAK untuk Tahun Anggaran 2004 ditetapkan sebesar Rp2.838.500.000.000,00 (dua triliun delapan ratus tiga puluh delapan milyar  lima ratus juta rupiah).

(2)       Pagu DAK sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dialokasikan untuk :

a.      bidang pendidikan sebesar Rp652.600.000.000,00 (enam ratus lima puluh dua milyar enam ratus juta rupiah);

b.      bidang kesehatan sebesar Rp456.180.000.000,00 (empat ratus lima puluh enam milyar seratus delapan puluh juta rupiah);

c.      bidang infrastruktur sebesar Rp1.196.250.000.000,00 (satu triliun seratus sembilan puluh enam milyar dua ratus lima puluh juta rupiah) dengan rincian :

1)      prasarana jalan sebesar Rp839.050.000.000,00 (delapan ratus tiga puluh sembilan milyar lima puluh juta rupiah);

2)      prasarana irigasi sebesar Rp357.200.000.000,00 (tiga ratus lima puluh tujuh milyar dua ratus juta rupiah);

d.      bidang prasarana  pemerintahan sebesar Rp228.000.000.000,00 (dua ratus dua puluh delapan  milyar rupiah).

e.     bidang kelautan dan perikanan sebesar Rp305.470.000.000,00 (tiga ratus lima  milyar empat ratus tujuh puluh juta rupiah);

BAB IV

PENGGUNAAN

Bagian Pertama

Bidang Pendidikan

Pasal 5

(1)         DAK bidang pendidikan dialokasikan untuk menunjang pelaksanaan Wajib Belajar (Wajar) pendidikan dasar bagi warga masyarakat di kabupaten/kota.

(2)         Penggunaan DAK sebagaimana dimaksud ayat (1) diarahkan untuk kegiatan rehabilitasi gedung Sekolah Dasar (SD) dan gedung Madrasah Ibtidaiyah (MI).

 

 Bagian Kedua

Bidang Kesehatan

Pasal 6

(1)         DAK bidang kesehatan dialokasikan untuk dapat meningkatkan daya jangkau dan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat di kabupaten/kota terutama daerah dengan derajat kesehatan yang belum optimal sehingga warga masyarakat dapat memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu.

(2)         Penggunaan DAK sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diarahkan untuk kegiatan:

a.      peningkatan fisik Puskesmas Pembantu menjadi Puskesmas;

b.      peningkatan fisik Puskesmas menjadi Puskesmas Perawatan;

c.         rehabilitasi fisik dan/atau pengadaan Puskesmas Keliling Perairan serta Puskesmas Keliling Roda Empat beserta peralatannya;

d.      pembangunan/rehabilitasi gedung Puskesmas/Puskesmas Pembantu (Pustu)/ Poliklinik Bersalin Desa (Polindes);

e.      pembangunan/rehabilitasi Unit Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah; dan/atau

f.        pembangunan/rehabilitasi Gudang Farmasi.

(3)         Masing-masing Daerah dapat memilih kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) sesuai dengan prioritas di daerah dengan memperhatikan besaran DAK bidang kesehatan yang diterimanya.

Bagian Ketiga

Bidang Infrastruktur

Pasal 7

(1)       DAK bidang infrastuktur dialokasikan untuk mempertahankan tingkat pelayanan transportasi dan mendukung Program Ketahanan Pangan.

(2)       Penggunaan DAK sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diarahkan untuk kegiatan:

a.  prasarana jalan yaitu untuk kegiatan pemeliharaan/perbaikan jalan termasuk jembatan di Kabupaten/Kota;

b.  prasarana irigasi yaitu untuk kegiatan operasi dan pemeliharaan dan/atau rehabilitasi ringan jaringan irigasi dan bangunan pelengkap di Kabupaten/Kota.

(3)       Masing-masing Daerah dapat memilih kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) sesuai dengan prioritas di daerah dengan memperhatikan besaran DAK bidang infrastruktur yang diterimanya.

Bagian Keempat

Bidang Kelautan dan Perikanan

Pasal 8

(1)         DAK bidang Kelautan dan Perikanan dialokasikan untuk meningkatkan prasarana dasar di bidang perikanan khususnya dalam menunjang pengembangan perikanan rakyat tangkap dan budidaya perikanan di kabupaten/kota.

(2)         Penggunaan DAK sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diarahkan untuk kegiatan:

a.      pembangunan/rehabilitasi pangkalan pendaratan ikan;

b.      pembangunan/rehabilitasi balai benih ikan;

c.      pembangunan/rehabilitasi pasar benih ikan.

(3)       Masing-masing Daerah dapat memilih kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) sesuai dengan prioritas di daerah dengan memperhatikan besaran DAK bidang kelautan dan perikanan yang diterimanya.

 

Bagian Kelima

Bidang Prasarana Pemerintah

Pasal 9

(1)       DAK bidang prasarana  pemerintahan dialokasikan untuk mendukung kelancaran penyelenggaraan  Pemerintahan Daerah sebagai akibat dari pemekaran daerah tahun 2001, tahun 2002 (akhir), dan tahun 2003.

(2)       Penggunaan DAK sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diarahkan untuk kegiatan pembangunan/perluasan gedung kantor pemerintahan.

 

Bagian Keenam

Hasil Kegiatan

Pasal 10

Hasil dari kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, dan Pasal 9 harus sudah dapat dimanfaatkan pada akhir Tahun 2004.

BAB V

KRITERIA

Bagian Pertama

Kriteria Umum

Pasal 11

(1)         Pengalokasian DAK diprioritaskan untuk Daerah-Daerah yang memiliki kemampuan fiskal rendah atau di bawah rata-rata.

(2)         Kemampuan Fiskal Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan pada selisih antara realisasi Penerimaan Daerah (Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Pinjaman Daerah, dan lain-lain penerimaan yang sah) tidak termasuk Sisa Anggaran Lebih (SAL) dan belanja Pegawai Negeri Sipil Daerah (fiskal netto) pada  Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2002.

(3)         Perhitungan Indeks Fiskal Netto suatu Daerah didasarkan pada pembagian antara kemampuan fiskal suatu Daerah dengan kemampuan fiskal seluruh Daerah.

(4)         Hasil pembagian sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dikalikan dengan jumlah seluruh Daerah.

(5)         Daerah yang memiliki Kemampuan Fiskal dibawah rata-rata adalah Daerah yang memiliki Indeks Fiskal Netto dibawah 1 (satu) .

Bagian Kedua

Kriteria Khusus

Pasal 12

Pengalokasian DAK memperhatikan Daerah-Daerah tertentu yang memiliki dan/atau berada di wilayah:

a.            Provinsi Papua dan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD);

b.            Kawasan Timur  Indonesia;

c.            Perbatasan, Daerah Pesisir dan Kepulauan, Daerah Paska Konflik, Daerah Hilir Aliran Sungai Rawan Banjir, dan Daerah Tertinggal/Terpencil.

 

Bagian Ketiga

Kriteria Teknis

Pasal 13

(1)         Kriteria Teknis kegiatan DAK untuk bidang pendidikan ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional, bidang kesehatan ditetapkan oleh Menteri Kesehatan, bidang infrastruktur jalan dan irigasi ditetapkan oleh Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah, bidang kelautan dan perikanan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan dan bidang prasarana pemerintahan oleh Menteri Dalam Negeri.

(2)         Kriteria Teknis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh masing-masing Menteri yang bersangkutan setelah berkonsultasi dengan Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah.

 

Pasal 14

Kriteria Teknis kegiatan bidang pendidikan mempertimbangkan:

a.            Jumlah ruang kelas SD/MI yang mengalami kerusakan berat;

b.            Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK).

Pasal 15

Kriteria Teknis kegiatan bidang kesehatan mempertimbangkan:

a.            Human Poverty Index (Indeks kemiskinan masyarakat yang terdiri dari  persentase penduduk yang diperkirakan tidak mencapai usia 40 tahun, persentase penduduk tanpa jangkauan air bersih, persentase penduduk tanpa jangkauan fasilitas kesehatan, dan persentase balita kurang gizi);

b.            Jumlah Puskesmas (Perawatan dan Non Perawatan), Puskesmas Pembantu, dan Puskesmas Keliling (Perairan dan Roda Empat);

c.            Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK).

 

Pasal 16

(1)         Kriteria Teknis kegiatan bidang infrastruktur meliputi :

a.Kriteria Teknis untuk prasarana jalan;

b.Kriteria Teknis untuk prasaran irigasi;

(2)         Kriteria Teknis untuk prasarana jalan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf  a mempertimbangkan:

a.            Kondisi mantap jalan Kabupaten/Kota (km);

b.            Pelayanan jalan terhadap wilayah (km2/km);

c.            Bobot beban lalu-lintas (smp/km);

d.            Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK).

(3)         Kriteria Teknis untuk prasarana irigasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b mempertimbangkan:

a.      Rata-rata produksi padi sawah (ton/ha);

b.      Kerapatan Daerah irigasi terhadap wilayah (ha/km2);

c.         Kinerja Daerah Irigasi (ha);

d.      Luas Daerah Irigasi (ha);

e.      Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK).

 

Pasal 17

Kriteria Teknis kegiatan bidang kelautan dan perikanan mempertimbangkan:

a.      Luas Baku Usaha Budidaya (ha);

b.      Produksi Perikanan Budidaya (ton);

c.      Jumlah Balai Benih Ikan (unit);

d.      Produksi Perikanan Tangkap (ton);

e.      Jumlah Pangkalan Pendaratan Ikan (unit);

f.        Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK).

Pasal 18

Kriteria Teknis kegiatan bidang prasarana  pemerintahan mempertimbangkan kebutuhan minimum prasarana gedung kantor untuk mendukung penyelenggaraan pemerintahan Daerah Pemekaran Tahun 2001, Tahun 2002 (akhir), dan Tahun 2003.

Bagian Keempat

Besaran Alokasi

Pasal 19

Besaran alokasi DAK kepada Daerah dihitung berdasarkan penggabungan dari Kriteria Umum, Kriteria Khusus, dan Kriteria Teknis serta perlakuan khusus untuk daerah-daerah tertentu.

 

BAB VI

PENETAPAN ALOKASI

Pasal 20

(1)         Rincian penetapan Daerah penerima dan besaran alokasi DAK untuk masing-masing bidang adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Keputusan Menteri Keuangan ini.

(2)         Penetapan alokasi DAK sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan kepada Bupati/Walikota yang menerima DAK dan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Anggaran setempat dengan tembusan kepada Menteri Teknis, Menteri Dalam Negeri, dan Kepala Bappenas.

(3)         Berdasarkan penetapan alokasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Direktur Jenderal Anggaran menerbitkan Surat Pengesahan Alokasi Dana Alokasi Khusus non Dana Reboisasi (SPA-DAK non DR) Tahun Anggaran 2004 dan selanjutnya dikirim kepada Kepala Kantor Wilayah  Direktorat Jenderal Anggaran.

(4)         Besaran alokasi DAK sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dicantumkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2004.

BAB VII

DANA PENDAMPING

Pasal 21

(1)         Untuk menyatakan komitmen dan tanggung jawab Daerah dalam pelaksanaan program yang dibiayai DAK, Daerah penerima DAK wajib menyediakan dana pendamping sekurang-kurangnya 10% (sepuluh persen) dari nilai DAK yang diterimanya untuk membiayai kegiatan fisik.

(2)         Dana Pendamping sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2004.

(3)         Dalam hal Daerah tidak menganggarkan Dana Pendamping sebagaimana dimaksud dalam ayat (2),  pencairan DAK tidak dapat dilakukan.

(4)         Besaran Dana Pendamping sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dicantumkan dalam Rencana Definitif dan Daftar Isian Proyek Daerah (DIPDA)/Dokumen Anggaran Satuan Kerja (DASK)

(5)         Terhadap Daerah-Daerah yang tidak menyediakan Dana Pendamping sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Anggaran melaporkan kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dan Direktur Jenderal Anggaran.

 

BAB VIII

PENGANGGARAN

Pasal 22

(1)         Untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan yang dapat dibiayai dari DAK, Menteri Teknis menetapkan Petunjuk Teknis pelaksanaan kegiatan  DAK sesuai dengan bidangnya masing-masing.

(2)         Dalam hal Menteri Teknis tidak menerbitkan petunjuk teknis DAK sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka digunakan petunjuk teknis tahun yang lalu yang diterbitkan oleh Menteri Teknis yang bersangkutan.

(3)         Petunjuk Teknis sebagaimana dimaksud  dalam ayat (1) disampaikan oleh Menteri Teknis kepada:

a.      Menteri Keuangan

1)      c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah;

2)      c.q. Direktur Jenderal Anggaran;

3)      c. q. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Anggaran, dan

b.      Bupati/Walikota c.q. Kepala Dinas terkait.

 

Pasal 23

(1)         Berdasarkan pada penetapan alokasi DAK, Bupati/Walikota penerima DAK membuat  Rencana Definitif.

(2)         Rencana Definitif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memuat rincian kegiatan yang akan dibiayai dari DAK sesuai dengan penggunaan yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sampai dengan Pasal 9 beserta rencana biaya yang bersumber dari DAK dan Dana Pendamping .

(3)         Bupati, dan Walikota menyampaikan Rencana Definitif kepada Menteri Keuangan c.q Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Anggaran.

(4)         Berdasarkan SPA-DAK non DR,  Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Anggaran melakukan konfirmasi atas Rencana Definitif sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) kepada Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk.

(5)         Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Anggaran atas nama Menteri Keuangan menetapkan Daftar Alokasi DAK (DA-DAK) dan menyampaikannya beserta lampiran Rencana Definitif kepada:

a.      Bupati/Walikota penerima DAK;

b.      Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara setempat dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Anggaran;

c.      Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah; dan

d.      Menteri Teknis yang bersangkutan.

BAB IX

KELEMBAGAAN

Pasal 24

(1)         Untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan DAK dapat dibentuk Tim Koordinasi pada masing-masing pemerintah daerah Kabupaten/Kota yang sifatnya fungsional.

(2)         Tim Koordinasi bertugas:

a.      mengkoordinasikan kegiatan DAK dalam hal perencanaan, pelaksanaan, pelaporan, dan pemantauan;

b.      mengkoordinasikan kegiatan DAK agar terjadi sinkronisasi, sinergi, dan tidak tumpang tindih dengan kegiatan pembangunan daerah lainnya; serta

c.      mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan yang terkait dengan aspek transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas pada masing-masing kegiatan DAK.

(3)         Masing-masing Bupati/Walikota daerah penerima alokasi DAK dapat menunjuk dan mengukuhkan pejabat daerah yang menangani koordinasi perencanaan pembangunan daerah sebagai koordinator Tim Koordinasi dengan anggota dari masing-masing dinas pelaksana DAK.

BAB X

PENYALURAN

Pasal 25

(1)         Atas dasar DA-DAK dan lampirannya, Bupati/Walikota penerima DAK menyusun DIPDA/DASK dan mengirimkan 1 (satu) eksemplar kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Anggaran.

(2)         DIPDA/DASK  sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memuat proyek/kegiatan yang dibiayai dari DAK serta besaran DAK dan Dana Pendampingnya.

(3)         Dalam hal tidak terdapat kesesuaian antara DIPDA/DASK dan DA-DAK beserta lampirannya, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Anggaran mengembalikan DIPDA/DASK dimaksud untuk direvisi disesuaikan dengan DA-DAK.

Pasal 26

(1)         Bupati/Walikota yang menerima DAK mengajukan Surat Permintaan Pembayaran (SPP) untuk masing-masing kegiatan yang tercantum dalam DA-DAK kepada Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN) setempat.

(2)         KPKN menerbitkan Surat Perintah Membayar-Langsung (SPM-LS) atas nama Bupati/Walikota yang dimasukkan ke dalam Kas Daerah.

 

Pasal 27

Ketentuan  lebih lanjut mengenai pencairan DAK diatur dengan Keputusan Direktur Jenderal Anggaran.

 

BAB XI

PEMANTAUAN DAN PENGAWASAN

Pasal 28

Departemen Teknis melakukan pemantauan dari segi teknis terhadap penyelenggaraan kegiatan di Daerah yang dibiayai dari DAK sesuai dengan kewenangan masing-masing.

 

Pasal 29

Pengawasan fungsional/pemeriksaan pelaksanaan kegiatan dan administrasi keuangan DAK dilaksanakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan dan/atau Badan Pengawasan Daerah.

 

Pasal 30

Daerah melalui Tim Koordinasi melakukan evaluasi manfaat terhadap pelaksanaan DAKyang melibatkan pihak terkait setempat.

 

BAB XII

PELAPORAN

Pasal 31

(1)         Bupati/Walikota yang menerima DAK menyampaikan Laporan Triwulanan tentang pelaksanaan DAK kepada Menteri Teknis dengan tembusan kepada Menteri Keuangan.

(2)         Menteri Teknis melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan DAK dan menyampaikan hasil evaluasi tersebut  kepada Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, dan Kepala Bappenas setiap semester.

(3)         Menteri Teknis menyampaikan laporan penyelenggaraan dan evaluasi DAK kepada Menteri Keuangan dengan tembusan kepada Menteri Dalam Negeri dan Kepala Bappenas pada akhir tahun anggaran.

(4)         Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) paling sedikit meliputi gambaran dasar hukum, kebijakan umum Pemerintah Daerah, rencana kegiatan/program kerja dalam rangka pelaksanaan, sasaran yang ditetapkan, uraian pelaksanaan hasil yang telah dicapai, dampak dari pelaksanaan kebijakan, hambatan dan permasalahan dalam pelaksanaan, dan jumlah dana yang terealisasi.

BAB XIII

Ketentuan Lain-lain

Pasal 32

Kegiatan yang tidak dapat dibiayai dari DAK meliputi:

 

1.      Biaya administrasi proyek;

2.      Biaya penyiapan proyek fisik;

3.      Biaya penelitian;

4.      Biaya pelatihan;

5.      Biaya perjalanan pegawai daerah; dan

6.      Lain-lain biaya umum sejenis.

BAB XIV

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 33

Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 2004.

 

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

 

 

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 19 Desember 2003

 

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK  INDONESIA

 

t.t.d

 

 

BOEDIONO

View | Lampiran Keputusan Menteri Keuangan Nomor 548/KMK.07/2003

/ Peraturan / Tags:

Share the Post

About the Author

Comments

Comments are closed.